"Irene!!" suara cempreng nan lantang itu membuat seluruh murid di ruang kelas 12 IPS 1 mengalihkan pandangan kearah pintu. Disana berdiri seorang gadis dengan wajah merah padam, wajah masamnya itu kerap kali menutupi kecantikan yang ia punya.
Merasa terpanggil, Irene mendongakan kepalanya. Memutar bola matanya malas lalu bergumam, "Masih pagi, astaga."
Gadis yang tadi memanggil namanya melangkah dengan cepat kearah bangku Irene. Baru saja mulutnya hendak berbicara, sebuah buku melayang hampir mengenai wajahnya. "Tugas Matematika gue kok belum lo kerjain sih! Gue enggak mau tahu, pokoknya sebelum istirahat pertama udah beres."
"Iya." jawab Irene singkat.
"Bagus, gue tunggu di kelas gue." gadis berambut hitam legam itu tersenyum puas sambil melangkahkan kakinya keluar dari kelas itu.
Oke, tunggu. Mungkin kalian tidak tahu situasi apa yang membuat Irene kini harus mengerjakan 20 soal matematika itu.
Flashback
Hari ini adalah hari pertama masa orientasi sekolah atau MOS di SMA Garuda. Sudah banyak murid-murid baru yang berdatangan memakai atribut seperti name tag, topi bola, dan sebagainya. Sama halnya dengan Irene, sang cucu dari pemilik sekolah ini juga sudah memakai atribut lengkap MOS-nya.
"Ren, kalo kamu gak mau ikutan MOS gapapa kok. Biar nanti aja masuknya kalo udah belajar." begitu kata ibunya. Namun Irene tidak ingin dibeda-bedakan dengan yang lain, meski dia adalah cucu dari pemilik sekolah ini.
"No, Mom. Aku ingin ikut." Ibunya hanya pasrah dan mengikuti keinginan anak semata wayangnya itu. Irene lantas turun dari mobil yang mengantarnya setelah berpamitan kepada Ibunya.
Hari pertama MOS pun berjalan dengan lancar, namun Irene tidak mendapat teman. Bukan karena tidak ada yang ingin menjadi temannya, namun sifatnya yang dingin terhadap orang yang baru membuat Irene susah untuk didekati. Itu juga salah satu cara Irene agar tidak mendapat teman palsu. Yang hanya ingin mengambil keuntungan karena dia adalah cucu dari pemilik sekolah ini.
Saat akan pulang, Irene memilih untuk ke ruang kepala sekolah sambil menunggu jemputannya. Di ruangan ber-AC itu terlihat pamannya, Jaka yang sedang memeriksa beberapa dokumen.
"Om, aku ikut nunggu disini." kata Irene tiba-tiba.
"Astaga! Renn.. Bikin om kaget aja." Jaka memegang dadanya karena begitu terkejut mendapati Irene kini sudah duduk di sofa yang ada di ruangannya. Jaka menggeleng, Irene memang mempunyai pembawaan yang setenang air. Sampai-sampai dia tidak tahu kapan anak dari kakaknya itu masuk ke ruangan ini.
"Om, tadi aku ke toilet cewe. Wastafelnya kotor banget kayak gak penah dibersiin setahun." ucap Irene sambil menyandarkan badannya.
"Ohh iya? Biar Om kasih tahu OB buat bersihin."
Tanpa mereka ketahui, seorang murid perempuan menguping dibalik pintu kayu yang hanya tertutup setengah itu.
Om? Cewek itu simpenan kepsek? Pikirnya.
Tiba-tiba, pintu kayu itu dibuka. Membuat gadis yang menguping itu terkejut dan bermaksud untuk kabur. Namun kalah cepat dengan Irene yang kini sudah ada di hadapannya.
"Elo nguping?" tanya Irene sambil bersidekap.
Gadis dihadapan Irene mengangkat dagunya tinggi-tinggi. " Buat apa gue nguping, gak ada kerjaan banget ngupingin Kepsek sama simpenannya ngobrol."
Irene menyernyitkan dahinya, "Apa lo bilang?"
"Lo simpenan om-om."
"Kayaknya lo salah paham." Irene tertawa.
"Kalo gitu jelasin ke gue." tantang gadis berambut hitam legam itu.
"Oke, gini," Irene membaca name tag yang dipakai gadis itu. "Bella, gue itu bukan simpenan kepsek. Dia itu paman gue. Paham?"
Bella menyipitkan matanya. "Jadi lo-"
"Iya, gue adalah cucu dari pemilik sekolah ini. Tapi gue minta sama lo buat gak kasih tau siapa pun soal ini."
Bella tersenyum licik. "Oke, dengan satu syarat."
"Lo harus turutin semua kata gue."
***
Begitulah awal mula kenapa Irene menuruti segala keinginan Bella. Awalnya memang dia terpaksa melakukannya namun setelah dua tahun lamanya menjalani hari-hari dengan Bella, Irene menjadi terbiasa. Bella memang begitu manja, keras kepala dan suka mengatur.
Dibalik itu semua Irene tahu Bella adalah orang yang baik. Wajahnya yang kuning langsat dan mulus itu kerap kali menjadi bahan omongan gadis-gadis karena iri. Berbeda dengan kulitnya yang putih pucat seperti mayat hidup, juga rambutnya yang kecoklatan karena terlalu sering terkena sinar matahari.
Irene kembali menatap rentetan soal-soal matematika dihadapannya. Bukan hal yang sulit mengingat dia termasuk ke jajaran murid paling pintar seangkatannya. Tinggal 2 soal lagi yang perlu ia kerjaan lalu dia tak perlu lagi kena omel oleh Bella.
Irene menutup buku matematika itu karena Guru yang mengajar di kelasnya sudah datang. Irene mendumal malas, entahlah dirinya hanya sedang tidak mood untuk menghadapi hari ini.
Bel istirahat pertama pun berbunyi, membuat Irene segera keluar dari kelasnya untuk menuju kelas Bella. Begitu sampai di depan kelas Bella, dia bertanya pada anak kelas itu yang kebetulan sedang berjalan keluar. "Panggilin Bella."
Anak itu segera meneriakkan nama Bella kedalam kelasnya. "Bella dicariin Irene!"
Tak perlu waktu yang lama untuk dapat melihat batang hidung Bella keluar dari kelasnya. "Udah beres?"
Irene menyodorkan buku bersampul ungu muda itu. "Kalo belum beres ngapain gue kesini? Bodoh,"
"Sewot amat sih lo! Rahasia lo gue bongkar baru tahu rasa." Bella memberengut sambil merampas buku itu.
Irene mendengus, "Bawel lu tai."
"Tunggu disini, kantin bareng sama gue." Bella buru-buru masuk ke dalam kelasnya untuk menyimpan buku matematikanya.
Mereka berjalan menuju kantin sambil sesekali berhenti karena Bella sibuk mengobrol dengan temannya yang menyapa. Irene hanya memandang percakapan itu dengan wajah datar. Dasar penjilat, kata hatinya. Orang-orang itu berlagak baik di depan Bella karena ingin kecipratan hartanya.
Ini lah kenapa dia tidak mau identitasnya sebagai pemilik sekolah ini terbongkar. Dia tidak mau seperti Bella yang dimanfaatkan.
"Yaudah nanti kalian bisa dateng ke rumah gue." begitu kata Bella.
"Makasih ya Bel, nanti gue balikin deh." kedua orang itu akhirnya pergi dari hadapannya.
"Lo terlalu baik." sarkas Irene sambil meninggalkan Bella.
"Ngomong apa sih lo? Mereka temen gue." balas Bella tak mau kalah.
Irene mengambil tempat duduk yang berhadapan langsung dengan taman, diikuti oleh Bella yang duduk dihadapannya. "Temen tapi busuk."
"Berisik lo, mending pesenin gue makan sana."
Irene menghela nafas berat, lalu bangkit untuk mengikuti perintah dari sang tuan putri dihadapannya ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Make Me Love You
Roman pour AdolescentsTakdir memang sangat suka bermain-main rupanya. Update : Senin & Jumat.