Kupanggil Dia Langit.
Dia siapa? Bukan siapa siapa, hanya imajinasiku. Tak pernah ada sebenarnya. Hanya saat aku menutup mata, aku membayangkan, lalu dia muncul di belakang. Membawa setumpuk buku yang harus kubaca setiap malam.
"Ini. Belajar yang rajin!" dia menyerahkan tumpukan buku buku itu, dan dengan sigap aku meraihnya.
"Untuk apa aku belajar?" tanyaku dengan nada sedikit gemetar, entah mengapa, aku menahan tangis sore itu, sakit sekali melihat dia hadir tiba tiba.
Dia melirik, tangannya menepuk bahuku, lalu ditatapnya mataku dalam-dalam. Dia tertawa, aku geram. Ingin rasanya kulempar buku-buku yang kudekap erat itu ke mukanya dengan garang.
"Untuk apa aku belajar?" tanyaku lagi, masih sambil menutupi kenyataan.
Dan sambil melipat tangan nya di dada ia menjawab, "Agar kamu tahu banyak hal!"
Tak bisa lagi kutahan airmata. Aku menangis. Menangis sesegukan. Dan langit pun menghilang.
Begitulah. Deperti itu aku menciptakan imajinasiku sendiri. Tak ada pilihan, hanya cara itu yang membuatku merasa tak sendirian. Menghilangkan sesak saat suasana hati berperan seperti roller coaster.
Banyak hari kujalani dengan kepalsuan, dengan terpendamnya semua kenyataan. Kuabadikan dengan selalu perasaan 'aku bersalah'. Honestly, aku berjuang menutupi dan melawannya sendirian. Tanpa caregiver. Tak ada seorang pun.
Sampai pernah suatu ketika seseorang bertanya padaku, "Caregiver itu apa? Atau siapa?"
Aku tak pernah ingin menjawab. Karna memang tak pernah ada yang tahu. Tak boleh.
Tapi kini, pada Langit aku bercerita.
"Caregiver adalah sebutan untuk pendamping penderita gangguan bipolar, atau support systemnya orang penderita gangguan bipolar!"
Kenapa harus pada Langit kujelaskan. Sementara sekian banyak hari kulewatkan untuk tidak sama sekali memerlukan pendampingan. Berharap apa aku ini?!
"Aku butuh caregiver!"
Bodoh! Kenapa kata-kata itu muncul dalam pikiran. Kenapa benteng pertahanan runtuh seketika hanya diri ini berharap belas kasihan?!
Kenyataannya, caregiver hanya menambah rentetan penyiksaan untuk orang-orang bipolar.
Dia orang normal, berbeda jauh dengan orang penderita bipolar. Suatu hari ia akan menyerah untuk bertahan sebagai caregiver, bahkan untuk sekedar "mendengarkan" pun mungkin tak akan pernah ada waktu lagi, hilang sudah segala aktifitas kepeduliaannya sebagai seorang malaikat yang para penderita bipolar sebut ia caregiver.
Aku belajar dari 4 bulan belakangan ini saat aku merasa caregiver ku hilang. Langitku pergi perlahan, menghindar, menjauh lalu menghilang.
Aku kacau, fase depresi mendominasi, it's hard, relationship dan pekerjaaan berantakan, Seroquel XR 300 dan Depakote ER cukup membantu dalam stabilizer mood, tapi rasa bersalah karna telah mengecewakan banyak orang selalu datang, dan aku tidak bisa apa apa, seperti hilang keinginan untuk melakukan apa apa, aku merasa hilang empati, tapi sadar kalau itu salah. Dan selalu menyesal tapi tidak bisa mengendalikan apa apa. kenyataannya aku telah gagal dalam banyak hal dan kehilangan banyak hal juga karena itu. dalam hati aku merasa butuh dukungan, tapi sulit sekali untuk merasa diterima. beberapa kadang menghina tanpa bisa aku membalas. karna aku sadar semua ini adalah salahku, dan aku tidak bisa memperbaiki apa apa.
Dari keadaan itu aku bercermin, malam ini, selarut ini aku berpikir. Belum tertidur. Setelah 4 bulan kekacauan dan penyiksaan itu aku lewati sendirian, masih sanggupkah lisanku berujar, "Aku butuh caregiver! Aku butuh langit!"
Jangan.
Jangan pernah sekali-kali lagi mencari langit atau langit langit yang baru.
Jangan membebani manusia normal hanya untuk mendampingi malam-malam tanpa bisa tidur.
Jangan selalu bermimpi bahwa akan ada yang mendengarkan saat hidup tak mampu berkawan baik.
Jangan menggantungkan penderitaan pada oranglain, karna dia pun sama, sama sama punya masalah dan jalan hidup yang harus dia jalani.
Jangan egois. Jangan lupa bahwa dia bukanlah malaikat, dia hanya manusia. Dia berhak menentukan alur kehidupannya dan berhak atas his life journey yang baik. People come and go, that's life!
Caregiver sejati adalah diri sendiri. Diri sendiri yang harus berjuang melawan dan bertahan hidup. Sampai pada akhirnya Tuhanku berkata, "Selesai, ayo pulang!"
Terimakasih Langit. Terimakasih telah menjadi imajinasiku selama ini.
Besok aku tak akan menutup mata. Tak akan membayangkan kamu sedang berkata, "I'm listening" lagi di setiap malam dan ketakutanku.
Tetaplah menjadi langit, langit tak pernah bersusah payah menjelaskan bahwa dirinya tinggi.
02.20 • Manic Episode
KAMU SEDANG MEMBACA
TERUNTUK JIWA
RandomTeruntuk Jiwa adalah sebuah catatan dari jiwa seorang penyintas bipolar disorder. Baginya, mencatat setiap kata yang berperang dalam pikiran adalah satu-satunya cara untuk bersuara, cara dimana ia bisa menuangkan segala usahanya melewati setiap fase...