Prolog

61 8 6
                                    

"Mengatakan ana uhibbuki? Atau mengeluarkan jurus seribu gombal? Hei, bukan seperti itu caraku mencintaimu."

🐇🐇🐇

Azri Dylan Abhimanyu menyukai Fatimah Az-Zahra. Kabar itu sudah menjadi rahasia umum bagi murid-murid MAS Cokroatmojo. Bahkan menjadi perbincangan yang hangat saat berkumpul di jam istirahat, atau pun jam kosong. Seperti trending topic saja. Sebenarnya, kabar tersebut tidak akan se-booming itu jika saja mereka bukanlah dua orang yang famous di sekolah.

Fatimah Az-Zahra atau biasa dipanggil Fatimah juga sudah mengetahui rahasia umum tersebut. Namun dia tidak percaya sedikit pun. Pasalnya, lelaki yang kerap ia panggil Dylan itu tidak menunjukkan bukti cinta kepadanya sama sekali. Menegur saja tidak. Menoleh padanya pun jarang. Padahal mereka satu kelas. Malahan, lelaki itu pernah membuatnya kesal setengah mati. Fatimah sendiri heran, entah siapa yang menciptakan berita palsu tersebut dan apa gunanya coba?

"Kegunaannya adalah untuk menyamarkan flek, mencegah penuaan dini, menyapu komedo, dan mengepel jerawat," jelas seorang siswi dengan dialek Jawa-nya yang kental. Menawarkan sebuah produk kecantikan di depan Fatimah dan teman sebangku ~sekaligus sahabatnya Fatimah~ yang bernama Aileen.

Aileen mengetuk-ngetuk dagu. Berlagak memikirkan sesuatu. "Kita gak punya komedo, apalagi jerawat. Kalau penuaan dini sih bisa dicegah dengan air wudhu," tanggapnya. Jeda sekian detik. "Tapi kalau mencegah menopause ada gak Tuk?" tanyanya pada Tukiyem atau lebih singkatnya Tuk. Itu sih maunya Aileen saja memanggil Tukiyem dengan panggilan Tuk. Biasanya Tukiyem sering dipanggil Paijo. Ya, Paijo. Cuma gara-gara kumis tipisnya, Tukiyem mendapat julukan Paijo. Kasian ya Paijo.

"Itu sih sudah takdir dari gusti Allah Leen," sahut Tukiyem.

Aileen manggut-manggut. Begitu pun dengan Fatimah. Meski tatapannya liar melirik ke arah Dylan yang duduk di depan meja guru dengan lagak tak merasa bersalah. Lelaki itu tampak acuh dengan keadaan di sekitarnya. Memasang headphone di telinga dan sibuk memainkan jemari dengan cepat di layar ponsel android-nya, serta kedua kaki ditaruh di atas meja.

Dalam hati, Fatimah mengutuk Dylan berubah jadi kodok berut. Kesal sekali rasanya melihat ketidaksopanan sosok Dylan yang tidak bisa ditegur dengan cara apapun. Fatimah sudah pernah mencobanya, dan hasilnya ia malah dicuekin tanpa ampun.

"Fat, kantin yuk, laper nih," ajak Aileen, menjawil lengan sahabatnya.

Fatimah menoleh. "Aileen manggil apa tadi?"

"Fat," jawab Aileen, enteng.

Sontak mata Fatimah melebar. Memelototi Aileen. "FA TI MAH! Not Fat! Kalau ditulis dan dieja dalam bahasa Inggris akan dibaca menjadi fet yang berarti gemuk. I'am not fat! You know?" jelas Fatimah, berapi-api. Tanpa ia sadari, sebuah senyuman kecil tercetak di bibir Dylan.

Aileen mendesah pasrah. "Iya, maaf," katanya.

"Nah gitu dong," sahut Fatimah riang. Tangannya bergerak memegang pergelangan tangan Aileen. "Oke, Alien. ayok ke kantin!" serunya.

"Aileen not Alien!" sahut Aileen, meniru gaya bicara Fatimah. "Kamu mau balas aku ya?" selidiknya, memicingkan mata.

"Maaf ya, sengaja," kekeh Fatimah.

"Yo wis toh. Sana kalau mau makan dulu, silakan," pungkas Tukiyem yang kemudian memasukkan barang dagangannya ke dalam tas.

"Kamu gak makan Yem?" tanya Fatimah.

"Iya. Mau bareng kita nggak?" tambah Aileen.

"Duluan saja. Aku mau lanjut dagang ke kelas tetangga dulu," tutur Tukiyem berikut senyumnya yang lebar. Ia kemudian beranjak dari kursi dan meninggalkan kelas sambil membawa barang dagangannya.

"Yem, makan dulu, entar sakit loh," teriak Fatimah.

"Masih kenyang kok," sahut Tukiyem, menoleh sebentar dan melemparkan senyum.

Fatimah dan Aileen saling menatap sebentar lalu mengangguk. Pertanda sepakat untuk lekas pergi ke kantin. Mereka pun berjalan saling bergandengan.

Di saat yang bersamaan, seorang siswi dengan gaya jilbab disampirkan ke kanan dan kiri ~tidak menutupi dada, berjalan masuk ke kelas mereka. Langkahnya terlihat gusar. 

Aileen bisa melihat ekspresi kemarahan tergambar di wajah perempuan yang terlihat asing itu. Ia juga merasa, perempuan itu terus menatap ke arah Fatimah. Beberapa saat Aileen memperhatikan wajah Fatimah, tetapi tidak terlihat gurat cemas tergambar di sana. Ia pun mendesah lega. Sikap Fatimah yang tenang, menunjukkan bahwa sahabatnya itu tidak sedang bermasalah. Jadi, Aileen tak perlu khawatir lagi.

Sayangnya, dugaan Aileen salah. Tiba-tiba saja perempuan asing itu mendorong kasar tubuh Fatimah hingga terpental ke belakang.

Fatimah spontan mengucap istighfar. Jantungnya bergemuruh kencang. Matanya terbelalak. Kaget bukan kepalang. Begitu pun dengan beberapa orang yang kebetulan masih berada di dalam kelas. Termasuklah Aileen dan Dylan.

Dylan kontan menurunkan kakinya dari meja dan berdiri tegak. Ia adalah satu-satunya orang yang paling tahu apa alasan perempuan bermata besar itu datang ke kelas mereka. Sialnya Dylan lengah. Tak menyadari kedatangannya sejak awal karena keasyikan bermain game. Padahal alasan kenapa ia masih berada di kelas saat jam istirahat hanya satu. Melindungi Fatimah dari perempuan itu. Ya, hanya itu.

Selama ini, Fatimah tidak pernah tahu, Azri Dylan Abhimanyu adalah lelaki yang selalu berusaha melindunginya.

Fatimah juga tidak tahu bahwa hari itu adalah awal dari kisah cintanya bermula. Kisah cinta yang terasa pelik. Kisah cinta yang menghisap hampir seluruh kebahagiaannya.

🐇🐇🐇

(Gambar boleh disimpan atau di-share)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Gambar boleh disimpan atau di-share)

Terima kasih telah membaca ceritaku ;)

Voment-nya jangan lupa yak :D

Voment : Vote and comment.

Sampai jumpa di cerita selanjutnya. Wassalammualaikum. Bye bye✋

Bukan FatimahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang