1. Sang Pendatang

65 16 41
                                    

Aku hanyalah seorang siswa SMA biasa, yang kini tengah berlari karena sedikit terlambat. Tak peduli seberapa cepat berlari, yang penting adalah sampai di sekolah.

Aku tidak percaya tentang ikatan pertemanan. Bagiku mereka hanyalah seorang penjilat munafik uang mengeluh-eluhkan dirinya sendiri.

Ayahku selalu bilang, tidak perlu memiliki banyak teman. Ataupun berusaha keras untuk mencarinya. Suatu saat kau akan menemukannya.

Tentu saja, aku meyakini itu.

Terkadang aku mempertanyakan tentang keberadaan diriku sendiri. Aku berada di dunia dimana orang baik yang diam dianggap sebagai penjahat, sedangkan orang jahat yang bersuara di anggap pahlawan.

Itu hanya pendapatku.

Kenyataannya setiap sudut pandang seseorang berbeda. Aku tak bisa memaksakan sudut pandangku sendiri terhadap orang lain.

Aku pernah membenci diriku sendiri. Mengapa aku harus selalu menjadi apa yang orang lain inginkan? Mengapa aku tidak bisa menjadi diriku sendiri. Akhirnya aku hanya bisa terus mengeluh pada-Nya. Aku selalu bertanya mengenai takdir seperti apalagi yang disiapkan-Nya untukku.

Mungkin inilah saatnya aku menerima hukumanku karena telah meragukan kuasa-Nya.

Siapapun, tolong aku!

Aku menjerit dalam hati, mengabaikan kenyataan bahwa tidak akan ada seorangpun yang mendengarku.

Nafasku semakin memberat seiring dengan kakiku yang mulai mati rasa. Namun, aku tidak boleh berhenti. Walaupun kakiku bergetar, aku tidak boleh berhenti. Setidaknya sampai dua makhluk di belakangku juga berhenti.

Aku tidak tahu apa itu. Namun aku yakin makhluk itu ada di film-film fantasi. Makhluk seperti manusia, namun bertubuh besar dan kekar dengan pedang besi besar yang mereka bawa. Langkah kaki mereka nyaris membuat tanah bergetar. Namun, kenapa hanya aku yang bisa melihat makhluk itu, atau yang sering disebut orc itu.

Nafas mereka yang menggema di udara mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat. Mata merah mereka menatapku seperti seekor santapan mereka yang sangat lezat

Aku masih ingin hidup.

Aku benar-benar tidak tahu dari mana mereka berasal. Meminta tolong pun sia-sia, tidak ada yang mendengarku dan melihat mereka.

Sesaat aku merasa, sepertinya hari ini ajal akan menjemputku. Namun, entah dari mana sebuah kepulan asap hitam muncul, perlahan melilitku dan menyelimutiku dalam kegelapan pekat.

Bruk!!!

Lalu aku dapat merasakan rasa sakit di kepalaku. Ini karena kepalaku terlebih dahulu yang menyentuh permukaan dingin dan keras ini. Marmer mungkin?

"Heh apakah ini Sang pendatang?"

Sepertinya aku mendengar sosok gadis sedang berbicara. Mungkin hanya halusinasiku saja akibat benturan keras tadi.

Aku mencoba bangkit dari posisiku yang bagaimana. Yang jelas aku tidak dapat merasakan kakiku lagi.

"Ya Ampun, lelaki yang sungguh menyedihkan."

Masih dengan suara yang sama, suara yang benar-benar menyebalkan. Membuatku ingin melupakan bahwa yang mengatakan itu adalah seorang wanita.

Akhirnya dengan susah payah, menahan kepalaku yang rasanya seperti terbelah menjadi dua, aku berhasil membuka mataku. Pandanganku yang kabur perlahan menjadi jelas.

Kilatan cahaya menyilaukan mataku saat aku mendongak ke atas. Aku melihat sebuah lampu kristal yang sangat mewah seperti di istana menggantung diatas sana. Sepertinya aku masih dijalanan seperti orang gila saat aku terlibat kejar-kejaran tadi.

The Soul Of The LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang