Chapter 05

154 17 0
                                    

Masih tak habis pikir oleh Seokjin, apa yang terjadi pada Jiminnya.

Berpuluh-puluh pesan telah ia kirim kepada Kakak Yoongi, atau teman lamanya dulu. Namun Seokjin tetap tak puas, ini sudah jam tiga malam dan Jin masih tak bisa tidur memikirkannya, ia memijit kedua pelipisnya di sofa kecil dalam kamarnya selagi menarik nafas gusar beberapa kali.

Park Jimin sungguh begitu keras kepala, kalau boleh diakui pun Jin juga seperti itu saat masih remaja.

Jin memutar handphone bercase pink ditangan, ia sungguh menunggu jawaban dari sebrang sana. Penjelasan. Itu yang Seokjin butuhkan.

Ponsel berdering. Tanpa tunggu panjang, langsung diangkatnya oleh Jin telpon masuk di ponselnya.

"Maafkan aku Jin-ie, aku baru sa--"

"Jauhkan Yoongi dari Adikku, Jung Hoseok! Jimin tak pantas untuk Adikmu!"

Jin sungguh emosi sampai tak lagi menunggu lanjutan dari orang disebrang telpon, sedang Hoseok terdengar menarik nafasnya dibalik telpon.

"Maafkan aku Jinie-ah. Aku sudah berapa kali menjauhkan mereka, dan menyuruh Jimin untuk pergi dari kehidupan Yoongi. Aku tak bisa berbuat banyak."

"Ya! Kau itu lelaki Jung Hoseok! Kau suruh saja Adikmu yang psycho itu untuk menjauh dari kehidupan Jimin!"

"A-"

"JAUHKAN! ITU SAJA!"

Telpon ditutup, Seokjin benar-benar emosi, tak sadar ia berteriak ditelpon dan mengeluarkan air mata, Seokjin bahkan tak pernah menyangka bila kedekatannya dengan sahabat karibnya dulu, kini akan menjadi pertengkaran yang tak akan pernah usai oleh ulah kedua Adik mereka.

Ah, lebih tepatnya sih--Yoongi Adik Hoseok.

Seokjin yang seakan tak puas hanya meneriaki Hoseok ditelpon pun kini ia mengetikkan sebuah pesan untuknya, lalu Jin mengusap air mata, berdiri dari sofa. Ia tampak akan menuju ke kamar Jimin, ada rasa bersalah di hatinya ketika tadi berlaku kasar pada Jimin.

Yang pertama Seokjin lihat ialah Adiknya yang meringkuk di atas kasur masih senantiasa telanjang hanya menggunakan bra saja, Jimin tak beringsut, ia lebih memilih menangis seharian di dalam kamar. Lihatlah, bahkan ia masih terisak di dalam tidurnya. Seokjin mendekat, diselimuti tubuh Jimin yang terlihat kedinginan.

"Maaf," Seokjin mengusap helai rambut Jimin dengan tangan gemetar, merasa berdosa itulah yang Seokjin rasakan. "Apa Eonnie salah? Yoongi bukan pria yang baik untukmu Jimin-ie." Seokjin merebahkan dirinya di sisi Jimin, wajah mereka berhadapan, tampaknya Seokjin akan memilih bermalam disini. "Seandainya kau mengerti betapa aku begitu mengkhawatirkanmu." Seokjin memejamkan matanya, membiarkan pertahanan yang ada di mata runtuh mengalir di pipinya.

***

Hoseok masih menatap layar ponselnya, telpon baru saja diputuskan sepihak oleh orang disebrang sana, padahal mereka baru saja bertelponan sebentar.

Hoseok baru saja pulang dari rumah sakit, selagi tujuh pesan masuk ia terima dari Seokjin, sahabat karibnya dulu. Sebenarnya Hoseok sudah bisa menebak bila kali ini teman lamanya itu menghubungi karna masalah yang dibuat oleh Adiknya bukan karna merindukan dirinya.

 Sebenarnya Hoseok sudah bisa menebak bila kali ini teman lamanya itu menghubungi karna masalah yang dibuat oleh Adiknya bukan karna merindukan dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hoseok menarik dan mengembuskan nafasnya pelan, setelah membaca salah satu pesan yang baru saja masuk. Hoseok sungguh sudah sering mencoba menjauhkan Jimin dari Yoongi. Namun tetap saja tak bisa, mereka berdua seperti perangko.

Hoseok membuka pintu rumah pelan, sepi, begitulah rumahnya setiap hari. Itu sudah pemandangan biasa untuk Hoseok.

Hoseok tak menaiki tangga untuk menuju ke kamarnya, ia malah belok ke sebuah pintu dekat tangga yang tidak lain, kamar tidur Yoongi Adiknya. Sebuah pintu yang bertuliskan Go away, Hoseok pun sampai lupa kapan terakhir kali pintu itu di cat ulang, walau tahu tulisannya akan tetap kembali keesokan harinya.

Diketuk pintu kamar Yoongi sebanyak dua kali, walau Hoseok tahu Yoongi pasti telah tertidur, mengingat sekarang telah jam tiga malam, tak lama pintu yang diketuk pun terbuka sendiri, ternyata tidak tertutup.

Yoongi sedang tertidur pulas diatas ranjang memegang sesuatu didadanya, tampaknya Yoongi sudah baikan saat tadi siang pulang dari rumah sakit. Hoseok berjalan mendekat, duduk disamping Yoongi. Diambil benda itu penasaran. Hoseok ingin menangis, saat melihat apa yang Yoongi genggam, foto saat ia masih berumur lima tahun dalam gendongan sang Ibu bersama--ah lupakanlah. Masih sangat lucu Adik kecilnya dulu, sebelum mengerti kata benci dan rasa sakit.

"Bu andai kau tahu, perubahan drastis yang Yoongi alami sangat tidak bisa ku kendalikan." Mata Hoseok memanas, satu kali kedip saja air mata akan mengalir diatas pipinya. "Tapi tak apa, akan kuusahakan sampai Yoongi mengerti dan tidak lagi membenci Dokter gilanya ini." Matanya melihat satu botol kosong yang ia kenali terlihat berada di atas nakas. "Ah, obatmu sudah habis ya? Kakak macam apa aku ini sampai lupa mengecek obatmu sekarang. Akan kubawakan besok Yoongi-ah, walaupun kau menyebalkan, kau masih menuruti perintahku ternyata."

Hoseok berdiri untuk berjalan keluar sebelum Yoongi terbangun. Botol kosong masih dalam genggaman. Selama pintu belum tertutup, Hoseok masih senantiasa meratapi wajah Adiknya dengan seksama. Entah kenapa Hoseok merasa damai saat melihat wajah Yoongi yang sedang tertidur, ketimbang ia bangun. Seolah selalu berbuat salah, Yoongi bahkan tak pernah lagi tersenyum dihadapan Hoseok.

"Tak apa, akan ku tanggung semua Yoongi-ah, aku tak mampu jika harus melihatmu terus menerus seperti ini." <>

Forgive Me (YOONMIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang