Tuyul Oh Tuyul

6.9K 156 0
                                    

Rusno memijat jari tangan Karti. Sang istri menarik telapak tangannya yang terasa seperti disayat. Digerakkan kepalanya yang sedikit berat. Aroma minyak kayu putih tercium tepat di ujung hidung.

Nanar ditatapnya sekeliling ruangan. Masih di kamar yang sama, kamar yang dia dan suaminya ciptakan dengan nuansa mistik. Rusno meraih kepala sang istri dan diletakkan di pangkuan.

"Ini jalan yang kita pilih, kita harus siap menghadapi segala risikonya," ucap Rusno lembut sambil membelai kepala istrinya.

Karti tetap terdiam. Ditatapnya bocah gundul yang sedang melahap bubur putih dengan rakus. Perlahan dia bangkit dengan memegangi kepalanya yang masih pening.

"Ini yang akan membuat kita kaya, Kang?" tanya Karti seolah tak yakin.

"Iya, kita harus mengasuhnya seperti anak sendiri," jawab Rusno menatap manik mata sang istri.

Karti mencoba berdamai dengan perasaannya sendiri. Segala rasa tak nyaman dia singkirkan jauh-jauh. Berkali-kali dia katakan pada dirinya, bocah gundul itu yang akan memberikan banyak uang untuknya hingga mereka bisa melunasi hutang-hutangnya, membeli makanan enak, perabot mewah dan menjadi orang kaya yang diperhitungkan di tengah masyarakat yang selama ini memandang seseorang dari harta yang dimilikinya saja.

Dengan menahan napas, dibopongnya bocah ingusan itu ke kamar mandi. Dimandikannya bocah gundul itu layaknya anak sendiri. Dibersihkan bisul berbanah di pelipis kanan dan lendir yang terus keluar dari hidung si tuyul.

Meski belum seperti anak manusia yang terawat, sekarang tuyul itu sedikit bersih. Rusno mengarahkan Karti untuk menyusui si tuyul. Makhluk mungil itu menyucup darah ibu asuhnya penuh suka cita.

"Sudah nenennya, ayo kita jalan-jalan," ajak Rusno sambil melambaikan tangan.

Si Tuyul berlari ke arah Rusno. Dia bergelayut manja dalam gendongan tuannya. Rusno ke luar rumah menghirup udara segar, meski dirasanya desa ini lebih gersang setelah empat bulan dia tinggalkan. Kedua tangan Rusno bertautan di belakang punggung. Si Tuyul sangat menikmati suasana yang ada.

Derit bambu di belakang rumah, mereka tinggalkan. Keduanya menyusuri jalan yang cukup sepi karena umumnya warga masih beraktifitas di sawah atau ladang mereka. Langkah Rusno terhenti saat melihat seorang wanita bertubuh gempal sedang memukul kasur yang dijemur di halaman rumah. Dia adalah Yu Darmi, yang kerap menyindir Karti karena sering berhutang di warung.

"Ayo, kamu ambil uang di rumah itu! Di sana banyak uang," perintah Rusno sambil menunjuk rumah bercat biru tua yang terbuka pintu depannya.

Si Tuyul mengangguk-angguk paham. Diturunkannya bocah gundul itu kemudian melesat cepat ke dalam rumah yang ditunjuk tuannya. Tak berapa lama si tuyul keluar dengan wajah sumringah. Dia berlari mendekati Rusno, di bukanya sedikit kantong yang tadi dipanggulnya, diperlihatkan beberapa uang berwarna hijau.

Cepat-cepat Rusno merengkuh tubuh mungil si tuyul dan menggendongnya kembali. Segera mereka tinggalkan tempat tersebut. Rusno terus berjalan ke arah selatan. Langkahnya kembali terhenti, tak jauh dari tempatnya berdiri, sebuah pos kamling dari bambu terlihat ramai, beberapa penjudi masih duduk di sana
seperti biasa.

"Di sana juga banyak uang," ucap Rusno sambil menurunkan si tuyul.

Tuyul itu berlari menuju pos. Orang-orang yang sedang memainkan kartu reminya tak menyadari ada makhluk yang datang diantara mereka. Si tuyul berjongkok pada sela orang-orang yang bersila. Dia melihat wajah mereka satu-persatu. Matanya ikut memperhatikan kartu-kartu yang dibanting bergantian. Dia ikut tertawa saat seseorang mengoleskan arang di wajah ataupun memasang jepit jemuran di dagu, hidung ataupun telinga kawan bermainnya.

Rusno menunggu cukup lama, sekitar lima belas meter dari pos. Berkali-kali ditengok sang tuyul yang sedang menjalankan aksinya. Sedikit gemas dia mendekat ke arah orang-orang yang sedang berjudi. Ternyata tuyul itu justru menonton permainan remi sehingga dia lupa mengambil uang mereka.  Rusno berusaha tak marah. Dengan santai dia menyapa penjudi yang pernah menusuk hati dengan lidah tajam mereka.

"Wah asyik sekali nih mainnya," tegur Rusno saat duduk di pinggir ambalan pos.

"Hei, orang kota, mana oleh-olehnya?" todong Tono yang langsung melihat kedatangan Rusno.

Lelaki jangkung itu hanya terkekeh. Beberapa yang lain menoleh. Sementara si tuyul juga terkejut saat mendengar suara pemiliknya. Segera dia tersadar. Diintipnya saku orang-orang yang duduk di sana. Dipilihnya lembaran berwarna hijau dan segera dimasukkan ke kantong yang dipanggul di bahunya.

"Ah, akang bisa saja," jawab Rusno mencoba tak memancing kecurigaan.

"Orang kota kok hitam!" cibir Parjo, preman desa bertato naga.

Rusno berusaha tak tersulut emosi. Setelah memberi isyarat pada tuyul peliharaannya dia segera beranjak dari tempat duduknya.

"Ayo semua, saya pulang dulu," pamit Rusno.

Rusno meninggalkan tempat itu dengan perasaan bahagia. Digendongnya sang bocah gundul pulang ke rumah. Dia mempercepat langkahnya agar segera sampai. Didorongnya pintu rumah dengan tergesa.

"Karti, Karti... lihat!" Rusno melongok semua ruangan.

Karti yang sedang memberi makan ayam-ayam tergopoh-gopoh menemui suaminya.

"Lihat apa yang kami bawa!" kata Rusno saat berpapasan dengan Karti di dapur.

Rusno dan Karti menuju kamar khusus yang berada di bagian belakang. Si tuyul menuang isi kantong yang dipanggulnya ke dalam bakul bambu. Dengan senyum bangga dia menatap kedua majikannya.

"Oh, banyak sekali! Kita akan cepat menjadi kaya, Kang," Karti memekik dan berjingkrak-jingkrak.

"Sttt." Rusno menempelkan telunjuknya di bibir. "Jangan berisik, nanti tetangga curiga," bisiknya mengingatkan sang istri.

Karti masih terbengong-bengong heran. Dikepalainya terbayang makanan lezat dan barang-barang yang selama ini ingin dibelinya. Sementara bocah gundul itu menatap Karti penuh harap. Menunggu upah atas kerja kerasnya tadi siang.

BERSAMBUNG

#CerbungChallenge
#ILOWNA
#Infinitylovink
#KarmaPesugihanPart_5
#AnPurbalien

KARMA PESUGIHAN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang