"T-tunggu, senpai," Shinji berhenti dari larinya. Tangannya memegang lutut sedang ia sesekali mengatur napasnya. Cewek yang dipanggil senpai kemudian berhenti dan menoleh ke belakang dengan tanda tanya.
"Baru 30 menit udah ngos-ngos an huh," ucap Hana ketus sembari menyilangkan tangannya. Ia lalu bersandar di pohon sakura yang rindang. Sayangnya bunganya yang elok belum terlihat mekar. Jari lentik Hana terlihat mengusap layar handphone, memilih lagu favoritnya.
Pemuda loyo itu duduk di kursi taman, membuka dan meneguk botol air minum yang ia bawa. Pandangannya ke langit, menatap awan yang seakan menonton sebuah film. Selang 10 menit, mereka terdiam.
"Sebentar lagi akan ada Hanami," ucap Shinji tidak sadar apa yang ada di pikirannya terlontarkan begitu saja.
"Hanami? Kayak picnic gitu kan ya?" tanya Hana memandangi Shinji. Yang diajak bicara oleh Hana menoleh dan kebingungan mencari kata.
"B-bukan, aku ga ngajak senpai buat ikut," Shinji membalas terbata – bata. Kedua tangannya bergerak seakan menolak.
"Diih, ge er," Hana cemberut, dipasang earphone pada telinganya kembali. "Yok, lanjut jogging nya. Keburu siang," sahut Hana. Shinji mengangguk.
Suara cuit burung menemani mereka berlari memutari taman. Hana dengan entengnya melampaui 7 putaran sedangkan Shinji kesusahan payah mengejar di belakang.
Pukul 9 pagi, mereka memutuskan untuk pulang. Sesampainya di rumah susun, keduanya mendapati seseorang yang tidak familiar wajahnya. Dari kejauhan, dia mengenakan hoodie dan rok yang serba hitam.
Seorang cewek di usia 17-18 tahun dengan rambut pendek lurus berwarna hitam, kulitnya putih seperti salju, serta yang mencolok pada kuku tangannya diwarnai merah maroon. Cewek itu menoleh ke arah Hana dan Shinji, terdiam "...". Di sampingnya ada koper dan tas ransel. Sepertinya dia adalah penghuni yang baru.
"Waaah, imutnya!" ujar Hana mendekati cewek itu. Shinji kemudian mengusap keringat dan menyusul.
Cewek itu sekali lagi hanya terdiam tanpa kata, "...". Postur tinggi badannya yang tidak terlalu tinggi seakan menunjukkan dia seperti anak kecil yang tersesat.
"Namamu siapa?" tanya Hana ramah.
"Tsuki Tsukishima," balas cewek itu singkat.
"Tsu-chan, baru pindahan yaa? Aku Hana Himawari!" Hana sedikit membungkuk sehingga tinggi pandangan antara Tsuki dengan dirinya sama. "Bau keringat," ucap Tsuki dengan santainya. Hana seperti diuji kesabarannya, dalam batinnya terlintas 'Ini bocah kok jutek amat'.
"Aku Shinji Sekiguchi," pemuda itu membungkukkan badannya.
"Engga nanya," ucap Tsuki membalikkan badan dan membuka kunci pintunya.
"E—eh?" Shinji kebingungan bereaksi seperti apa. Hana hanya menahan tawanya, 'Rasain kena juga'.
Tsuki yang kecil kemudian memasukkan barangnya satu demi satu. Dia sepertinya terlihat kewalahan terutama saat mengangkat kopernya. "Sini, aku bantuin," Hana dengan supelnya mengangkat koper milik Tsuki. "Seki-kun, bantuin juga! Kamu kan laki!" celetuk Hana yang memasukki ruangan kamar Tsuki.
"O-ok," Shinji mengikuti dari belakang, membawa sisa perlengkapan.
"Terimakasih," Tsuki menundukkan kepalanya pada kedua tetangganya. Kamarnya sudah disusun rapi dan khas seperti tatami (sejenis tikar lantai) pada rumah tradisional Jepang. Meja belajarnya rendah sehingga tidak perlu menggunakan kursi. Di beberapa sudut temboknya dipasang kaligrafi tangan.
"Uwaaaa- Kamu murid Takashima Gakuen juga?!" Hana bertanya dengan suara yang kencang. Tsuki terkaget saat mengeluarkan almamater sekolahnya, ia hendak menggantung baju itu agar tidak kusut.
"Iya," jawab Tsuki.
"Berarti kamu sama Seki-kun satu sekolahan!" Hana menunjuk pada Shinji yang fokus memandangi garis kaligrafi. Pemuda itu menoleh.
"W-wah, kebetulan juga haha," ujar Shinji dengan tawa canggungnya.
"Yoroshiku onegaishimasu," ucap Tsuki membungkuk.
Shinji lalu ikut membungkuk.
"Kalian ini seperti orang tua aja," cetus Hana yang asyik membaca majalah fashion sembari berbaring di lantai.
Sisa hari itu, Hana dan Shinji menghabiskan waktunya membantu mengenalkan Tsuki ke lingkungan di sekitarnya. Tempat supermarket, klinik, dan lain – lain. Sebenarnya itu murni ide Hana dan Shinji seakan tergeret oleh senpai nya yang cerewet itu. Tsuki yang berterima kasih lalu mengajak mereka untuk makan Nabemono (sop panas) bersama.
Hari Sabtu itu, Shinji yang kikuk dan Hana yang ceria bertemu tetangganya yang pendiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu itu Aku yang Kikuk Berkenalan dengan Tetanggaku yang Begitu Cantik
Teen Fiction[ON GOING] Shinji Sekiguchi (17 tahun), pemuda canggung baru saja pindah ke rumah susun barunya hanya untuk mendapati dia bertetangga dengan cewek yang cantik dan supel. Seperti dua sisi yang berbeda mereka ditakdirkan untuk tinggal berdekatan! Wa...