1. PUTUS

76 2 0
                                    

Bel pulang baru saja berbunyi. Damar segera menghambur ke luar mendahului teman-temannya. Apalagi dia sudah berkemas sejak tadi. Dia sudah tak konsentrasi selama pelajaran terakhir.

"Misi, misi, permisi."

Damar menyibak kerumunan anak-anak kelas lain yang juga sedang berjalan pulang. Koridor memang selalu penuh sesaat setelah bel berbunyi.

Beberapa kali Damar melongok ke lantai dasar. Di sana kelas Alena berada. Kelas XI IPS 1. Sementara kelas Damar berada di lantai tiga. Sekelebat bayangan Alena tertangkap penglihatannya. Damar mempercepat langkah.

"Kasih jalan dong. Buru-buru nih," ucapnya dengan nada memelas.

Untungnya beberapa teman segera menyingkir dan memberinya jalan. Damar berlari agar kali ini bisa menemui Alena.

Ya, sudah tiga hari Alena tak menghampirinya di tempat parkir seperti biasa. Padahal setiap hari Damar yang mengantarnya pulang. Dan itulah momen kebersamaan mereka.

Dalam perjalanan pulang itulah Alena dan Damar biasa berbagi cerita, tawa, canda. Terkadang mereka singgah di kedai, perpustakaan atau taman kota demi mengulur waktu kebersamaan mereka.

"Lena!" panggil Damar dengan nafas tersengal.

Bukannya berhenti. Alena yang menyadari Damar mencarinya justru bergegas menghindar.

"Le, tunggu," teriak Damar sambil mengejarnya.

Beberapa kali Alena menoleh memastikan apakah Damar masih mengikutinya atau tidak. Dan saat tahu Damar tak jauh berada di belakang Alena semakin mempercepat langkah.

"Le. Lu pulang sama siapa? Ada yang antar lu selain gue?"

Akhirnya Damar berhasil mencengkeram pergelangan tangan Alena.

"Lepas, Mar. Sakit nih!" keluh Alena yang terus memberontak agar bisa terlepas dari genggaman tangan Damar.

Damar merasa kasihan kekasihnya mengaduh sehingga dia melonggarkan cekalannya.

"Nggak bakal gue lepasin kalau lu nggak mau cerita." Beberapa saat keduanya terdiam. Damar menunggu Alena berterus terang tapi gadis yang dicintainya masih menutup mulut bahkan beberapa kali membuang pandangan.

"Kalau gue ada salah sama lu, lu kasih tahu biar gue bisa berubah."

Damar masih ingat peristiwa tiga hari yang lalu. Berkali-kali Damar mengecek jam digital pada ponselnya. Berkali-kali pula dia berusaha menghubungi nomor kontak Alena. Tapi off. Bahkan sampai adzan ashar terdengar dia masih berdiri di parkiran sampai semua motor dibawa pulang pemiliknya. Bahkan karena menghawatirkan Alena, Damar rela mencarinya di kelas. Saat tak mendapati Alena di ruangannya, Damar berlari dan membuka semua pintu toilet di lantai bawah. Damar khawatir Alena terkunci atau pingsan di sana.

Hari kedua Damar masih setia menunggu Alena. Dan dia berjalan gontai menuju motornya saat disadari Alena kembali tak menghampiri untuk pulang bersamanya.

Hari ketiga. Damar tahu Alena sudah pulang terlebih dahulu. Kalaupun dia menunggu, pasti bosan karena Damar terlalu lama. Kelompok piket Damar terjebak di kelas. Seperti biasa, jika Bu Susi jengkel karena nilai ulangan anak-anak rendah maka dia akan melampiaskan pada anak-anak yang piket di hari tersebut. Celakanya jadwal Bu Susi di kelas Damar bersamaan dengan jadwal piketnya dan di jam terakhir pula.

"Mar. Gue minta putus!" ucap Alena tajam.

Kata-kata Alena membuat Damar tersadar dari lamunan.

"Lu bercanda kan, Le?"

"Enggak. Gue mau putus. Pokoknya putus tus tus!"

"Memangnya gue punya salah apa, Le?" tanya Damar bingung. "Ah, lu pasti kesambet, atau lagi PMS?" Damar tertawa getir.

"Enggak," elak Alena. "Gue pengin punya cowok sempurna. Dan Lu terlalu biasa. Standar banget di mata gue."

Damar menggelengkan kepala tak percaya. "Enggak. Gue nggak pengin putus dari lu. Lu tahu gue sayang banget kan, Le? "

Alena tak menggubris pertanyaan Damar. Bahkan dia berpikir bagaimana melepaskan diri dari cengkeramannya. Tiba-tiba Alena menempuh jalan pintas. Dia menggigit tangan Damar. Damar yang kesakitan akhirnya melepas genggamannya. Alena berlari meninggalkan Damar sendirian. Langkah cepatnya meninggalkan bedebam di koridor sekolah. Damar mengurungkan niat mengejar Alena. Dia tak ingin acara kejar-kejarannya menimbulkan kegaduhan. Damar memeriksa lengannya. Gigitan Alena meninggalkan bekas perih di sana. Namun tak seperih rasa yang tiba-tiba menyusup di dada.

(Bersambung)

KUMAN (Kutukan Mantan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang