🌼3

580 67 4
                                    

Tidak perlu melakukannya.

****

Ini adalah ketiga kalinya Sakura bertemu dengan pria Uciha, terhitung dengan kejadian malam petaka kala itu.

Di teras rumah Haruno Sakura, dengan angin sore yang menyejukkan diri ditambah dengan albus mega yang menghiasi langit Konoha.

Semua hening, dan berubah ketika pria berambut emo berdehem. Mungkin, meminta sedikit perhatian gadis bersurai soft pink di samping kiri dirinya.

Sakura menoleh, menatap malas pria tampan yang telah mengusik waktu istirahatnya dan juga waktu berkhayalnya.

Tetapi, bukannya memperhatikan apa yang dikatakan Sasuke atau sekedar mendengarnya. Sakura lebih dulu membuka mulut dan memulai pembicaraan.

"Kau tidak perlu melakukannya. Aku sudah meminumnya, dan kau bisa pulang sekarang"

Sasuke melemparkan pandangan kepada sekumpulan bunga matahari pada halaman rumah Sakura dan kembali menatap gadis keras kepala seperti Sakura.

"Kau memudahkanku," Sakura berdecih sekarang. Membuang muka dari Sasuke.

Dan kembali menatap Sasuke, "Kau harusnya berterimakasih," Sakura menimpalinya dengan nada kelewat meremehkan.

Sekarang, keduanya sama-sama terdiam. Terduduk pada kursi masing-masing dan menatap sekumpulan bunga matahari, juga merasakan hembusan angin senja yang menerpa.

Jujur saja, Sakura membeci Uciha yang sekarang duduk di samping dirinya, dengan sikap angkuh yang mendominasi.

"Kau harusnya tak pernah menemuiku," Sasuke menoleh. Ia menatap gadis menyebalkan di sampingnya dengan tatapan jengah.

"Kau harusnya berterimakasih" Sasuke  membalikkan perkataan Sakura yang telah dilontarkan padanya beberapa detik yang lalu.

Sakura tersenyum miring sekarang, menatap pria bersurai kelam di samping dirinya. Menatap tepat iris onyx milik Uciha yang menatapnya balik.

"Untuk apa? Merenggut harga diri?," Sasuke membungkam bibir miliknya rapat-rapat sekarang. Apa yang akan dikatakannya seakan tersangkut dalam kerongkongan miliknya.

Sementara, Sakura berusaha keras untuk tidak meledakkan seluruh amarahnya yang telah membumbung tinggi, sampai pada ubun-ubunnya.

Sakura berdiri dari kursinya dan menatap sebentar pintu gerbang kayu bercatkan putih, dengan beberapa tumbuhan rambat pada pagarnya terkecuali pada pintu gerbang.

Dan kembali menatap Sasuke, "Gerbangnya masih dapat dibuka, kau bisa melakukannya sendiri."

Sasuke mendongak, mendengar perkataan atau lebih tepatnya usiran halus dari gadis bersurai soft pink yang pernah ditidurinya kala itu.

"Pil pencegah kehamilanmu penting," Sasuke beranjak dari kursi yang didudukinya, berdiri dengan angkuh dan berjalan meninggalkan Sakura yang telah menundukkan kepalanya begitu dalam.

Saat tiga langkah terlewati oleh pria bermarga Uciha,"Untuk seseorang yang berhati dingin, dan mementingkan karier," Sasuke menghentikan langkah, menatap rendah Sakura.

"Jangan berharap aku menikahi gadis sepertimu," dan melanjutkan perjalanannya yang sempat terhambat karena mendengarkan sebuah ucapan yang dilontarkan Sakura.

Sakura menggenggam tangannya kuat, ia mendongak dan menatap nyalang punggung pria yang telah merenggut harga dirinya beberapa hari yang lalu.

"Aku akan menjadi gadis paling bodoh jika berharap pada pria sebrengsek dirimu!" Sakura nyaris berteriak. Masuk ke dalam rumahnya dengan luapan amarah yang membakar.

BRAKKKK....

Dengan sengaja gadis Haruno membanting pintunya dengan keras. Bermaksud meluapkan segala kekesalan dan amarah yang tertimbun di dalam hatinya. Mengakibatkan Uciha Sasuke yang belum beranjak dari halaman rumah Sakura menoleh, memperhatikan sebentar pintu yang telah tertutup. Dan kembali berjalan, meninggalkan tempat tinggal Sakura.

Omong-omong tentang Sakura. Sebenarnya gadis musim semi tersebut tidak pergi kemanapun.

Ia hanya terduduk di belakang pintu dengan pikiran yang teramat kalut, juga perasaan hancur. Ia sandarkan punggungnya ke pintu, dan menekuk kedua lututnya —meringkuk— sembari menahan lelehan air mata yang menumpuk di pelupuknya.

Lantas, Sakura menelungkupkan wajahnya ke lututnya. Bersamaan dengan kedua tangannya yang memeluk kedua kakinya rapat-rapat. Berharap ada rasa tenang yang merambat di sebalik hatinya.

"Kami-sama, apa yang harus kulakukan," lirihnya dan semakin menelungkup wajahnya, pun dengan memeluk kedua kakinya rapat-rapat.

Mistake (SasuSaku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang