"Makasih ya, To"
Mobil Ardhito memasuki halaman parkir butik Pat. Aku melepaskan safety belt dan meraih ranselku di bangku belakang. Ada beberapa mobil yang terparkir, sepertinya butik sedang ramai.
"Bi"
Aku menghentikan gerakanku yang hendak membuka pintu, lalu menoleh. "Iya ?"
"Mau nonton Kalandra sama aku, nggak ?"
"Kapan ?"
"Lusa"
Aku berpikir sejenak, mencoba mengingat apakah pada hari itu aku memiliki agenda. Tapi sepertinya tidak.
"Boleh" Aku buru-buru membuka pintu mobil dan turun. "Makasih banyak ya, To. Hati-hati di jalan. Tentang nonton Kalandra, kabari aja gimana-gimananya"
"Tapi, Bi" Kata Ardhito saat aku hendak menutup pintu. "Aku kan nggak punya kontakmu"
***
"Pulang sama siapa lu ?" Sambut Pat begitu aku membuka pintu kaca butik. Ia menengok parkiran. "Kayaknya bukan taksi online"
"Memang bukan"
Aku berjalan menuju studio, melewati Pat yang masih penasaran dan beberapa pengunjung butik yang terasa lebih banyak dari biasanya.
"Gue serius, Bi" Pat ternyata membuntutiku. Sekarang, ia berdiri sambil bersandar pada kusen pintu kamar yang terbuka. Tangannya ia lipat di depan dada. "Lo pulang sama siapa ?"
"Ardhito, Pat" Aku meletakkan ranselku di samping soffa bed. "Nggak sengaja ketemu di kafe tempat aku meeting"
Pat mengernyitkan dahinya, curiga. "Nggak janjian ?"
"Lama-lama kamu mirip Cakra, deh. Suka curiga"
Aku duduk di soffa bed sambil memainkan ponselku, mencoba mencari tahu tentang acara Kalandra yang akan diadakan lusa. Dari sebuah akun instagram, aku mendapat informasi bahwa Kalandra akan main di sebuah kampus swasta, kampus yang familiar sekali untukku.
"Pat" Pat masih berdiri di pintu. "Lusa ikut aku nonton Kalandra, yuk"
"Ogah, gue nggak suka"
"Ayolah, please" Aku menangkupkan telapak tanganku di depan dada. "Aku bayarin deh tiketnya. Masa aku harus nonton berdua sama Ardhito doang ?"
"Dih, gue makin nggak mau ikut. Masa gue jadi obat nyamuk"
Aku mendelik. "Ya nggak lah, Pat. Obat nyamuk apanya, sih. Kalau aku pergi berdua aja itu namanya cari masalah"
Pat diam dan menimbang-nimbang ucapanku.
"Ya ?" Aku memasang ekspresi memelas paling maksimal. "Ya Pat, ya ?"
Pat berdecak sebal. "Ya udah, iya. Tapi sesuai janji, lo yang bayarin tiketnya dan lo yang nyetir"
"Siap, Juragan"
Aku buru-buru mencari kontak Ardhito yang setelah sekian lama baru kumiliki lagi. Akhirnya. Begitu kutemukan, aku langsung menekan ikon berwarna hijau untuk melakukan panggilan. Aku memberi tahu Ardhito bahwa Pat akan ikut dengan kami dan Ardhito tidak keberatan. Syukurlah. Kami sepakat untuk bertemu di venue pukul tujuh malam.
***
Sudah pukul enam lewat dan Pat belum juga kembali ke butik, padahal butuh sekitar tiga puluh menit untuk sampai ke venue. Aku tidak enak hati dengan Ardhito kalau sampai terlambat karena gate akan ditutup pukul delapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang
RomansPernah nggak, kamu menginginkan seseorang dengan begitu sangat ?. Yang meskipun kamu sudah mengganti posisi orang itu di hatimu dengan orang lain, tapi hatimu nggak pernah bisa bohong tentang siapa yang sebenarnya dia inginkan. Karena hati selalu ta...