Horang Kaya

6.3K 137 2
                                    

Wajah Karti memerah. Dia ingin sekali memuntir bibir Yu Darmi yang bicaranya terlalu maju. Namun dia berusaha menahan diri. Tangannya mengepal menahan marah. Kemudian Karti mengambil napas panjang untuk meredakan sesak di dadanya. Sebisa mungkin dia tersenyum.

"Iri tanda tak mampu lho, Yu Darmi," kata Karti dengan suara yang sengaja ia lembutkan. "Yu Darmi sih memang kaya, tapi nggak pintar merawat tubuh, makanya suami jadi lirik sana-sini." Karti sengaja menyemash musuhnya dengan isyu yang sudah menjadi rahasia umum.

"Huh, dasar perempuan binal!" umpat Yu Darmi.  Dia berusaha maju menggapai Karti. Untungnya ibu-ibu sigap melerainya. Mereka memegangi tubuh gempal Yu Darmi yang terus memberontak. "Lepaskan saya...!"

Yu Dimah sebagai pemilik warung terlihat sangat panik. Cepat-cepat dia memberikan kembalian bayaran hutang Karti.

"Sudah sana pulang, Kar," suruh Yu Dimah.

Karti menerima uang itu dan melenggang pulang.

"Awas ya, Kamu. Berani menggoda suamiku, tau sendiri akibatnya!" teriak Yu Darmi dengan mata merah.

Karti menoleh dengan tersenyum dan melambaikan tangan. Dia seperti sengaja meledek Yu Darmi yang sudah kehilangan kontrol dirinya.

***

Bulan demi bulan terus berganti. Banyak yang sudah berubah pada keluarga Rusno. Rumah yang sudah direhab menjadi lebih layak untuk ditinggali. Lauk pauk enak yang selalu tersaji di meja makan. Sepeda motor yang bisa mengantar mereka ke mana saja ketika ingin pergi. Yang paling menonjol adalah penampilan Karti.

Gawai yang hampir tak pernah lepas dari tangannya menjadikan pergaulan dan wawasannya bertambah luas. Dari hasil tanya-tanya pada Mbah Google dia belajar lifestyle. Tak heran, kini rambut hitamnya tergerai menjadi lurus setelah direbonding. Wajahnya menjadi lebih cling setelah rajin facial di salon kecantikan. Apalagi dengan day cream dan night cream yang selalu dia gunakan. Padu padan pakaian yang membuatnya terlihat semakin sedap dipandang.

Tak lupa, Karti juga mengikuti kursus personal development secara online, sehingga attitudenya semakin bagus. Tingkah laku dan gerak-geriknya semakin anggun seperti wanita-wanita ningrat.

"Mau ke mana, Yu Dimah? Silahkan mampir," sapa Karti melihat Yu Dimah yang berjalan di depan rumah Karti dengan tergesa.

"Eh, mau manggil dukun, Wong Ayu. Suci mau lahiran," jawab Yu Dimah menyebut nama menantunya yang sedang hamil besar. "Mari, saya duluan."

"Monggo, Monggo, Yu... Semoga lahirannya lancar. Ibu dan bayinya selamat."

Karti kembali asyik dengan gawainya. Dari dalam rumah, Rusno datang menuntun sepeda putri tunggal mereka.

"Ma'e, Ayu difoto dong. Sudah mandi nih, sudah cantik," panggil Ayu yang sudah duduk di atas sadelnya.

Karti menatap gadis kecilnya yang memakai baju warna pink, warna favoritnya sejak kecil. Rambutnya di kuncir dua dengan pita warna senada.

"Siap ya, ayo senyum." Karti memberikan aba-aba saat membidikkan kamera memotret putrinya.

Rusno duduk di samping Karti. Mereka berpandangan dan tersenyum bahagia. Tak berapa lama Karti memberikan ponselnya pada Sang Suami, sementara dia sendiri bangkit dan masuk rumah. Tak berapa lama dia kembali ke halaman membawa tiga cangkir teh manis dan pisang goreng yang sudah agak dingin.

Mereka bercengkerama sambil memperhatikan Ayu yang bermain sepeda. Dari kejauhan sosok bocah gundul berlari-lari sambil mengipas-ngipaskan uang yang berhasil dicurinya dengan perasaan bangga. Namun sayang, sang majikan hanya menatapnya sekilas saja. Mereka kembali asyik memperhatikan anak mereka.

Si Tuyul berjalan gontai. Dia berdiri mematung di pintu rumah. Di pandangnya putri sang majikan dengan tatapan tak suka. Diperhatikan lagi Karti dan Rusno yang sedang tersenyum. Hati Tuyul panas, dia merasa diabaikan. Sesaat kemudian bibir yang tadinya mengerucut itu menyunggingkan senyum.

Tiba-tiba Tuyul melesat, berlari dengan cepat mendekati sepeda Ayu dan mendorongnya dengan keras hingga Ayu dan sepedanya terjungkal. Rusno dan Karti sangat terkejut.

"Awas kamu ya!" Karti memarahi si Tuyul dengan mata melotot. Dia sangat marah.
Rusno langsung berlari menolong Ayu.

"Ma'e, Pa'e, Ayu sakit..." Ayu merintih sambil menunjukkan siku dan lututnya yang berdarah.

Rusno segera membawa Ayu ke dalam rumah sementara Karti masih ngomel-ngomel saat meninggalkan Tuyul yang menyimak ucapan Karti dengan wajah tertunduk.

Malam harinya, Karti enggan menyusui Tuyul. Dia memilih menemani Ayu di kamarnya. Apalagi badan Ayu panas. Karti mengompres dahi dan memijat kaki putrinya.

Tanpa sepengetahuan Karti, Tuyul mengintip dari lubang kunci. Dia tertunduk lesu. Dia merasa cemburu karena sang majikan lebih menyayangi Ayu daripada dirinya. Dia terduduk di balik tembok di samping pintu kamar Ayu.

Rusno belum juga kembali membeli Paracetamol dari apotek. Tiba-tiba Ayu muntah-muntah. Semua pakaiannya basah. Setelah melepaskan pakaian Ayu dan menutupinya dengan sarung, Karti pergi ke belakang hendak mengambil air untuk menyeka putrinya. Namun saat kembali ke kamar dia sangat terkejut melihat Si Tuyul sudah duduk di atas perut Ayu dengan kedua tangan mencekik lehernya. Dengan sisa tenaga Ayu hanya bisa meronta lemah.

"Tolong, tolong..." teriak Karti panik. Baskom yang dibawanya terjatuh begitu saja dan airnya tumpah menggenangi lantai kamar Ayu.

BERSAMBUNG

#CerbungChallenge
#ILOWNA
#Infinitylovink
#KarmaPesugihanPart_7
#AnPurbalien

KARMA PESUGIHAN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang