Makul Prof. Hernam sangat membosankan. Karena beliau sudah sepuh, pengucapannya menjadi kurang jelas bahkan lebih seperti membisik. Jangankan mahasiswa yang duduk di belakang, yang di depan pun kurang bisa menangkap apa yang beliau sampaikan. Tentu saja keadaan seperti ini membuat mayoritas siswa mengantuk, memilih tidur, atau melakukan hal lain di dalam kelas.
Begitu halnya dengan Ale.
Ini sudah seminggu sejak Ale bertatapan dengan adik tingkat berwajah murung yang diperhatikan Juan. Sekian detik saat mereka bertatapan sudah bisa melukiskan bagaimana kondisi perempuan itu di pandangan Ale. Entahlah apa yang dipikirkan Ale benar atau tidak. Yang jelas, sekarang Ale penasaran.
Ale tidak membahasnya dengan Juan, toh buat apa, tidak penting juga sebenarnya. Namun, tetap saja.. sebenarnya dalam lubuk hati Ale ingin bertanya pada Juan.
"Huah, finally selesai jugaa!" Fiska berujar cukup keras, membuat Ale sadar dari lamunannya dan bertanya-tanya.
"Prof. Hernam kapan keluarnya, Fis?"
"Dari tadi elah, ngapain aja sih? Dah yuk keluar, kelasnya mau dipake nih."
"Oh, oke oke," jawab Ale sambil memasukkan binder ke dalam totebagnya. Lalu berjalan keluar kelas. Saat itulah ia melihat perempuan itu lagi. Entah siapa namanya, dia berjalan melewati Ale sambil menunduk memainkan ponselnya, tak tahu bahwa Ale memandanginya bahkan sampai memutar tubuh untuk melihatnya masuk kelas.. dan menabrak Juan.
"Ak!" pekik perempuan itu refleks saat tubuhnya menubruk Juan. Ponselnya jatuh, tapi ia tak langsung mengambilnya. "Maaf, Kak! Saya nggak sengaja," ucapnya.
"Lain kali kalo jalan jangan main HP," kalimat itu keluar dari bibir Juan. Kalimat yang tidak ada maksud apapun, kalimat yang biasa saja dengan pengucapan santai. Namun, kalimat itu membuat perempuan itu menegang sejenak sebelum sedikit mendongak untuk melihat wajah Juan.
Senyum ramah terukir di bibir Juan lalu ia menunduk untuk mengambil gawai yang masih tertidur di lantai. "Ini, Fai, hati-hati," kata Juan lantas berlalu dan menepuk pundak Ale. "Oi, kantin?"
"Traktir ye," sahut Ale dengan atensi yang masih memerhatikan adik tingkat perempuan itu, dia masih berdiri mematung dan segera mencari tempat duduk setelah seorang teman menyapanya.
"Bayar dewe!"
Ale terkekeh renyah mendengar jawaban Juan. "Emang pelit lu! Eh, btw, itu tadi siapa sih? Bukannya itu cewe yang pernah lo perhatiin, ya, Ju?"
"Oh, itu.. adik tingkat kitalah."
"Lo kenal?"
"Nggak juga, sih."
"Cih, tau namanya tapi?"
"Tau."
"Siapa?"
"Faira. Kenapa?"
Ale menggeleng. "Bukannya lo naksir, ya?"
"Hah?"
"Habisnya waktu itu lo merhatiin dia, trus tadi juga sok-sokan ngedrama pake nabrak terus ngambilin HPnya di depan pintu sampe bikin anak-anak susah masuk."
"Nggak.. dia cuman adik kelas gue SMA."
"Oh, jadi kalian satu SMA? Eh, tapi kok kalian kayak saling tahu, tapi diem-dieman gitu sih? Kayak apa ya namanya.. hm kayak hubungan mantanan gitu nggak sih? Hahaha."
"Bacot lu, Le!"
"Dih, makanya penuhin mulut gue pake makanan!"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.