1. One Day

627 5 0
                                    

SMA Widya sedang ramai-ramainya pagi ini. Banyak siswa yang berdatangan dengan seragam putih biru. Berkalung kardus juga membawa barang-barang aneh di tangannya, mereka menjadi sasaran perhatian siswa dengan seragam putih abu-abu berlapis almamater hitam, OSIS lebih tepatnya. OSIS menatap tajam mereka sembari mengecek sekilas bawaan siswa-siswa baru itu.

"Heh, kamu yang nggak pakai nametag, sini cepetan!"  teriak Gildan, sang ketua OSIS. Gadis yang dimaksud Gildan kaget tak karuan lalu berlari menuju Gildan dengan ketakutan.

"Eh, iya kenapa, Kak?" jawab gadis itu mencoba tenang.

"Masih tanya kenapa? Kamu itu gimana, udah tau setiap siswa kelas X harus pakai nametag, masih aja tanya," amarah Gildan mulai membara.

"Maaf, Kak. Nametagnya ketinggalan," jelas gadis itu. Tiba-tiba gawai Gildan berdering keras bak alarm. Gildan yang kaget pun segera mengecek gawainya kemudian mengangkat telepon yang masuk.

"Alesan kamu. Di, nih urusin dia. Gue mau ketemu Pak Arjun dulu," perintah Gildan pada Andi yang ada di sebelahnya setelah menutup teleponnya sambil berlalu pergi.

"Iya-iya, Gil. Nama kamu siapa, Dek?" tanya Andi ramah membuat gadis di hadapannya bernapas lega.

"Fanda Amora, Kak," jawab Fanda tenang.

"Nametagnya bener-bener ketinggalan? Bener-bener udah kamu buat, kan?" tanya Andi lagi.

"Udah bener-bener tak buat, Kak. Cuma tadi tuh aku kan dianterin sama kakakku, terus aku disuruh cepet-cepet, katanya takut telat karena ada kuliah pagi. Eh nametagnya malah ketinggalan," jelas Fanda.

"Yaudah, kamu masih bisa ikut MOS hari ini. Untuk hukuman karena kamu nggak bawa nametag hari ini, kamu saya hukum untuk menulis seluruh nama panitia MOS tahun ini dan dikumpulkan ke saya istirahat nanti. Dan kalau besok pagi saya masih lihat kamu nggak pakai nametag hukuman kamu akan saya perberat," tegas Andi.

"Baik, Kak," jawab Fanda lega.
---
Seluruh peserta MOS sedang dikumpulkan di aula SMA Widya dalam rangka pembukaan MOS, dan saat ini Kepala Sekolah sedang memberikan pengarahan di hadapan ratusan calon siswanya. Usai Kepala Sekolah memberi pengarahan, kini saatnya Gildan memberikan sambutan.

"Fan, tau nggak lo? Ketua OSIS SMA Widya tahun ini ganteng benget loh," ucap Karina setelah mendengar pembawa acara menyebutkan nama Gildan.

"Emang siapa?" jawab Fanda acuh.

"Tuh, lagi ada di podium depan," jelas Karina dengan matanya yang berbunga-bunga. Fanda yang penasaran pun segera mengalihkan pandangannya ke podium depan.

"Elah, galak gitu," jawab Fanda dengan suara lantang sampai seluruh orang yang berada di aula mencari-cari tersangka yang akan menjadi korban Gildan selanjutnya. Meskipun masih pagi, Gildan sudah menjadi pusat pembahasan peserta MOS sebab telah memberi hukuman kepada seorang cewek yang terlambat dengan kejam. Dia menghukum cewek tersebut lari keliling lapangan basket sebanyak 25 kali.

"Siapa tadi yang bilang? Coba kamu maju kesini," panggil Gildan geram membuat kasak-kusuk sedikit mereda.

"Fan, lu apaan sih teriak-teriak. Dipanggil kan jadinya, sana deh lu cepetan ke depan," suruh Karina.

"Iya, Rin. Ini juga mau ke depan," tegas Fanda.

Tatapan peserta pun berhenti pada Fanda yang tiba-tiba berdiri. Fanda pun segera menunduk, mencoba memutus kontak mata pada siapapun sambil berjalan mendekati podium.

Gildan pun segera menyelesaikan sambutannya sembari menunggu gadis yang berteriak ditengah sambutannya itu sampai ke podium. Kemudian, Gildan menarik kasar tangan Fanda menuju ke taman belakang yang ada di sebelah aula, tempat pembukaan MOS itu.

"Ah, kamu yang tadi pagi saya panggil karena nggak bawa nametag, kan?” marah Gildan sambil melepas tangan Fanda kasar.

"Iya, Kak. Tapi saya udah dikasih hukuman sama Kak Andi kok," jelas Fanda.

"Terus kamu tadi ngapain teriak pas saya lagi bicara di depan? Bukannya di dengerin," marah Gildan lagi.

"Maaf, Kak," jawab Fanda tak bisa menjelaskan.

"Maaf-maaf. Kamu tuh bisa ga sih gausah ngeribetin saya. Udah nggak bawa nametag bikin gara-gara pas saya bicara lagi,"

"Maaf, Kak. Tadi saya nggak sengaja," jelas Fanda.

“Saya lagi nggak mood ngehukum orang, besok tungguin aja hukumannya. Sana masuk ke aula lagi," suruh Gildan sembari membaringkan tubuhnya ke kursi taman.

---

Haiiii-haiii, ini ceritaa kedua saya di wattpad versi fiksi yaa. Tapi yang satunya jangan dicari karena udah saya unpublish. Gatau aja, kaya udah gabisa masuk ke cerita yang itu makanya udah saya unpublish.

Ohiya, cerita ini bener-bener fiksi, khayalan saya semata. Mungkin banyak terinspirasi sama penulis-penulis yang ada saja. Yaa, banyak lah. Yang jelas sih bukan kisah nyata, karena sekolah saya limited cowoknya.

Untuk tokoh-tokohnya pun saya bener-bener cari nama, bahkan nggabungin nama saya sama doi:v widih, gaya bet ya saya.

kalau ada typo atau segala jenis kesalahan mohon dikomunikasikan biar bisa saya revisi secepatnya yaaa.

Sebuah TraumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang