(lanjutan putus)

40 0 1
                                    

Hampir semua mata menatap Alena. Mereka penasaran apa yang sedang dikejar atau siapa yang sedang mengejar Alena. Nyatanya tak ada siapapun yang berlari membuntuti gadis berambut panjang itu. Bahkan dia melambatkan larinya dan nyaris berhenti saat seseorang memanggil.

"Alena! Kenapa lari-lari?" teriak Sandra, sahabat Alena sejak kecil.

Alena hanya nyengir kuda saat mengerem kakinya. Dengan dada turun naik dan nafas terengah dia menjawab.

"Dikejar hantu!" bisiknya tepat di telinga Sandra.

Sandra memutar kepalanya. Dia berusaha mencari sosok hantu yang diceritakan Alena.

"Sudah, ayo pulang," ajak Alena sambil memalingkan wajah sahabatnya. Alena khawatir gerak-gerik Sandra memancing perhatian teman lainnya.

"Lho, kamu nggak pulang bareng Damar?"

"Enggak."

"Marahan? Cemburu?"

"Ye, emang gue tipe cemburuan? Nggak tampang lagi!" bela Alena. Sandra terkikik sambil menutupi mulutnya.

"Dasar Agustus. Gengsian banget sih!"

"Bukan cemburu. Tapi putus. Kamu dengar? Pu Tus!"

"Cuma gara-gara story' WA Kasandra?" selidik Sandra.

"Bukanlah! Nggak ada sangkut pautnya sama si nenek sihir itu," elak Alena. "Apa? Mentang-mentang ada kemiripan nama lu mau belain dia?" Alena menghentikan langkahnya. Dia berkacak pinggang dengan dagu mendongak.

"Ih, malu tahu. Kamu ngapain sih? Kaya orang ngajak duel!"

"Lagian. Lu kan sahabat gue. Ngapain juga lu bela dia?" Alena menarik tangan Sandra dan menyandarkan kepalanya di bahu Sandra.

"Kayaknya temanku lagi anget nih. Dia butuh yang dingin-dingin," ucap Sandra setelah memegang dahi Alena.

"Salah. Gue lagi pengin mie ayam Bang Jarwo. Yang super pedas!"

"Ingat. Asam lambung kamu!"

"Iya, Nyonya!"

Keduanya tertawa dan kembali melanjutkan langkah. Trotoar cukup lengang karena angkutan kota yang menunggu anak SMADA pulang satu persatu sudah jalan. Tinggal beberapa siswa saja yang masih berdiri menunggu angkot lain datang.

"Panas ya?" keluh Alena melirik matahari yang bersinar cerah. Telapak tangannya buru-buru dia letakkan di depan dahi.

"Iya. Ntar kamu item," olok Sandra, "jadi percuma maskeran tiap minggu."

"Iya nih. Mana lupa pakai sunblock punya Nyokap lagi!"

Sepanjang jalan mereka menertawakan hal-hal yang sebenarnya gaje. Tapi begitulah pertemanan. Seperti orang pacaran, kadang ngobrolin hal-hal yang enggak penting, karena yang penting ngobrol. Kadang kalian juga begitu kan?

"Yuk nyebrang," ajak Sandra. Dan mereka pun bergandengan tangan.

Baru saja mereka akan memotong jalan yang mulai lengang seorang pengendara menggeber sepeda motornya dan melewati mereka dengan kecepatan cukup tinggi. Untung Sandra segera menarik tangan Alena dan menunda menyeberang.

"Damar tuh kayaknya," kata Sandra setengah tak yakin.

"Iya. Setress dia!" gumam Alena.

"Patah hati sih gara-gara kamu."

Alena hanya terdiam. Kemudian keduanya konsentrasi menyebrang. Tangan kanan Alena  melambai-lambai  agar pengendara yang lewat melambatkan kecepatan kendaraannya. 

Seperti biasa, kedai Bang Jarwo memang selalu ramai. Selain lezat, harga ekonomisnya bisa terjangkau di saku anak sekolah. Apalagi WiFi gratisannya, meski sandinya terbilang cukup sadis. -segera bayar saat makananmu habis- itu kode keras untuk segera angkat kaki. Apalagi setelah Bang Jarwo menambah karyawan yang spesial mengambil mangkuk dan gelas setelah suapan terakhir, siapapun pasti rikuh berlama-lama di tempat itu. Untung pelanggan tidak pernah kapok datang kembali dan jajan mie ayam Bang Jarwo.

"Yah, tinggal meja depan doang yang kosong." Meski mengeluh Alena dan Sandra mengambil tempat itu juga akhirnya. Meja di depan gerobak Bang Jarwo memang tempat paling tidak favorit. Soalnya cukup dekat dengan kompor sehingga panas. Selain itu, lalu lalang orang yang memesan dan membayar makanannya pasti melewati meja tersebut dan cukup mengganggu.

"Mas, mienya dua ya. Minumnya Es Teh," kata Alena pada salah satu pelayan.

Alena mengedarkan pandangannya. Memperhatikan satu persatu pengunjung barangkali ada yang dia kenal atau satu sekolah dengan mereka. Aman, gumam batinnya saat tak menemukan salah satu spesies dari keduanya.

"Kamu beneran putus, Le?"

Alena hanya mengangguk. Sesaat keduanya terdiam.

"Sudah ah, bahas yang lain saja. Bahas cowok-cowok keren versi lu di sekolah kita, bagaimana?"

Sandra memicingkan mata. Sepertinya dia menyimpan sebuah kecurigaan pada ide yang baru dilontarkan sahabatnya.

(Bersambung)

KUMAN (Kutukan Mantan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang