Dua

30 3 3
                                    

"Beritahu aku, bagaimana cara mencintaimu tanpa melukai?"

🐇🐇🐇

Dylan langsung menjatuhkan tubuhnya ke ranjang begitu tiba di kamar. Melemparkan tas ke sembarang tempat, serta tidak melepas seragam dan sepatunya. Cukup lelah rasanya. Hari ini terasa begitu panjang bagi pria berdarah Bugis itu.

Dengan badan yang menelungkup, Dylan meraih ponsel dari dalam saku celananya. Lalu membuat panggilan video dengan sahabat karibnya yang berada di Jakarta.

"Hei Azri. What's up, bro?" Sahabat karib Dylan menyapanya dengan semangat. Bukannya membalas ramah, ia malah tersenyum tipis menanggapi.

"Kenapa lu? Ada masalah?" tanggap sahabat Dylan. Namanya Kevin.

"Iya nih Vin. Galau gua," jawab Dylan lesu.

"Hahaha. Galau kenape lu tong? Berat amat kayaknya."

"Lu lagi dimana sih? Berisik amat? Di mall ya?"

"Iya. Gua lagi di star mbak nih."

"Sama siapa?"

"Cewek gua nih." Kevin mengganti kamera depannya menjadi kamera belakang. Memperlihatkan seorang gadis cantik nan seksi yang duduk di depannya. "Cakep kan?" pamernya. Lalu memperlihatkan kembali wajahnya pada Dylan.

Dylan menggeleng. "Bukan tipe gua."

"Halah, muna lu. Biasanya juga lu suka sama cewek yang alisnya digambar, gigi dipagar dan dompet dibiarkan terkapar."

"Hahaha. Rese lo Vin! Lu kira gua copet."

"Iya. Copet hatiku. Whahaha."

"Haha. Jijay lo ah."

"Oh ya ngomong-ngomong gimana Jogja?" tanya Kevin dengan antusiasnya.

"Oke kok."

"Lu masih sering ke kelab nggak?"

"Kayaknya gak pernah lagi deh."

"Kenapa? Udah alim lu sekarang? Hahaha."

"Hmm. Malas aja. Belum punya banyak kawan juga," alibi Dylan. Padahal sebenarnya ia sedang berusaha untuk tidak mengecewakan Ibunya, walaupun untuk beberapa hal buruk lainnya masih dilakukan.

"Oh ya, sekolah baru lu gimana? Ada cewek cakep kagak? Pasti hijabers dong? Gak seksi kayak cewek di sekolah kita."

"Yee, memangnya kenapa kalo berhijab? Cantik kok." Bayangan wajah Fatimah mendadak hadir di kepala Dylan. "Bersinar lagi," lanjutnya. Tanpa sadar menuai senyum di bibir.

"Haha. Bersinar gimana? Kerlap-kerlip kagak?"

"Sialan lu. Itu cewek bukan lampu disko."

"Hahaha. Iya gua paham. Gua juga paham kalau lu lagi jatuh cinta kan?"

Dylan bangkit duduk. Matanya memancarkan binar, bersemangat untuk bercerita.

"Azri, gua bilangin nih ya. Lu kudu hati-hati. Jangan sampai orang yang lu suka jadi korban si Alan. Lu tau sendirilah dia masih dendam banget sama lu. Udah gitu anggotanya ada di seantero pulau Jawa lagi. Gua takut dia udah tahu di mana keberadaan lu."

Sinar di mata Dylan meredup.

"Lu harus kelarin dulu masalah lu sama Alan baru deh jatuh cinta semau lu. Jangan sampe apa yang terjadi sama Nina akan terjadi juga sama cewek yang lu bilang sekarang."

Dylan terdiam. Banyak hal yang ia pikirkan saat ini. Alan, Nina dan Fatimah. Ketiga orang yang seharusnya tidak saling berkaitan.

🐇🐇🐇

Bukan FatimahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang