Dreams -three

34 4 0
                                    



"Duduk Za."
Izza mengangguk patuh.Ia lantas duduk di salah satu bangku kosong.
"Kenapa?kok kayak genting banget?."
"Kakak kok tau aja.Kayak peramal." Abinaya terkekeh pelan.
"Abis nangis langsung bisa ngereceh ya kamu?. " Izza semakin menunudukan pandanganya.  Jelas abinaya tau. Muka bengkak Izza terlalu jelas untuk tidak di ketahui penyebabnya. Abinaya menekuni wajak gadis itu yang akhir akhir ini  selalu tertuduk bila ditatapnya. Biasanya tidak. Gadis ini selalu menularkan kecerian kepada atmosfer hidupnya. namun kini sinar Izza sering kali meredup, membuat kehidupanya juga ikut merosot.
"Anu kak.. sss... " 
" Apa hmm?." abinaya dengan telaten menunggu gadis itu angkat bicara.
"E... kak aku mau.." Izza menggigit bibir menggantungkan kalimatnya diudara.
"Mau itu pinjem uang.... Ibu masuk rumah sakit lagi." Setelah melanjutkan kalimatnya Izza tetunduk malu.Lagi. 
Tangan abinaya bergerak mengambil kartu kredit di dompetnya.
"Ini bawa aja za. Besok besok kalo butuh apa apa bilang ke aku. Habis makan aku anter pulang sekalian jenguk ibu kamu.oke?." 
"Makasih kak.aku janji bakal gantiin uangnya kok."  Mata perempuan itu berbinar senang.Abinaya seakan  ikut merasakan betapa besar rasa sayang Izza pada Ibunya.
"Iya. Yang penting ibu kamu sembuh dulu."  




"Assalamualaikum bang?"
Ardan terbangun dari tidurnya. Tangan kanan Ardan yang tadinya  menggenggam tangan ibunya terlepas. Mungkin karena kaget.
"Ibu tidur?." Tanya Izza pelan. Tangannya terulur membelai wajah damai Ibunya.
"Iya baru aja dek. Itu teman kamu?"
"Iya."  
Abinaya mengangguk pelan kearah Ardan .
"Za? "  abinaya  memangil Izza dengan setengah berbisik. Gadis itu kemudian mendekat kearah
"Ibu kamu tidur. Besok aja aku kesini lagi. Kalo Ibu kamu belum sembuh mendingan besok jangan masuk dulu ." Abinaya sedikit merapatkan jaketnya.
" Aku pulang dulu ya za"
"aku anter ya kak sampek depan."  Abinaya melirik tak enak kearah Ardan.
Ardan faham. " Za tolong buang botol bekas ini kedepan.nggak enak diliat kalo nimbun sampah."  Abinaya menganguk pamit pada Ardan yang langsung dibalas serupa oleh Ardan.
Izza dan Abinaya melangkah pergi meninggalkan ruang itu. hingga sampai di teras Abinaya mengentikan langkahnya
"Udah di sini aja Za. Daritadi kamu udah di luar terus.Bisa sakit nanti."
"Inget besok jangan maksaiin masuk sampai Ibu kamu sembuh. Aku kasih kamu amanat buat jaga ibu kamu. Bisa di kasih amanat nggak?."
"soalnya ibu kamu itu calon ibu aku juga...."
"hah apa kak?." dahi izza mengernyit  binggung.
"heehhh.... susah ya ngode kamu tu." Izza tetap kekeh pada ekspresi yang sama.binggung dengan perkataan Abinaya.
"aduh, udah nggak jadi. angap aja aku nggak pernah ngomong gitu ke kamu.nggak usah di pikirin.pikirin kesehatan ibu kamu aja."
"Tapi kak naya masa aku izin lagi. ak....."
"Nggak papa aku yang kasi ijin Za." Izza mengangguk tak enak hati.
'Iya kak insya allah.
" Jangan lupa senyum Za. kayak orang sakit gigi aja, murung terus."
sebelum pergi tangan Abinaya masih sempat mengusap lembut pucuk  kepala Izza.






     Seminggu berlalu. Keadaan Ibu Izza masih belum membaik,beliau hanya bisa terbaring lemas di atas kasur. Izza selalu yakin pada sebuah keajaiban.ibu nya pasti sembuh.
setiap saat Izza selalu mencurahkan semua kasih sayang nya kepada pahlawanya itu, mencoba membantu mengembalikan inggatan beliau, meski mungkin besok Ibunya akan terlupa, ia tetap mengingatkan beliau kembali di keesokan hari. Begitu seterusnya, mengajak Ibunya bercanda meski respon ibunya tak seperti yang Ia harapkan. Dan hampir membuatnya menyerah.

        Tentang Abinaya, ia masih sering mengunjungi rumah sakit. Tanpa absen bahkan.
Selama seminggu itu juga Abinaya giat menemani Izza. Bukan tanpa maksud Abinaya melakukan semua hal itu. Izza tau abinaya menyukainya. Tapi ia hanya ingin merawat ibunya tanpa memikirkan hal lainya.Menurutnya  Ibunya lebih membutuhkan kasih sayang nya. masalah Abinaya, biar Tuhan yang menentukan kemana nanti arah hatinya pergi. Tuhan bisa dengan mudah menentukan arah angin yang bergitu rumit. Apalagi jika hanya soal masalah hati nya." 
"IZZA IBU DROP ZAA!!!." Teriak ardan dari belakang.  
Izza yang tadinya termenung dibalkon rumah sakit. hampir terjungkal berkat teriakan kakaknya.Segera Ia berlari kencang menuju Ibunya. Terlihat kamar  inap ibu nya yang sengaja di tutup karena ada  penangan kusus yang sedang berlangsung  di dalam sana. Tubunya tersungkur begitu saja didepan pintu.
"IBU IBU!!!!." Izza meraung raung dia tidak ingin Ibunya kenapa, air mata nya terus mengalir deras.Dadanya terasa semakin terhimpit.

"Izza udah Izza yang tabah!!!. Ada abang disini." Ardan memeluk tubuh mungil adiknya yang semakin kurus saja.
"ABANG KOK DIEM AJA SI!! TOLONG IBU ABANG!!!" izza meronta" didalam dekapan kakaknya.
"Abang ga bisa apa apa Izza.. kamu tenang dulu ya?. Dokter masih berusaha . Kita doain Ibu bareng bareng. "
Izza pasrah.Dia termengung di dalam pelukan kakaknya. Ardan benar ia harus tabah.



million dreams -hannaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang