ROSE 44

2.7K 400 50
                                    

Rose POV

BRUUGH...
Tubuhku terhempas kebelakang saat aku merasakan seseorang menarik ku paksa.
Tubuhku bertubrukan dengan tubuh besar dan keras.

"Eemmm hhh..."
Aku melenguh saat menyadari bibir Edward menyergap bibirku dengan kasar.
Ia menggeram di dalam tenggorokannya.
Ia menahan tengkuk ku dengan jarinya yang kuat.
Aku bisa merasakan kemarahannya, keputus asaannya, frustasinya melalui ciumannya.

Perutku berputar, kosong dan melayang.
Darahku berdesir ke bawah.

ROSE!!! Batinku berteriak menyadarkanku.

Aku mendorongnya, beraninya ia menciumku seperti ini. Dia menciumku seenaknya saja. Brengsek!!

Aku mendorongnya lagi, namun tenaganya lebih besar dari tenagaku. Ia masih menahan tubuhku di dalam rengkuhannya.

Kali ini aku mendorongnya lemah, dan Edward melembutkan ciumannya kemudian dengan perlahan melepaskan tautan  bibirnya.
Ia menatapku sendu, mataku terkunci oleh mata indahnya yang berkaca. Ia memegang wajahku dengan kedua tangannya dan membelai lembut pipiku dengan ibu jarinya yang terasa kasar di wajahku.
Ia menggeleng lemah, berharap.
Ia menggeleng dan berharap untuk apa?
Aku tidak mengerti.

"Jangan pergi." Pintanya dengan suara rapuh.

Aku benar-benar terkejut mendengar apa yang baru saja ia ucapkan.
Ia memintaku untuk jangan pergi.

Hei, sadarlah Rose!! Bangun!!! Jangan bermimpi!!!

Kali ini batinku menamparmu dengan keras. Dan aku tersadar.
Edward masih di posisinya, menatapku dengan kedua tangan memegang wajahku. Ia berharap padaku.

"Please. Jangan pergi Rose. Maafkan aku. " Katanya lemah.

Tuhan..  Hatiku mencelos lagi, mellow kali ini. Edward memintaku untuk tidak pergi dan meminta maaf dengan cara yang paling lembut. Aku luluh seketika.

Aku melihat Edward yang rapuh dan frustasi di depanku. Ia butuh teman untuk berbagi.
Aku tersadar lagi.  Ya dia hanya butuh teman untuk berbagi dan bercerita.

Aku hanya temannya, mungkin. Aku tidak tahu dia menganggapku sebagai temannya atau tidak. Kami tidak pernah bicara tentang diri kami. Kami tidak pernah bebicara tentang hal-hal, apapun itu. Hanya bicara seperlunya dan seadanya. Membahas Paula dan kegiatan putrinya di sekolah maupun di luar sekolah. Ya, hanya sebatas itu saja. Layaknya seorang guru dengan orang tua muridnya. Tidak membahas yang lainnya.

Kau berlebihan menanggapinya Rose..
Batinku mengejekku lagi.

Aku mengalah kali ini, aku lelah dengan perasaanku kali ini. Aku membiarkan mereka mengejekku.

"Aku tidak akan pergi. " Bibirku berucap. Aku menatap ke dalam matanya.

Edward seakan terkejut mendengar ucapanku yang mengabulkan permohonannya. Ia membuka mulutnya dan tersenyum tulus.
Hmmm... sungguh pria tampan sedang berada di hadapan ku dan tersenyum kepadaku sekarang.
Aku ingin  pingsan saja.

Edward mendekatkan wajahnya ke wajahku,  aku bisa merasakan aroma nafasnya di ujung hidungku.
Bibirnya di bibirku sekali lagi, lembut kali ini. Aku tak bisa menolaknya, aku membiarkan Edward menumpahkan segalanya di ciuman kami. Emosinya, frustasinya, keputus asaannya. Aku membiarkan ia mencurahkan dan memelapiaskan apa yang ia rasakan sekarang kepadaku. Aku menerimanya dengan segenap hatiku. Entah apa arti ciuman ini baginya, tapi aku membiarkannya, aku tidak peduli jika setelah ini dia melupakannya. Tapi aku akan mengingat ini sampai kapan pun.

Aku melihat ke arahnya dalam ciuman kami, ia memejamkan mata, menikmati kegiatannya, kelopak matanya terlihat merah dan sembab. Ia memohon dan berharap di dalam ciumannya. Lidahnya seakan meminta izin untuk masuk dan bertemu dengan lidahku.  Aku terlalu terlena dengan pria tampan di hadapanku yang aku tahu telah memilikiku sebelumnya. Dengan mudah aku membiarkan lidahnya menyelinap masuk dan bertemu dengan lidahku.
Perutku berputar sekali lagi.
Edward menarik ku lebih dekat ke dalam pelukannya dan menahan tubuhku dengan tangannya yang kuat.

Tanganku bergeser, aku membalas pelukannya dengan memeluknya dan mengaitkan tanganku ke punggung kerasnya. Edward membuka matanya dan menatapku, membuatku terkejut dan menjadi kaku. Ia membuatku jadi salah tingkah, namun ia tak melepaskan ciumannya. Ia tersenyum di dalam ciuman kami, aku yakin pipiku memerah sekarang karena tingkahnya.

"Kau merona... " Bisiknya. Ia melepaskan tautan bibir kami namun tak membuat jarak antara keduanya.

"Apa?" Aku ikut berbisik. Otakku lumpuh karena perlakuan Edward barusan.
Aku tidak bisa berpikir. Yang aku ingat hanyalah Edward dan aku berciuman, lagi.

Ia tersenyum lebar, bahkan sampai ke matanya. Ia menertawakanku.
Edward yang pemarah dan emosional telah pergi. Digantikan oleh Edward yang lembut dan hangat yang sekarang ada di hadapanku dan di pelukan ku, saat ini.

Edward kembali menanamkan ciumannya di bibirku, lembut dan menggoda. Ia tersenyum dalam ciuman kami dan tak pelak aku pun membalas ciumannya dan ikut tersenyum di dalamnya.

Aku bersyukur bisa membuat Edward kembali seperti semula, dia lebih tenang sekarang. Aku harap dia tidak marah dan mengamuk lagi setelah aku pergi nanti.

____________

😘😘😘😘
Eng ing eng.....

Ada yang bahagia nggak sih???
Aku double up, part panjang dan part pendek di subuh hari ( 4.23 wib)????

Aku berdebar ngg jelas saat ngetik ini...
Asli begadang, karena dapat inspirasi di tengah malam...

Ya udah lah...

Happy Reading aja sih....

ROSE (on Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang