PART 01
PreacherAthena menaruh kanvas berukuran 50 x 70 sentimeter itu di lantai. Ia senderkan kanvas tersebut ke dinding. Ia tatap kanvas besar yang sebagian warna putih sudah tidak terlihat. Athena mengingat-ngingat apa yang di ucapkan oleh Dosennya yang seketika berubah menjadi pengkhotbah. Sudah sekiranya setengah jam ia mengulang-ulang kalimat yang di ucapkan oleh sang 'pengkhotbah' itu. Namun, sejak tadi ia belum menemukan konklusinya.
Athena berdecak sembari mengacak-acak rambutnya. Ia berbalik badan dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Ia berharap jika air dingin membasahinya dari kepala hingga ujung kaki akan membuatnya menemukan konklusi. Athena membuka semua kain yang membaluti tubuhnya. Ia melangkah masuk ke dalam area shower. Wanita itu berdiri tepat di bawah shower. Ia nyalakan shower itu. Tetesan air yang semakin deras membasahi ujung kepala Athena hingga ke ujung kaki. Athena memejamkan matanya.
Sudah lama ia tidak merasakan emosi di dalam dirinya. Senang, sedih, duka, marah, kesal, semua itu rasanya ia sudah tidak bisa mendeskripsikan masing-masing dari perasaan itu.
Terakhir kali ia merasakan semua emosi itu mungkin di kehidupannya yang ke tiga. Athena tersenyum bahagia saat itu ketika melihat seorang gadis cantik lahir. Gadis kecil itu memiliki rambut yang sama dengan Athena, bahkan gadis kecil itu memiliki warna mata unik milik Athena. Namun, sayang sekali anak pertamanya itu di bawa kabur oleh suami Athena. Ia marah, sedih, kesal, semuanya ia luapkan hingga akhirnya ia menjadi gila. Tidak pernah mandi, tinggal pun menumpang ke gubuk kecil, setiap hari, menit, dan detik, ia akan merokok. Sampai pada akhirnya ia meninggal karena overdosis minuman alkohol juga rokok.
BRAK! Athena memukul dinding yang ada di hadapannya. "Persetan dengan emosi! Aku akan melanjutkan semua tugasnya tanpa emosi dan hidup dengan tenang tanpa laki-laki dan seorang anak." Athena mematikan shower tersebut dan pergi ke luar dari kamar mandi. Ia mengenakan kaus putih dan celana pendek, lalu kembali duduk di depan kanvas besar itu.
Athena tinggal di sebuah unit di apartemen yang jaraknya tidak jauh dari kampus. Satu hal yang ia syukuri adalah ekonomi keluarganya yang tergolong lumayan atas. Memang bukan bagian dari konglomerat, tetapi mereka cukup bisa membiayai kuliah dan apartemen untuk anaknya.
Athena mengeluarkan semua cat yang akan ia gunakan. Ia menyiapkan semua alat, dari kuas, cat, air, dan lainnya. Athena menarik napas dan membuangnya. Tangan kanan Athena yang menggenggam sebuah kuas mendekat menuju salah satu cat campuran warna biru dengan merah. Namun, lagi-lagi ia terdiam.
".... Rasanya seperti tubuhmu yang sekarang ini hanyalah cangkang yang tidak memiliki emosi sama sekali."
Athena berdecak. "Preacher sialan!" Athena menghempaskan palette ke lantai beserta dengan kuas yang sejak tadi ia genggam. Athena beranjak. Ia hempaskan tubuhnya di atas kasur putih itu. Matanya menatap menatap langit-langit ruangan yang berwarna putih bersih.
***
Athena menyeruput kopi americano nya. Sejak kemarin ia tidak bisa tidur. Rasanya jika hari ini ia memasuki kelas tanpa meminum kopi, pasti ia akan tertidur di kelas. Sekalian Athena juga menunggu kedua temannya yang berniat menemaninya minum kopi di salah satu coffe shop dekat kampus.
"Athena!" Panggil seorang wanita dengan rambut berwarna hitam legam lurus sepundak. Ia melambaikan tangannya sembari memperlihatkan senyuman manis miliknya.
"Claire!" Sapa Athena dengan suara yang tidak terlalu keras, bersamaan dengan tangan kanannya yang terangkat. Tidak jauh dari itu ia melihat Tessa yang berjarak tidak jauh dari Claire.
Claire dan Tessa secara bersamaan pergi ke kasir untuk memesan minum, Setelah itu mereka pergi menghampiri Athena yang matanya sedang fokus dengan layar ponsel pintarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Last Life
General Fiction【𝗙𝗢𝗟𝗟𝗢𝗪 𝗦𝗘𝗕𝗘𝗟𝗨𝗠 𝗠𝗘𝗠𝗕𝗔𝗖𝗔】 Hidup berulang kali dengan rasa sakit yang berulang-ulang. Kisah cintanya yang tidak pernah baik. Tidak terhitung sudah berapa kali Athena Hena merasakan sisi buruk seorang perempuan. Seorang perempuan y...