Happy Reading!
Hari ini, Kezia kembali melangkahkan kakinya memasuki kawasan Alegre Senior High School. Hanya saja, kini ia sudah sedikit tahu tentang gedung-gedung serta letak ruangan di sekolahnya dan ia resmi menjadi siswi ASHS.
Kezia berjalan ke arah kelasnya, sambil menelepon. Terlihat ia sibuk dengan kepindahannya ke asrama. Ya, semua murid ASHS diwajibkan tinggal di asrama selama menempuh pendidikan di sana. Tentu hal ini menjadi suatu keuntungan baginya karena ia bisa hidup terpisah dengan keluarganya.
Setelah dirasanya selesai dengan urusan kepindahan, Kezia melepas tasnya di tempat duduk lalu menuju lapangan unutuk berbaris. Apel pagi tak berlangsung lama, hanya pembinaan pimpinan sekolah yang membuatnya lama. Di atas podium, Kepala Sekolah menyampaikan segala amanatnya. Berbeda dengan kebanyakan murid lain, Kezia mendengar dengan penuh hikmat.
"Terlebih untuk para siswa, jaga sikap kalian. Jangan rusak nama baik sekolah. Bapak tidak ingin dengar lagi, kalian terjerat kasus kenakalan remaja. Mengerti?"
"Siap. Mengerti, Pak!" seru para siswa serentak. Biasa, formalitas.
Kepala Sekolah mengangguk sebagai respons, lalu melanjutkan perkataannya, "Kalau mau terkenal itu pakai prestasi, bukan bikin malu. Contoh teman kalian, Davian Ragakarsa. Dia lagi-lagi mendapat juara 1 Olimpiade Ekonomi Provinsi, dan akan mewakili Provinsi kita ke tingkat Nasional. Ini baru pantas di puji." paparnya, memanggil Davian untuk tampil ke depan.
Tak lama, sudah berdiri seorang lelaki berperawakan tegap di samping Kepala Sekolah. Kezia melongo seketika.
"Itu anak tukang bolos, tapi pinter ternyata," ungkapnya refleks.
"Eh, kalo diliat-liat ganteng juga, pinter lagi," tambah gadis itu. Rupanya ia mulai kagum.
Setelah membangga-banggakan Davian, seluruh murid pun diperkenankan untuk kembali ke kelas. Akan tetapi, kegiatan KBM belum berlangsung, karena ada rapat mendadak antarguru.
Kezia duduk di tempatnya. Mulai mengobrol dengan teman dekat tempat duduknya. Ia memang sudah akrab dengan mereka--seperti bukan siswi baru, karena ia sangat supel dan sksd.
Kezia memutar kursi ke belakang, menghadap Mauren. "Eh, Ren, si Davian kelas berapa?" tanyanya langsung.
Mauren menaikkan alisnya, "Davian? Yang di depan tadi maksud lo?" Kezia mengangguk. "Sebelas IPS satu. Ngapa? Suka?"
Kezia tampak berpikir, "Belum, sih. Bentar lagi mungkin," jawabnya terang-terangan. Mauren memutar bola mata. Baru kenal kemarin, tapi Mauren sudah tahu sifat asli Kezia. Mata keranjang, gak bisa lihat cowok ganteng.
Pandangan Kezia beralih ke Michelle yang sejak tadi diam. "Kenapa, Sel? Lo bisu?" tanyanya, agak kasar. Terlalu frontal memang Kezia ini.
"Males ngomong kalo ada lo." Michelle membalas jutek.
Wajah Kezia seketika berubah. "Sakit hati nih gue, nyelekit bet ucapan lo," ungkap Cheera, jujur. Michelle mengendik acuh.
"Eh, kalian pada mau beli, nggak?" Tiba-tiba Karin--Ibu Kantin kelas mereka, datang menawarkan dagangannya. Ia membawa terang bulan mini, pisang cokelat-keju dan tahu isi, masing-masing 1 tupperware besar.
Mata Kezia seketika berbinar melihat terang bulan. Segera ia menggoyang-goyangkan tangan Michelle, meminta dibelikan. Michelle menghempas tangan Kezia begitu saja, "Apaan lo? Minta dibeliin?" Kezia mengangguk semangat. "Ogah!" sembur Michelle langsung.
Kezia cemberut, "Ih, Misel, kan lo orkay, traktir gue dong," pintanya.
"Gue bukan mak lo!"
"Gue bongkar nih rahasia lo," ancam Kezia. Michelle menatapnya angkuh. Rahasia? Mereka saja baru kenal kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oxygen
Teen Fiction"Mengenalmu, adalah keberuntungan terbesarku." Ini bukan tentang cowok most wanted yang bertemu gadis menarik. Bukan pula gadis cuek yang dikejar laki-laki playboy. Ini hanya sepenggal kisah, tentang Davian dan Kezia. Davian bukan cowok yang kelewa...