Rose 31

2.5K 268 51
                                    

Edward POV

Entah ada apa denganku hari ini, aku tidak terlalu bersemangat melewatinya walaupun ada Ellie di sampingku. Tidak seperti biasanya, kami menghabiskan waktu untuk bercinta atau melakukan apapun saat kami bersama seperti sekarang. Tapi hari ini aku begitu malas, aku ingin pulang dan istirahat tanpa ada yang mengganggu. Ellie terus saja menggoda ku, tapi sama sekali tidak bereaksi apapun padaku.

"Ada apa Edward? Kau menghindar sekarang? " Tanyanya, saat aku memalingkan wajah ku dari ciumannya. Terlihat kekecewaan di wajahnya yang cantik.

"Entahlah, aku sedikit lelah. Aku hanya ingin istirahat. " Kataku menjelaskan apa yang aku rasakan sekarang.

"Kau bisa tidur disini. " Bujuknya.

Aku menggeleng pelan.
"Aku tidak akan bisa tidur disini. Kau akan selalu menggodaku seperti ini. " Kataku kemudian mencium puncak kepalanya.

"Aku suka menggodamu. " Dia mulai lagi. Dia mencium leherku dan meninggalkan kecupan basah disana, selalu bertingkah manja.

"Hentikan Ellie. Aku ingin pulang. " Aku menolaknya pelan. Aku sedang tidak ingin bercinta sekarang. Sangat aneh memang jika sekarang menolak untuk bercinta dengan Ellie.

Ellie menghentikan kegiatannya dan ia memandangku dengan heran.
"Ada apa?  Kau menolak ku sekarang?"

"Ayolah Edward.. Aku sangat merindukanmu. Apa kau tidak merindukanku? " Ia kembali melancarkan rayuannya. Dan jujur itu membuatku sedikit jengah. Ada apa denganku?  Biasanya aku suka itu, saat Ellie dengan seksi menggodaku.

"Aku harus pulang Ellie. Aku akan menjemputmu nanti saat makan malam. " Aku mendorongnya pelan, agar turun dari pangkuan ku dan aku segera bangkit dari tempat duduk.

"Kau benar-benar ingin pulang dan menolak bercinta denganku Edward? Ada apa dengan dirimu, huh? Tak biasanya kau menolak. " Ellie menuntut.

"Sampai nanti Ellie. " Hanya itu yang bisa aku berikan padanya sebagai jawaban.
Aku melangkah keluar.

"Edward!! " Teriaknya saat aku membuka pintu kamar, aku mengacuhkannya dan kemudian menutup pintu saat aku sudah di luar.

***

Rose POV

"Dasar pria brengsek!!! Bisa-bisanya dia memberikanku ini?" aku mengumpat pelan, sambil melihat strip obat yang tadi Edward berikan.

Aku berpikir keras dengan pil yang ada di tanganku, apa aku harus meminumnya atau tidak. Terpikir juga olehku bahwa aku tidak butuh pil KB darurat ini, kami melakukannya hanya sekali kecil kemungkinan bahwa aku bisa hamil bukan?
Tapi aku juga tidak ingin mengambil resiko, bisa saja aku hamil dan sangat mungkin Edward akan lepas tanggung jawab. Buktinya dia memberikan pil ini padaku, dia sudah memikirkannya. sialan!!

Meraih gelas berisi air putih  di atas nakas, aku meyakinkan diri untuk menelan pil sialan ini. Aku menelan pil kecil itu dan menenggak air putih hingga separuh gelas.
Setelahnya baru aku berpikir apakah pil ini akan bekerja atau tidak. Edward meniduriku dua hari yang lalu dan aku baru meminum pil ini sekarang,apa itu akan bekerja?
Harus bertanya kepada siapa sekarang? Vilona? itu bencana. Dia akan mengorek informasi sampai ke dalam celanaku.
Bertanya pada guru-guru di sekolah pun malah akan menambah masalah saja.
Apa aku harus bertanya pada Edward? Itu hanya akan menmbah kekesalanku saja.
Sudahlah, sebaiknya aku percaya saja pada Edward. Dia pasti tahu dan sudah paham mengenai obat ini. Dia lebih berpengalaman bukan? Dia seorang duda, otomatis dia lebih tau hal ini dari pada aku.

Hari yang ku tunggu tiba, aku sudah mempersiapkan ini beberapa hari sebelumnya. Aku tahu Liam pasti tidak setuju dengan keputusanku, tapi ini cara terbaik agar aku bisa menghindar darinya. Entah mengapa, aku sama sekali tidak bisa bersamanya. Aku tidak memiliki rasa untuknya, aku tidak bisa memaksakan hatiku untuk menerimanya disaat aku tidak memiliki rasa itu. Sungguh, maafkan aku Liam. Aku hanya tidak bisa.

"Kau benar-benar ingin mengundurkan diri dari sini Rose?" tanya Liam dengan wajah yang sangat kecewa.

"Maaf Liam. Aku-"

"Apa kau melakukan ini untuk menghindariku?" tuduhnya.

Kau benar.

"Tidak. Bukan begitu. Aku mendapatkan pekerjaan di tempat lain. Dan aku tidak perlu pulang tengah malam lagi, karena aku bekerja disana setelah aku pulang mengajar." aku berbohong.

"Kau keberatan bekerja disini karena pulang tengah malam?"

"Liam... aku memiliki ayah yang sedang membutuhkanku saat ini. Aku sangat khawatir saat aku meninggalkannya di malam hari. Dia hanya punya aku, dan aku bertanggungjawab atasnya." aku menjelaskan alasanku. Itu benar, aku tidak berbohong tentang ayahku dan kekhawatiranku saat meninggalkannya.

"Lalu bagaimana dengan kita Rose? Aku tahu kau sengaja melakukan ini untuk menjauh dariku. Apa sulit bagimu untuk memaafkanku Rose?" terdengar kekecewaan di dalam suaranya.

Aku menggeleng pelan, berbohong, menyangkal tuduhannya.
"Sudah aku katakan, bahwa aku sudah memaafkan dirimu. Hanya saja- "
aku memejamkan mata untuk mengambil semua keberanian dalam diriku menjelaskan apa yang aku rasakan pada pria di hadapanku sekarang.

"Hanya saja- kita memang tidak bisa bersama. Maaf, aku tidak memiliki rasa yang sama dengan yang kau rasakan padaku Liam. Semua menghilang begitu saja setelah malam itu."  aku harap dia tidak marah setelah aku berkata seperti ini.

Liam menatapku dalam kesedihan dan kekecewaan. Tapi inilah kenyataannya. Rasa yang tidak mungkin aku paksakan untuknya. Jika aku memaksakan untuk kembali bersamanya, itu hanya akan menghancurkan kami berdua. Hubungan tanpa cinta rasanya akan mustahil.

Aku ikut merasakan kesedihan yang terpancar dari raut wajah tampan Liam, aku yakin air mataku akan jatuh. Jangan.

"Dan... Masalah uang yang pernah kau pinjamkan padaku, aku berjanji akan mengembalikanya. Walaupun aku harus jujur padamu bahwa aku membayarnya dengan cara mencicil dari gajiku. Aku harap kau tidak keberatan Liam. Maaf jika aku lancang dan terkesan memaksa keinginanku itu." kataku sambil terkekeh. Ucapanku sangat tidak masuk diakal bukan?

"Lupakan masalah uang itu Rose, kau tidak perlu membayarnya kembali. Niatku tulus membantumu dan ayahmu, itu saja." tolak Liam. Selalu seperti itu.

"Tapi itu bukan uang yang sedikit Liam, dan kau memberikannya secara percuma? Apa semudah itu bagimu untuk mendapatkannya? Tentu saja tidak." aku balas menolak dan mencoba mengingatkannya tentang sebanyak apa uang yang ia pinjamkan kepadaku waktu itu. Dan aku tahu butuh waktu yang lama untuk mengumpulknnya.

"Aku hanya perlu waktu dua hari untuk mengumpulkannya Rose. Kau perlu tahu." jelas Liam dingin.

Entah dia ingin sombong atau pamer, tapi aku rasa dia benar. Mengingat club ini tidak pernah sepi pengunjung. Bahkan aku bisa bilang bahwa tempat ini kurang luas untuk bisa menampung pengunjung.

"Aku akan tetap membayarnya." gampang bukan?

"Jangan lakukan jika kau ingin aku melepaskanmu." Liam mengancam.

Menautkan kedua alisku, aku tidak mengerti dengan Liam.
Dia tidak akan melepaskanku jika aku membayar hutang.
Dimana-mana orang akan dengan keras menagih uangnya yang belum dikembalikan, bahkan mereka tak akan segan untuk mengancam dan berbuat kasar kepada si peminjam. tapi Liam? dia malah tidak ingin aku mengembalikan uangnya dan berbalik mengancamku.

***

Edward POV

Menunggu kedatangan Bella ke kantorku rasanya hanya akan menjadi harapan. Dua jam setelah aku memintanya untuk datang, namun tidak ada tanda-tanda sedikitpun akan kehadirannya. Dia benar-benar marah denganku karena malam itu, malam dimana aku meniduri Rose secara paksa di luar kesadaranku. Apa yang membuat dia marah kepadaku?
Apa dia tahu bahwa aku meniduri Rose, guru dari keponakannya?
Aku tidak yakin dengan itu.
Atau dia mengira aku bersama dengan Ellie malam itu dan melupakan Paula? Dia sangat membenci Ellie bukan? Mungkin itu alasannya dia marah.

DASAR BOCAH!!!
Dia belum saja merasakan bagaimana rasanya menyukai seseorang, apalagi mantan.

ROSE (on Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang