Yuto melakoni perintah dari Yamamoto, sang Kepala Akademi. Dirinya kini tengah menyusuri 'terowongan' yang cukup lembab namun jalanan kering seperti tanah gersang.
Cahaya matahari menjadi penerang utama di siang hari. Melalui lubang-lubang kecil di atap yang bocor di banyak tempat.
Di kanan dan kiri jalan terdapat banyak tunawisma yang bergeletakkan sembari meminta belas kasih, ada pula yang menawarkan barang untuk ditukarkan dengan gul—mata uang koin, maupun sekedar makanan.
Meski disebut kota bawah tanah, daerah pinggiran ibukota tersebut bukan berada di bawah tanah. Sebutan itu hanya merujuk pada daratannya yang lebih rendah, juga semua jalanan tertutup atap yang saling terhubung sehingga memberi kesan sesuai namanya.
Yuto terus melangkah. Dia membenarkan tudung jubah yang ia kenakan agar lebih tertutup. Di tempat ini, dia tak berani berkunjung dengan santai seperti menyusuri jalan ibukota.
Banyak perampok, pencopet, hingga penodong yang mengamati dari kesembunyian. Penampilan remaja Yuto akan tampak seperti mangsa yang menggiurkan bagi penjahat jalanan itu.
Meski Yuto tak takut tapi dia tak ingin menambah masalah tak penting.
Pandangan Yuto teralihkan sejenak membuat langkah kakinya berbelok. Dia melihat sebuah toko senjata yang memajang beberapa pedang berbagai ukuran.
Salah satu pedang itu menarik perhatiannya. Setelah beberapa saat melihat dari luar kaca toko, Yuto memutuskan untuk memeriksanya lebih dekat.
Cringg, Cringg~
Suara lonceng pintu mengagetkan sang pemilik toko."Selamat datang, Tuan. Selamat datang di Funan Blacksmith."
Seorang pria dengan badan kekar dan agak pendek keluar dari bagian dalam. Pria berkumis tipis itu menyambut Yuto dengan ramah selagi menghampirinya.
"Aku ingin mencari senjata bagus, tapi aku ragu tempat ini layak. Tunjukkan koleksi terbaikmu, paman, uang bukan masalah buatku."
Yuto memainkan perannya. Cara membeli di kota bawah memang berbeda dengan di ibukota.
Kebanyakan pedagang hanya mementingkan uang jadi mereka tak mempedulikan background pembeli di toko mereka. Sebab itulah Yuto berlagak seperti seorang konglomerat.
Melihat senyum di wajah pemilik toko tak memudar, Yuto sedikit berlega telah berhasil mengelabuhinya.
Padahal, pria bernama Funan tersebut bersikap ramah dan hormat bukan karena Yuto punya uang melainkan kesan intimidatif dari tubuhnya. Aura tersebut hanya bisa dirasakan oleh seorang penyihir, yang berarti paman itu juga salah satunya.
Yuto hanya tak menyadarinya karena kebanyakan pengrajin pedang bukanlah penyihir.
"Tentu, Tuan Muda. Tunggu sebentar," ucap Funan sebelum bergegas mengambil tiga buah pedang yang dipajang di dinding belakang.
Dilihat sekilas ketiga pedang tersebut memang tampak bukan pedang biasa. Sebuah rapier perak dengan gagang putih, sebuah pedang bermata ganda dengan dual guard, dan satu buah nodachi berwarna hitam dengan motif bunga teratai.
"Bagaimana Tuan? Semuanya berkualitas terbaik, jika di atas harga terendahnya 30 keping emas."
Gul merupakan pecahan koin terkecil. Seratus gul berharga satu perak, dan seratus perak sama dengan satu emas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hakkuen Academy : Young Sword Emperor
FantasiYuto Kaiba merupakan salah satu wali kelas di Akademi Hakkuen. Guru yang mumpuni dalam seni berpedang itu terkejut saat mendapati tubuhnya kembali muda-remaja. Hal itu disebabkan oleh ramuan-yang katanya penenang-pemberian sahabatnya, seorang guru...