6

343 12 0
                                    

Dear Abrar,
Gak terasa sudah setengah dari usiaku, aku menyukaimu hingga saat ini. Apa aku gila? jawaban nya 'ya' karna aku terpaku oleh dirimu

Dan, kata Dokter aku akan segera melakukan kemoterapi berikut nya. Jika aku diberikan kesembuhan apa kau mau menjadi?.... , tidak aku hanya bercanda. Jangan lupa kewajiban mu ya, aku menyayangimu

Salam manis, Della.

Gadis itu menutup kembali buku diary nya. Sampai kapan ia akan menulis surat untuk Abrar? yang jelas sampai saat ini ia tak akan sanggup jika Abrar membaca semua suratnya

Della melihat sebuah foto, yaitu dirinya dengan Abrar saat duduk di Sekolah Dasar. Nampak disana Abrar dengan wajah datar nya sedangkan Della tengah tersenyum lebar sembari merangkul Abrar, Della meneteskan air matanya sampai cairan itu mengenai foto manis tersebut

Flashback on

"Abrar, ayo kita berfoto sebelum kita lulus dari sekolah" Ajak gadis berambut sebahu itu dengan menggunakan bando pink khasnya dari dulu

"Enggak ah, aku ingin pergi membeli alat musik hari ini" Tolak Abrar begitu saja, Della sempat merenung sesaat dan ia menarik tangan Abrar seraya memohon kembali

"Ayolah Brar, aku tidak tahu jika nanti aku mampu hidup atau tidak" Ucapnya lirih

Abrar diam sejenak, ia tidak tahu maksud Della barusan. Dan ia hanya bisa pasrah saja

"Yaudah jangan lama-lama"

"Janji"

Flashback off

Rina masuk kedalam kamar Della secara perlahan, dan ia menaruh nampan berisikan obat-obatan milik Della. Ia berjalan mendekati gadis itu

"Menangis lagi? hm?" Tanya Della lembut sambil tersenyum, andai Della tahu bahwa senyuman Rina adalah tangisan nya yang paling kencang

Della menggeleng dan mengusap air matanya secara kasar, dan menaruh kembali foto nya dengan Abrar. Ke dalam laci belajar nya

"Tidak mom, aku hanya kelilipan" Alibinya

Rina mengusap pelan rambut Della "Dari kecil mom mengajarkanmu untuk tidak berbohong"

Della memeluk Rina dengan erat, ia menangis kembali di dada sang ibu. Della benar-benar gadis yang kuat, Rina yakin itu. Buktinya ia mampu menahan penyakit nya sampai sekarang

"Sutt... jangan menangis, sayang. Ayo minum obatmu"

Della melepaskan pelukan nya dan mengangguk patuh, karna ia tidak mau membuat Rina khawatir ditambah lagi usia Rina sudah tidak muda lagi

                                     *******

"TARA" Teriak Abrar kencang di lorong kelas 10. Entah untuk apa pria itu masuk ke area kelas 10, Tara ingin menjauhi Abrar karna ia tahu Abrar hanya untuk Della

"Oh—mmm...hai kak" Sapanya kaku

Abrar kini tengah berdiri sembari memegang buku tebal miliknya, dan kacamata hitam nya yang menjadi cirikhas pria genius itu

"Gue kesini, cuma mau ngasih buku tentang Rumus Ipa aja kok" Abrar memberikan buku tebal itu ke arah Tara

Tara menggaruk kepala nya yang tak gatal. Untuk apa pria ini memberikan buku seperti itu, jika di setiap kelas 10 sudah disediakan di kelas masing-masing

"Maaf kak, di sekolah ini kan udah di sediain apalagi di kelas aku banyak"

Abrar bagaikan kebakaran jenggot, ia binggung harus menjawab apa. Sebetulnya niat ia bertemu dengan Tara bukan untuk memberikan buku kepada gadis itu, melainkan ia sedikit Rindu dengan Tara

"Gak apa-apa, ini lebih lengkap loh. Dulu aku pake ini pas kelas 10 dan berhasil masuk top siswa di kelas"

Tara menaikan satu alisnya, dia seperti nya harus menghargai niat baik Abrar. Lantas ia hendak mengambil buku itu dari tangan Abrar namun dengan cepat, Nakula merangkul bahu Tara

"Tanpa lo kasih dia buku itu, Tara udah top dari dulu di Ipa sama Matematika" Ucap Nakula dengan menaikan dagu nya

Tara menyenggol lengan Nakula dengan pelan, Tara sempat melihat jika tangan Abrar sedikit mengepal yang tandanya ia kesal dengan Nakula

"Yaudah Tar, aku balik aja ke kelas. Kalo kamu mau minjem buku ini, kamu hubungin atau ke kelas aku aja ya"

Tara tersenyum simpul, dan Abrar membalasnya. Namun detik berikut nya Abrar menatap Nakula dengan tatapan tak bersahabat, lalu pria berkacamata itu pergi dari hadapan dua orang tersebut

Tara melepaskan tangan Nakula yang berada di bahu nya sedari tadi "Ka Nakula tau dari mana, kalo gue jago ipa sama matematika dari dulu?"

Aku mengenalmu lama sayang

Nakula tersenyum kecut "Suatu saat lo juga tau"

Nakula pergi begitu saja, benar-benar cowok menyebalkan. Ingin Tara mencakar-cakar wajah tampan milik nya itu, tapi tiba-tiba ada gulungan kertas yang melempar nya dari belakang

Tara pun melihat nya dan mengambil gulungan kertas itu, yang di bentuk bagaikan bola kecil

Gue masih nunggu lo nembak Nakula, Tara.

Sial! Ancaman itu lagi, ah sampai kapan ini terus ada di kehidupan nya. Ia juga kan harus mengenal Nakula lebih dalam, tunggu, lebih dalam? seperti nya kata itu tidak asing di otak Tara

Ah sudahlah, memikirkan hal itu hanya membuat Tara pusing saja, lebih baik ia masuk ke kelas dan mempersiapkan ujian lisan nya yang sebentar lagi akan di mulai

Dilain tempat..

"LO JANGAN DEKETIN TARA!" Teriak Nakula kesal sembari mencengkram kerah baju Abrar dengan kuat

Abrar pun hanya diam kacamata yang biasa menempel di wajah tampan nya kini terjatuh kebawah karna ia tadi bertengkar dengan Nakula. Tak ada yang tau mereka berdua bertengkar, karna mereka membuat ulah di ruang rahasia sekolah ini

Awalnya mereka hanya berbincang serius dan berakhir seperti saat ini, Nakula benar-benar sudah di buat kesal oleh tingkah Abrar saat ini. Terlebih lagi Abrar masih mencampakan Della

"LO ITU HARUS NYA NGOTAK! DELLA NUNGGU LO SAMPE SELAMA INI!!" Teriak Nakula kembali di depan wajah Abrar

"Gue udah bilang sama dia, kalo cinta gak bisa di paksa" Jawab Abrar dengan santai dan...

BUGH

Bogeman mentah kembali diterima oleh Abrar
"Lo baru kenal Tara dan lo langsung suka sama dia?"

Nakula melepaskan cengkraman nya dari seragam Abrar, dan pria itu seperti merapihkan kembali "Dasar cowok gak ada otak" Ucap Nakula dengan dingin dan meninggalkan Abrar sendirian di ruangan gelap itu

****

Alurnya terlalu sinetron gak sih? Engga kan ya?

Kalo gitu see you di next chapter

Setiap Karya Berharga....

Kakak Kelas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang