Space of Life (2)

6 3 0
                                    

"Kehidupan gue gak secerah yang lo kira. Setiap orang punya prosesnya sendiri dalam menjalani hidup, iya kan? Gue juga percaya, setiap kehidupan seseorang sangat berharga."

Fania menghembuskan napasnya lelah. Kepalanya pusing karena terlalu banyak menangis. Dia tak mengerti kemana arah pembicaraan Gilang kali ini. Dia juga tak tau kalau Gilang punya pemikiran sedalam itu mengenai hidup.

Yang mengganjal pikirannya, jika Gilang berpikir seperti itu mengenai hidupnya sendiri, kenapa masih mau bertindak bodoh dengan mengakhiri hidupnya yang berharga?

"Gue cuma mau bilang. Seingin apapun gue lompat dari atas gedung, gue gak akan pernah bisa! Lo tau kenapa? Gue punya tanggung jawab yang harus gue emban."

____***____

Fania menyimak. Dia menunduk. Matanya sudah bengkak karena menangis sejak tadi. 

"Gue cuma mau bilang lagi. Tadi, gue emang di atap gedung buat bolos makulnya Bu Sekar. Gila aja, itu dosen bikin gue ngantuk, dari pada suntuk, mending bolos kan?"

Tersentak. Jadi Fania tadi salah mengira kalau Gilang mau bunuh diri? Fania makin menunduk. Semakin menyadari kebodohannya yang sangat amat membuatnya tak punya muka untuk bertemu Gilang lagi, setelah ini!

Fania berniat berdiri dan pergi saja dari ruangan itu!

Bayangkan saja, sudah jadi pahlawan kesiangan, tapi justru salah sasaran!

Fania jadi merasa bersalah. Lebih lagi, salah tingkah! Dia sudah berteriak seperti orang gila! Dan justru dia sendiri yang malu pada akhirnya!

"Eh." Gilang meraih pergelangan tangan Fania, kemudian memaksa cewek itu untuk duduk. Dengan enggan, Fania menurut.

Fania terkejut. Gilang membawakan salep untuknya? Cewek itu mengaduh saat ujung jemari Gilang menyentuh lututnya yang tergores. Ia juga meringis saat Gilang mengurut pelan pergelangan kakinya yang kesleo.

"Coba berdiri." Gilang membantu memegangi kedua tangannya saat Fania berdiri dan nyaris jatuh. Tapi dia merasa kakinya sudah tak begitu sakit.

"Lo bakat jadi tukang urut." mata Fania membulat takjub.

"Sebenernya gue pingin ambil kuliah kedokteran." Gilang membereskan salep yang telah ia gunakan.

Fania tak mengerti. Kenapa?

"Masih di univ yang sama kok." Gilang terkekeh melihat tampang bingung Fania. Sejak tadi cewek itu ingin membuka suara, tapi selalu tertelan. membuatnya terlihat seperti ikan yang megap-megap. 

Kembali duduk, Fania dan Gilang duduk bersebrangan.

"Nyokap gue pingin gue masuk Manajemen, tapi bokap pingin gue ambil jurusan Hubungan Internasional. Gara-gara sebel dengerin mereka berantem, akhirnya gue milih Kimia. Hahaha."

Sinting! Ada gitu, orang seperti Gilang di dunia ini?

"Kenapa pindahnya ke kedokteran?"

"Terserah gue lah, orang gue yang kuliah!" 

Wajah menyebalkannya kembali! Fania ingin menimpuknya dengan tabung reaksi!

"Mati aja sana!" Fania berniat pergi lagi, tapi, lagi-lagi ditahan.

"Mau kemana?" 

"Masuk kelas lah!" Ucap Fania sewot. Berada satu ruangan dengan Gilang lebih lama hanya akan membuat emosinya terkuras habis!

"Udah jelek, berantakan, mata kaya bola pingpong, kalau lo masuk kelas, pasti dikira orang gila!"

Fania makin bersungut. Misuh-misuh dalam hati. Tuh kan, baru 10 menit lalu bersikap baik, sekarang sifat aslinya sudah kembali!

Space of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang