Mangkuk di depan mata Ale sudah tandas dari tadi, namun ia masih duduk di kantin sambil mendengarkan keluh kesah kawannya. Siapa lagi kalau bukan Juan? Sebenernya laki-laki itu emang gampang banget membaur nyari temen, tapi tetep aja rasanya lebih nyaman cerita sama orang yang emang bisa diandelin. Bagi Juan, tempat berceritanya adalah Ale. Cukup Ale aja yang tau keluhan-keluhan hidupnya yang dipendam dan disembunyikan dari teman-teman lainnya. Biarin yang lain ngelihat Juan sebagai cowok lucu, ramah, dan yang bikin nyaman. Bersama Ale, Juan bisa jadi diri sendiri. It's enough.
Sayangnya, Ale nggak terlalu suka menjadi tempat curhat Juan meskipun mereka udah deket banget sampai mandi aja pernah barengan. Sepanjang omongan sampah Juan keluar tanpa jeda, Ale justru memikirkan hal lain. Masa bodo sama Juan. Malesin.
Faira.
Ale kepikiran sama adik kelas Juan semasa SMA.
Jadi, namanya Faira.
Adik kelas Juan? Masa cuman sekadar adik kelas sih? Kayaknya nggak mungkin.
"EH! FAIRAAA!"
HE?
Ale buru-buru memindai sekitar dengan bola matanya yang tajam setelah mendengar seruan itu. Dan ya.. dia menemukan sosok Faira—adik tingkatnya berada di kantin.
Padahal ini kantin gedung lain. Ternyata Faira nggak se-kuper yang Ale kira.
"FINAAA, KANGEENNNN!! HUWEEEE!!" Faira menyahuti temannya sambil meloncat-loncat girang dan kedua tangannya melakukan tos berulang kali dengan temannya yang disebut Fina itu.
Di bangkunya, Ale masih mengamati sosok mungil itu. Ternyata dia juga bisa bersikap gitu toh, batin Ale sambil tersenyum kecil. Dia pikir Faira adalah anak pendiem yang bener-bener nggak bisa express her feeling kayak gini, kecuali pake raut murung.
"LE! KENAPA LU NJIR SENYUN-SENYUM SENDIRI?!"
Pekikan lantang Juan membuat Ale langsung mengganti atensi dengan cepat.
Jangan sampai ketauan lagi ngamatin si Faira.
"Cabut, Ju. Mulai rame nih," ujar Ale sambil berdiri. Perasaan Ale udah campur aduk, takut ketauan sama Juan kalo dia habis ngamatin Faira. Dia langsung nyaut kunci motor Juan yang ada di meja dan berjalan mendahului.
"Eh njir, ntar dulu es teh gue belom abis!" teriak Juan, tapi nggak digubris sama Ale sama sekali. Alhasil, dia menyeruput esnya buru-buru lalu berlari menyusul Ale.
💫💫
Faira seneng banget bisa ketemu Fina, salah satu temen SMAnya. Temen deket, sampe dulu mereka kegabung dalam suatu geng gitu. Faira itu anaknya butuh waktu buat membaur sama orang baru makanya pas ketemu Fina rasanya lebih lega. Kenapa ya lega.. ya karena Faira akhirnya bisa bernafas setelah susahhhh bangeetttt ngelewatin hari-harinya dikelilingi orang-orang baru.
Sayangnya, Faira nggak bisa lama-lama ngobrol sama Fina. Faira ada urusan yang lebih penting, yaitu wawancara UKM.
Sebelum masuk ke ruangan, Faira udah nyiapin map khusus yang berisi syarat UKM yang mau dia masukin ini. Begitu lepas sepatu, jantung Faira bener-bener berdegup kencang karna grogi.
Setelah nunggu antrean, giliran Faira pun dateng. Ia nyerahin map yang isinya ada formulir pendaftaran dan dua lembar yang isinya berita yang udah dia kerjain.
Iya, Faira daftar Pers.
Pertanyaan yang diajuin ke Faira hampir sama kayak kalo mau daftar biasanya. Alasan masuk UKM ini apa, disuruh ngejelasin apa yang ditau tentang UKM ini, kelebihan dan kekurangan yang dimiliki apa aja, dan lain-lain.
Di akhir wawancara, Faira dikasih pertanyaan yang nggak bisa dia jawab yang kayaknya jadi penyebab dia gak akan lolos di UKM ini.
"Dek, kamu emang pemalu, ya? Emm.. kalo jadi jurnalis, kamu nggak boleh malu, ngerti kan? Hehe, semangat terus yaa."
Huft. Jadi kepikiran terus.
Faira menghela napas berulang kali sambil jalan menyusuri koridor, mau balik ke kelas karna bentar lagi ada makul lagi.
Pas naik tangga, ada orang yang turun tangga nggak sengaja nubruk Faira. Karena dia lagi nggak fokus, tubuhnya jadi nggak siap dan membuatnya terhuyung.
Untungnya ada seseorang yang menahan punggung Faira dari belakang.
Faira kaget banget. Napasnya menderu dan jantungnya deg-degan cepet banget. Dia masih membeku di tempat.
"Lo nggak papa kan?"
Suara itu hampir gak kedengeran buat Faira yang masih syok.
"Heh, lo gak papa?" tanyanya lagi karna nggak dapet respon. Akhirnya dia menegakkan punggung Faira dan jadi berdiri di samping Faira.
"Heh," katanya lagi sambil menepuk pundak Faira.
"I-iya, saya nggak papa."
"Ckck, lo kaya nggak sehat. Beneran gak papa?"
"Iya, saya nggak papa."
"Mau ke kelas?"
"Iya."
"Lo adik kelas SMAnya Juan ya?"
Rasanya jantung Faira langsung mak deg, nggak kepikiran sama sekali bakal ditanya kaya gitu.
"Kakak..?"
"Iya, gue kating lo."
"Oh, iya ya? Saya nggak pernah liat."
"Hmm.. gimana lo mau liat gue kalo lo gak ada niatan mau liat sekitar?"
"Eh?"
Ale tersenyum. "Buruan ke kelas, telat lo."
"Eh oh iyaa. Aduh, maaf ya kak. Saya duluan!"
Kemudian Faira melangkah buru-buru menaiki tangga. Dan Ale masih berdiri di tempatnya, ngalangin jalan.
"Misi dong mas, mau lewat. Jangan di tengah jalan."
KAMU SEDANG MEMBACA
still friends, not lovers
Ficção Adolescentejudul sebelumnya within shouting distance (idiom) sangat dekat 2019© Chelsea