dreams. - one

136 15 12
                                    


    Terik matahari menyengat kulit. menyinari Izza ampun.
Beberapa kali matanya memincing mengarah ke bumantara nan biru cerah itu.
Udara musim panas yang dihembuskan oleh sang bayu sedikit membuatnya sesak.
Pandanganya kini terpaku pada salah satu celah awan yang ada dilangit.

"Izza inala!." Izza tersentak kaget. segera Izza mengerakan tangan nya dengan cepat meraih apapun yang kotor di meja pelanggan. Ini kali keduanya ia di tegur kak abinaya. Atasan kerjanya. Izza Melamun lagi. Selalu seperti itu. Dengan cekatan tangan mungilnya menghigap dari satu meja ke meja lain sehingga dengan cepat ia sudah mendapat banyak cucian kotor lalu membawa barang barang itu ke belakang untuk segera dicuci.
Izza menarik sarung tangan lalu mencuci dengan hati hati. Gelas ini mahal za jangan sampek kamu pecahin. Izza terus mengulang kalimat itu didalam hatinya.
"Mikir apa Za?" suara Abinaya dari belakang tak membuat nya kaget. Ia sudah terlalu hafal dengan urutan kejadian ini. Seperti de javu malahan.
" Biasa kak, iseng. " Izza memjawab sekena nya. Ia sudah tak punya alasan lagi untuk ia jadikan alibi. Padahal pikiranya sedang melayang nun jauh di udara.
" Mau istirahan dulu?." Pertanyaan Abinaya seketika itu di tertawakan oleh Izza
" Aku ini kerja kok kelihatanya malah kayak pindah tidur gini." Abinaya ikut tersenyum.
Izza kini meletakan gelas itu pada tempat nya. Lalu memalingkan wajah kearah bosnya itu
kemudian mengangkat jari kelingkinya ke udara " Aku minta maaf deh kak. Janji nggak bakal ngelamun lagi.Kakak Pasti bosen nggingetin aku!"
Abinaya hanya tersenyum miring lalu menepis pelan tangan izza " Alah gembel.gitu aja tiap hari!"
"Sana balik ke depan Ia."
izza meringis kemudian melangkan pergi. Apapun alasan izza. Hal itu selalu sukses membuat Abinaya tersenyum.


      Cakrawala sedang bersedih. Cuaca mudah sekali berganti ganti .Mega mendung terlihat memenuhi tempatnya masing masing. Mungkin sebentar lagi musim panas akan segera berlalu.Tetapi mendung belum tentu hujan nya. Tak ada yang bisa menentukan cuaca juga nasib. Izza memincingkan matanya memandang langit. Mencoba menjadi peramal cuaca di sore ini.
" Udah sore Za, nggak pulang?"
teriak abinaya di balik meja kasir, Izza melirik jam tangan using nya
"Nunggu Nayu buat gantian shif kak, ban dia bocor" sahut Izza .
   Pandanganya sesekali menyapu pelataran café yang mulai ramai,Sore semakin tak nampak. Senja sebentar lagi mungkin di kelambui oleh gelap.PikiranIzza dipenuhi wajah Ibunya yang mungkin sedang mencari dirinya karena telat pulang.

" Udah nggak usah ditunggu pulang aja Za!"teriak Abinaya masih di tempat yang sama.
" Emang boleh kayak gitu. Nanti tempat aku kosong gimana?" kata Izza.
"Pulang aja dari pada kemaleman." beruntung Izza memiliki atasan yang baik. Izza patuh mengabil beberapa barangnya dibelakang.
"Kak aku pulang" pamit Izza pada Abinaya sambil mengisi absen pulang nya.
"Tunggu Za" tanggan Izza dicekal oleh abinaya ketika perempuan itu hendak pergi.
"Kamu dapet hukuman dari aku !." tukas Abinaya. Badan izza seketika menegang.
"Gak perlu Tegang gitu. kamu gak usah naik angkot aku anter pulang. itu hukumanya." Izza kembali bernafas lega. Untung pikiranya yang aneh-aneh itu tidak benar-benar terjadi.
"Udah ayo naik."
"Eh enggak kak ga enak di liat yang lain."
"Santuy Za. Namanya juga hukuman, makanya harus nurut. cepetan!."
Izza menghela nafas.
"hukuman yang lain deh. Jangan dianter pulang.Aku malu kak."
"Uda...."
Izza meletakan jari telunjuknya dibibir, sengaja dia mengambil ponsel dan meletakan benda itu ke daun telinga.
"Halo ? apa bu? iya ini mau pulang... iya iya bentar..." Untung Izza sudah terbiasa mengunakan alibi seperti ini.
"Loh kan kak, aku udah di tunggu Ibu. Udah aku pulang dulu ya dari pada debat disini kasihan ibu udah nunggu dirumah."
Izza segera melesat sebelum ditahan lagi. Tangan izza bergerak menghentikan sebuah angkot berwarna biru yang kebetulan lewat.

drtttdrttt...
ponsel izza bergetar tanda pesan masuk.

Dari : Bang Arkan

" Ibu kambuh. Cepet pulang za. Ambulan nya udah mau nyampek dirumah. "

Dada izza seperti terlecut petir.Baru saja ia ingin melefon Ibunya,mengingatkan beliau untuk meminum obat. Tiba" matanya sudah dipenuhi embun kristal yang siap jatuh.
Perlahan Izza menyenderkan kepala,memijit pelipisnya pelan. Hanya dua hal yang memenuhi pikiranya : mencari uang pinjaman dan juga ibunya.




**********************************************************************

hai readers!!. how about my work?...
kalo mbosenin koment ya...... biar nanti aku refisi^^
btw yang mau next chapter koment disini....






million dreams -hannaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang