04. (B) K

9K 1K 170
                                    

Selamat membaca🌈


Senyum merekah Aila nampak menyayat hati Syera. Ia belum pernah melihat senyum sang putri selebar itu semenjak Farhan dinyatakan meninggal karena terlalu kelelahan hingga terkena serangan jantung.

Aila yang biasanya betah di dalam gendongan Syera, kini balita itu mau berjalan sendiri karena adanya Idris. Interaksi keduanya persis seperti seorang ayah dan anak, terlihat jelas dari kejauhan Aila sedang memegang cup ice cream dengan mulut yang belepotan, sesekali balita itu tertawa riang sembari menubrukkan badannya ke tubuh Idris yang disambut pelukan hangat oleh pria itu.

Awalnya, Syera akan pergi mendampingi santri untuk hafalan bersama Aila, tapi tiba-tiba ia terkejut saat Aila meneriakkan 'abi' begitu kencang pada segerombolan pria yang baru saja keluar dari masjid yang ada di dalam pesantren dan di antara salah satu dari mereka ada Idris.

Melihat itu, langsung saja membuat Syera menegur halus putrinya tapi justru membuat Aila kembali meneriakkan 'abi' semakin keras sembari merentangkan kedua tangannya seoalah minta digendong.

Saat keasyikan membujuk sang putri, Syera tak sadar jika Idris mendatanginya dengan senyum ramah sembari mengucap salam. Suara kegirangan Aila yang memekik sama seperti tajamnya pisau yang menancap ke ulu hatinya. Balita itu dengan semangat tersenyum gembira seraya mengulurkan kedua tangan ke depan mengharapkan gendongan Idris.  Namun, dengan sigap Syera melangkahkan kaki mundur dan menurunkan kedua tangan Aila.

Berbanding dengan Idris, pria itu dengan sabar kembali membujuk Syera seperti sebelumnya agar bisa bermain dengan si gadis kecil yang selalu enggan turun dari gendongan uminya itu. Berkali-kali pula, Aila meronta di dekapan Syera meminta digendong Idris.

'Abi.' Sapaan lirih bercampur kerinduan yang berulang kali Aila lontarkan ketika menatap Idris membuat hati Syera tak mampu membendung rasa belum ikhlas atas kepergian suaminya.

Berakhirlah Syera mengizinkan putrinya bersama Idris dan bermain dengan pria itu. Sedangkan dirinya memutuskan untuk pergi menyelesaikan tugasnya; menemani santriwati hafalan Quran.

Setelah usai dengan pekerjaannya, Syera kembali menemui putrinya di gazebo taman di mana Aila dan Idris berada. Masih jauh dari tempat tujuan, Syera tertegun mendapati Aila yang terlihat tertawa puas di pangkuan Idris.

Perilaku Aila mengharapkan kehadiran seorang ayah nampak jelas ketika Aila sering merentangkan tangan kepada Idris untuk sekedar meminta rangkulan atau gendongan. Balita itu seakan merasa nyaman dan bahagia tanpa beban tiap kali bibir Idris bergerak entah berucap apa.

Syera menarik napas panjang lalu mengembuskannya. Menutup mata, menghalau air mata yang mungkin bisa luruh sekarang juga. Dengan perasaan tak beraturan, Syera membuka mata dan berjalan mendekati putrinya.

"Assalamu'alaikum." Kedatangan Syera menghentikan tawa Aila, rona merah tercetak jelas di pipi balita itu tanda ia telah lama tertawa.

"Wa'alaikumsalam." Idris menunduk setelah menjawab salam Syera, mengelus pucuk kepala Aila yang berada di pelukannya dengan lembut dan menahan kekehan gemas kala mendengar suara Aila yang riang gembira mengudara.

"Umi! Abi jahat tau! Masa pipi Lala di kasih ice cream!" adu Aila pada Syera dengan menggemaskan.

Syera tersenyum kikuk, turut bahagia mendengar putrinya senang dan sedikit risih melihat Idris yang tiba-tiba mengecup pucuk kepala Aila seperti kegiatan almarhum suami semasa masih hidup.

Hanya Mas Farhan cinta pertama putriku! batin Syera menahan nyeri di dada.

Kepala Syera hanya mengangguk menanggapi. "Pulang, yuk! Makan siang, pasti Bang Iza udah pulang dari sekolah! Kalau nggak cepet-cepet pulang nanti abang keburu ke pesantren dan Lala nggak bisa ketemu abang," ajaknya.

(Bukan) KeluargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang