Chapter-01 : Ide Gila

85 17 6
                                    

"Sepakat, ya?!" sahut Kevin, sang ketua kelas dengan semangat menggebu-gebu. "Malam Halloween besok, kita sekelas uji nyali di rumah kosong!"

"Apaan sih," desis Nia selaku teman semejaku. Gadis itu bersender ke kursinya, bersedekap tangan sembari memasang wajah masygul. "Kurang kerjaan banget, deh. Ngapain coba uji nyali di malam Halloween?"

"Ya kalo enggak mau, nggak usah ikut," cibirku, "Susah banget deh."

Nia membuang muka. "Tapi aku penasaran, An."

Hah, dasar. Meskipun dia bilang tidak mau ikut, nyatanya tetap saja dia ikut.

Aku menghela napas, menatap Kevin yang kini sedang menjelaskan rencana-rencana gilanya untuk besok. Terkadang, aku tak habis pikir, kenapa bisa-bisanya si ketua kelas itu mengajukan ide kepada kami sekelas untuk uji nyali di rumah kosong? Apalagi besok malam Halloween.

Rumah kosong yang dipilih Kevin terletak di dalam hutan. Konon katanya rumah itu dihuni oleh Satan--sang raja iblis.

Anak sekelasku menyetujui begitu saja usulan Kevin. Yah, aku juga menyetujui, sih. Sebagai seseorang yang tidak mempercayai hantu, aku ingin membuktikan kepada mereka bahwa hantu itu tidak ada.

"Ana, kamu ikut?"

Aku menengadahkan kepalaku begitu mendengar namaku terpanggil. Kutautkan alisku hingga membentuk kerutan di kening begitu mendapati sosok lelaki berambut berantakan dengan baju tak kalah kusutnya berdiri di sebelah mejaku. "Iya, memangnya kenapa?" tanyaku.

"Bukannya kamu takut, ya?" ujar lelaki menyebalkan itu sambil menatapku remeh.

Aku mendelik, merasa tersinggung. "Heh, memangnya kamu pikir aku cewek macam apa, Yuda?" bentakku pelan, namun tajam. Aku menaikkan kedua kaki ke atas meja, lantas bersender ke senderan kursi sambil bersedekap tangan.

"Dih, cewek kok gitu, enggak ada manis-manisnya. Dasar preman," cibir Yuda.

Aku tak mengelak perkataan Yuda, justru aku senang dianggap preman olehnya--atau mungkin oleh satu sekolah? Dengan begitu, bukankah secara tak langsung mereka tidak menganggapku lemah?

"Ana preman, tapi baik!" seru Nia, membelaku. Ah, aku jadi sedikit tersentuh.

"Baik apanya?" Kening Yuda terlipat tujuh. "Dia kemarin habis malak orang, lho! Aku tidak sengaja lihat!"

Nia refleks menatapku. "Eh? Beneran, An?"

Aku mengangkat kedua bahuku, merasa tak berdosa. "Salah sendiri, kemarin ada dua cowok yang mengejekku. Jadi, kuhajar saja mereka, lalu kuperas."

"Hm, bagus!" Nia mengacungkan ibu jarinya. "Kamu jadi pacarku saja ya, An? Biar bisa selalu menjagaku!"

"Aku 'kan perempuan!"

"Yah ... andai kamu laki-laki."

"Oi, oi!" Yuda menatapku dan Nia bergantian dengan tatapan yang tak dapat kuartikan. "Kalian ini kenapa, sih? Tidak normal, ya?!"

"Berisik," desisku. "Sudah sana, kamu pergi saja!" aku mengibas-ngibaskan tangan, mengusir Yuda pergi.

"Dih, siapa juga yang mau di sini terus. Bikin naik darah aja debat sama preman." Yuda berlalu pergi sambil bersungut-sungut, menahan kesal. "Lihat saja. Paling, kamu yang paling pertama dimakan sama Satan."

"HEH! Kamu bilang apa?!" Aku bersiap melempar sepatu ke kepala Yuda.

Sayangnya, Yuda sudah melengos pergi menjauh, tentu saja dengan tawa yang sungguh menyebalkan.

Aku menurunkan kaki dari atas meja, lantas menyilangkannya di atas kursi. Aku mendengkus sebal. Kenapa sih, ada manusia jenis Yuda di dunia ini? Kenapa tidak dimusnahkan saja?

Kalau aku jadi presiden saat sudah besar nanti, aku akan membuat gerakan membantai Yuda.

"An," panggil Nia pelan.

Aku menoleh, menaikkan sebelah alisku. "Ya?"

"Kamu yakin?"

"Huh? Tentang apa?"

Nia menggigit bibir bagian bawahnya, tampak ragu. "Tentang uji nyali di rumah berhantu."

"Yakin lah," sahutku mantap. "Memangnya kenapa? Kamu takut?"

"Bukannya takut, sih ...," Nia memain-mainkan anak rambutnya. Kacamatanya tampak mengkilap saat diterpa cahaya matahari yang menerobos masuk melalui kaca jendela yang tidak terhalang oleh tirai. "Tapi ... perasaanku enggak enak. Aku takut kalau tiba-tiba terjadi hal yang enggak diinginkan di sana. Kita pergi uji nyali tanpa didampingi orang dewasa, 'kan?"

Aku terdiam, mengerti kecemasan yang dipendam oleh teman semejaku itu.

Rencana ini memang dibuat mendadak, baru saja semalam diumumkan di group chat kelas. Dan tentu saja, disambut oleh antusiasme yang lain.

Kelas ini gila. Masak bisa-bisanya semua setuju dengan ide konyol sang ketua kelas gadungan itu?

"Tenang saja, Ni." Aku menepuk pelan bahu Nia, menatapnya lamat. "Kalau ada sesuatu yang terjadi, aku pasti ngelindungin kamu. Aku 'kan preman nomor satu di sekolah ini!" Aku menyahut dengan penuh percaya diri sambil menepuk-nepuk dadaku.

Nia balas menatapku. "Janji, ya?"

"Iya, janji!" jawabku lantang.

Siapa pula yang akan mempercayai mitos bodoh mengenai keberadaan Satan di rumah kosong?

Akan kubuktikan bahwa keberadaan hantu itu hanyalah sebuah mitos belaka. Lihat saja.

***TBC***

Bloody Halloween [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang