Beberapa hari kemudian telah dibuka ujian masuk akademi Hakkuen. Semua remaja dibawah usia delapanbelas boleh mendaftarkan diri asal memenuhi kualifikasi, yakni mampu menggunakan sihir.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap ajaran baru Akademi ramai dipenuhi calon murid baru. Sebagian besar—jika tidak semua—murid diliburkan, namun tetap ada beberapa yang ingin menonton jalannya ujian.
Berjalan seorang diri tanpa kegugupan berarti, Yuto langsung menuju arena semenjak melewati gerbang beberapa saat yang lalu. Penampilannya kini juga telah berubah.
Dari pakaian putih dengan rambut merah menyala, sekarang pemuda itu mengenakan pakaian serba hitam dengan sebuah pedang senada di punggungnya.
Di tanah lapang yang luas, terdapat sebuah arena berbentuk setengah lingkaran. Di bagian tengah terdapat tiga patung singa yang tengah bersimpuh. Pada bagian perut singa terdapat lingkaran kristal yang akan menjadi sensor dalam pengujian kapasitas sihir.
Apabila sihir diarahkan ke plat berwarna merah, biru, atau kuning itu akan menghasilkan perhitungan kekuatan sihir seseorang. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk angka di kedua mata patung singa.
Tak menunggu lama, giliran Yuto pun tiba. Dari jarak yang ditentukan pengawas, Yuto mengerjapkan mata kemudian menggunakan teknik sederhana demi menyamarkan jati dirinya.
"Bubble canon," gumamnya lirih kemudian melepaskan tembakan bola udara bertekanan tinggi.
Bang!
Hasilnya sesuai keinginannya, 76. Dia sengaja tak ingin terlalu mencuri perhatian, bagaimana pun calon murid dengan kapasitas sihir di atas rata-rata lebih mencolok. Dampaknya akan membawa kawan maupun lawan di kemudian hari."Selamat, kau lulus. Pergilah ke tempat administrasi untuk mendapatkan tanda pengenal Hakkuen," perintah sang pengawas pada Yuto.
Pemuda bersurai hitam—dulu merah—itu mengangguk kemudian mengikuti instruksi.
Namun belum jauh Yuto melangkah, ucapan pengawas itu menghentikan kakinya.
"Oh, kau mendapat rekomendasi dari Minami-sensei, ya? Baiklah, ikuti lelaki itu dia akan memberitahumu apa yang harus kau lakukan selanjutnya," ujar pengawas pada seorang gadis bertudung.
Murid yang direkomendasikan Minami? Sejak kapan dia—tunggu, mungkinkah anak yang menghajar penyihir jalanan yang waktu itu dia ceritakan? Yuto pun berbalik untuk memastikannya.
"Baik, Tuan Shumaki!" jawab lantang gadis itu lalu beranjak mengikuti Yuto, yang anehnya kini tengah menatap kearahnya dengan tatapan tak percaya.
Dalam benaknya, gadis itu berpikir bahwa Yuto terkejut karena dia direkomendasikan oleh salah satu guru. Gadis itu pun mengulas senyum penuh harga diri.
Sejatinya dugaannya salah. Yuto terkejut bukan karena itu melainkan karena sosok gadis itu sendiri. Gadis yang diceritakan Minami tempo hari, gadis yang digadang akan cocok menjadi muridnya, ternyata Kuromiya yang beberapa hari lalu bertarung melawannya.
"Namaku Kuromiya, mohon bantuannya," ucap gadis itu memperkenalkan diri dengan sopan.
"Aku Y-Yukai, mohon bantuannya juga," balas Yuto tergagap karena harus memikirkan nama samaran. Beruntung otaknya cermat dan cekatan. Yukai dia pilih merupakan perpaduan Yuto dan Kaiba, nama aslinya.
Di sepanjang perjalanan keduanya tak banyak bercakap. Yuto—mulai sekarang Yukai—sendiri sedang dilanda kegugupan. Dia hanya khawatir Kuromiya—anggap saja Miya—akan menyadari siapa dirinya.
Sementara gadis itu terdiam, sesekali menatap bingung lelaki yang tampak waspada kepadanya itu. Padahal mereka tak saling mengenal.
Sesampainya di loket administrasi, seorang petugas berkacamata menanyakan identitas mereka, tanpa ada basa-basi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hakkuen Academy : Young Sword Emperor
FantasíaYuto Kaiba merupakan salah satu wali kelas di Akademi Hakkuen. Guru yang mumpuni dalam seni berpedang itu terkejut saat mendapati tubuhnya kembali muda-remaja. Hal itu disebabkan oleh ramuan-yang katanya penenang-pemberian sahabatnya, seorang guru...