dreams. -two

56 11 9
                                    

     Udara pengap menyeruak diantara lantai los milik sebuah rumah tua.
Tanpa ada yang memperhatikan alih alih mampir kedalamnya. Rumah yang hampir tak pernah diterangi cahaya barang setitik pun itu, kini menjadi sorotan mata iba banyak orang.
" Bang Ardan nggak usah ikut.Biar aku yang urus ibu."
Hidung perempuan itu memerah menahan dingingya udara malam atau malah menahan tangis. Perkatanya tak mendapat sahutan sama sekali oleh Ardan. Ardan tetap berusaha membopong ibu mereka.Sorot matanya selalu teduh sarat tak tega.
"Bang aku bisa." Tangan izza mencoba merebut tubuh ibunya dari tangan Ardan
" Izza kita bawa ibu bareng." ardan sekali lagi meyakinkan izza dengan sorot matanya yang sayu, Ardan tau Izza tak akan mampu membawa ibunya ke rumah sakit sendiri. Mereka berjalan beriringan membelah kerumunan orang orang yang sengaja berhenti untuk menonton mereka dari pinggir jalan. Secepat mungkin Ardan memasukan tubuh ibunya kedalam mobil ambulance.
" Lebih cepet ya pak." Ardan menarik tangan ibu mereka memastikan denyut nadinya tetap berdenyut seirama dengan miliknya. Izza dengan cepat memalingkan mukanya ke arah lain Mengusup mukanya dengan perlahan.Ketakutan kini sedang menguasainya.

     Izza memasuki kamar yang ada di IGD.Ruangan putih itu, sangat sering ia kunjungi,malah ia hafal dengan baik tiap sudut" nya. Di situ, terletak sebuaah ranjang yang di ditempati ibu setengah baya dengan nafas yang mulai tak teratur. Izza duduk di kursi  yang sengaja diletakan disamping ranjang pasien.Ia berusaha tidak menumbulkan suara.Ibunya harus tidur pulas tanpa ada gangguan dari mana pun.Tanggan Izza terulur membelai lembut kepala ibunya.Beberapa bulir air mata jatuh tanpa ia sadari. Hal itu membuat ibunya terbangun.Segera Izza mengusap air matanya. " kok kebangun bu?. Mau minum? " ibu Izza hanya mengejapkan mata lalu berusaha untuk mendudukan dirinya. Dulu dokter memvonis ibunya terkena gangguan disosiatif.
Hal itu membuat ibunya mengalami gangguan parah pada identitas, ingatan, dan kesadaran akan diri sendiri dan lingkungan nya.Sulit bagi beliau untuk mengingat apapun. Seberapa keraspun izza mencoba membuat ibunya mengingat Izza kembali. Ditambah lagi komplikasi autoimun yang membuat beliau sering kali keluar masuk rumah sakit.
" Ibu maaf ya izza pulangnya telat. Tadi nggak ada yang ngingetin ibu minum obat ya?."
Izza berusaha menahan tangisnya lagi. "kamu siapa?." Izza meraih sebuah tangan yang sudah mulai mekeriput itu ke pipinya. " Ini Izza bu. Anak ibu." Satu bulir air mata kembali jatuh.
"Izza siapa?." Raut muka ibunya berubah menjadi binggung.
" Ini Izza ibu.Masa nggak ingat lagi." Izza memalingkan mukanya berusaha sekali lagi menahan tangis yang hapir pecah.Dadanya terasa terhimpit.
Tangan Izza terentang memeluk tubuh ringkuh ibunya " Jangan di lupain lagi bu nama Izza."
Ibunya mengangguk binggung.
" Sekarang ibu tidur. Kalo ibu tidurbesok bisa pulang kerumah."
tak ada pelonakan dari ibu ketika izza membaringkan nya dan menarik selimut rumah sakit yang sudah mulai usang itu.

"sakit apa lagi ibu bang?" Tanya izza kepada kakak sulung nya saat ia sudahberada di luar kamar IGD
"masih sama. autoimun". Izza mendudukan diri. Mengusap wajahnya kasar.
"Disosiatif?"Tanya Izza. 
"Disosiatif  juga. Psikiater yang ngomong. "
"Jangan pikirin masalah keuangan. Biar abang urus."
"Asal bukan dari uang judi aku mau bang."
"Jangan mulai  Za . Situasinya mendesak.Penyakit ibu udah parah. Kamu nggak kasihan sama ibu?."
"Aku yang bakal usaha bang. Abang gausah khawatir." Teriak izza air matanya berlinang lagi.
Izza tau ardan melakukan hal" seperti itu karena terpaksa. Memang sukar mencari uang banyak dalam waktu sekejap.
Izza menghapus air matanya dengan kasar .
"Sekarang abang jaga ibu. Aku bakal cari pinjeman lagi. Kalo ibu nggak ingetabang, ceritaiin pelan pelan siapa abang. Jangan bikin ibu takut. Sindrom ibu baru dua bulan divonis, aku yakin ibu bakal inget kita lagi ."
Izza berharap kakaknya itu sedikit mengerti.
Izza merogoh sakunya mengambil sebuah ponsel. Ia berniat untuk menelfonseseorang, Meski harus menanggung malu, ia harus secepatnya mendapat uangpinjaman.
"Halo kak?"
"Halo za?.Lagi pilek? suaramu aneh."
"Enggak kok kak. Eee... kak abinaya dimana?"
"Di rumah Za. kenapa?"
"Bisa ketemu nggak kak?"
"Oh bisa kok.Mau Dimana Za?"
"Di rumah makan Cempaka kak"
"Otw 15 menit ya ."
"Thanks kak."
"Yoii."
Izza mengahiri panggilan itu secara sepihak. Segera ia memesang ojek online.
Tujuanya sekarang hanyalah bertemu abinaya.
Untuk sementara ini ia akan menggesampikan harga diri, demi ibunya.
sudikan Abinaya membantu dirinya yang tak pernah menghargai perasaan lelaki itu?.

million dreams -hannaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang