Chapter-02 : Uji Nyali

56 12 0
                                    

"Oi, cepetan!" Vani--bendahara kelas--berseru gemas. Dia berkecak pinggang, menatap satu-satu anak sekelas seakan dia ingin melahap kami sekaligus. "Kalian lelet banget, sih?! Kita ngaret hampir dua jam, dan kalian masih siap-siap?!!"

"Sebentar, Van!" sahut Doni sembari memasukkan satu per satu snak yang ia beli ke dalam tas ranselnya. "Si Dio lagi ngambil kompor kecil, si Hani lagi ngambil tenda, terus si Jerry lagi beli minyak, telur, mie instan--"

"Kita sebenernya mau uji nyali apa mau camping sih?!" Vani mendelik, berkecak pinggang. "Pokoknya jam dua kita udah harus berangkat! Yang belum nyampe di sini, uang kas kena denda lima kali lipat!"

Mendengar kata uang kas, seisi kelas merasa ter-summon. Sontak, mereka langsung heboh, mengumpulkan semua orang, takut jika tunggakan uang kas mereka benar-benar dinaikkan lima kali lipat.

Uang kas yang hanya lima ribu per minggu saja mereka masih nunggak, apa kabar jika dinaikkan hingga lima kali lipat?

Sepuluh menit sebelum jam dua, 24 siswa sudah berdiri di halaman yang berada di samping sekolah mereka--titik tempat mereka berkumpul. Total keseluruhan anak kelas kami adalah 24 murid, dengan 12 anak laki-laki, dan 12 anak perempuan.

Kevin memimpin rombongan untuk naik ke dalam Bus mini yang telah ia sewa. Maklum, Kevin memang dari keluarga yang terlewat berada. Jadi, semua biaya penyewaan ia yang tanggung sendiri.

Aku membantu Nia mengangkat tasnya, karena aku hanya membawa satu tas, sedangkan Nia dua, maka aku membantunya. Lagipula, tubuh Nia begitu kecil dan mungil, berbanding terbalik dengan dua tas raksasa yang ia bawa.

Kami semua naik ke atas Bus secara bergantian. Tak lama, mesin mobil berderum, lalu mulai melaju memecah keheningan jalan.

Sejujurnya, aku tidak terlalu mengetahui letak pasti rumah berhantu itu. Aku hanya tahu sekilas, itu pula lewat internet saat tidak sengaja aku men-scroll beranda utama media sosial milikku.

Kevin terlewat maniak terhadap hal-hal yang berbau mistis. Dia bahkan rela mengeluarkan banyak uang demi melakukan uji nyali bersama anak-anak sekelas.

Untung saja sekarang hari Sabtu, dan sekolah diliburkan. Kalau tidak, bisa-bisa kami bolos sekelas.

Perjalanan memakan waktu sekitar sejam lebih. Mobil melaju di antara jalan raya yang hening, semakin lama, jalan yang dilalui pun semakin terasa mencekam.

Bus berbelok, memasuki area hutan yang sangat hening. Di sisi kanan dan kiri hanya ada pohon. Jalanan lurus terus, entah sampai kapan titik hentinya ditemukan.

Aku bersedekap, bersender ke kursi empuk bus yang kududuki, lantas menyilangkan kaki. Perjalanan ini lebih membosankan dari yang kukira. Bahkan, anak-anak sekelas sudah berhenti bercanda sejak bus memasuki area hutan.

Aku melirik kepada sosok Nia yang duduk di sebelahku. Dia menunduk, menggepalkan tangannya di atas kedua paha. Sungguh posisi duduk yang sangat formal. Dan itu membuatku tahu, bahwa dia sedang ketakutan.

Baru saja aku hendak membuka mulut untuk menghiburnya, jika saja tidak ada suara Yuda yang menghentikan. "Jadi, gimana kalau misalnya rumah berhantu itu hanya sebuah mitos?" tanya Yuda dari jejeran kursi belakang.

"Mitos? Ya berarti hantu itu memang enggak nyata, dong?" jawabku sarkastis.

"Enggak ada yang tahu, ya, sebelum kita tiba!" Kevin menjawab tak terima.

"B-Bagaimana ... kalau ternyata rumah itu memang dihuni oleh Satan?" cicit Hani. Gadis itu menutup separuh wajahnya menggunakan jaket--entah untuk apa tujuannya.

"Ya bagus, dong?" seru Kevin dengan wajah berbinar. "Aku selalu ingin bertemu dengan Satan, sang raja Iblis! Pasti menyenangkan, 'kan? Aku ingin berfoto bersamanya!"

Bloody Halloween [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang