Empat

25 2 1
                                    

"Aku tahu kau dan dia adalah orang yang berbeda. Namun bagiku kalian adalah sama. Entah karena kamu yang mirip dia atau aku yang belum bisa melupakannya."

🐇🐇🐇

Gadis berjilbab abu itu berjalan masuk ke rumahnya. Raut wajahnya menyimpan kekhawatiran. Mengingat orang yang telah ditinggalkannya dalam keadaan tak sadarkan diri.

Pelan-pelan ia melangkah. Menyusuri tangga demi tangga. Menunduk lemah.

"Wa'alaikumsalam," ucap seorang wanita dewasa muda berkerudung merah jambu. Tepat saat gadis itu menginjak lantai dua.

Spontan langkah si gadis terhenti. Pandangannya diarahkan ke sumber suara. "Eh Mbak Mala. Assalammualaikum. Hehe," cengirnya. Menampakkan gigi kelinci yang menambah imut parasnya.

"Wa'alaikumsalam. Kenapa Fatimah baru pulang?" tanya wanita yang dipanggil Mbak Mala oleh Fatimah. Ya, dia memang Fatimah. Fatimah Az-Zahra.

"Maaf Mbak, Fatimah lupa kasih kabar. Tadi ada kecelakaan," terang Fatimah. Mala tampak terkejut mendengarnya. Lekas ia menghampiri gadis itu. Memperhatikan seluruh tubuhnya dengan seksama, atas-bawah, dan depan-belakang.

"Kamu gak kenapa-napa?" tanya Mala, sembari memegang bahu Fatimah.

Fatimah menggeleng. "Alhamdulillah gak papa. Bukan Fatimah yang kecelakaan tapi teman Fatimah."

"Innalillahi wa innailaihi roji'un. Terus gimana keadaan teman kamu?"

"Hmm, nanti aja ceritanya Mbak. Fatimah mau mandi dulu. Bentar lagi magrib," ujar Fatimah sambil tersenyum kecil.

Mala menurunkan kedua tangan dari bahu Fatimah dan menghela napas. "Ya udah. Sana."

"Papi sama Kak Adit belum pulang ya Mbak?"

"Belum. Kata Mas Adit mereka mampir ke Surabaya dulu untuk satu hari ini. Besok baru pulang," jelas Mala. Menyorot lembut Fatimah.

Fatimah ber-ooh ria. Sebelum berlalu meninggalkan Mala, Fatimah berkata, "Nanti selepas magrib, izinkan Fatimah keluar ya Mbak. Mau jenguk teman yang kecelakaan itu."

"Iya. Perginya sama Aileen ya. Ingat, pulangnya jangan kemaleman."

"Iya Mbak."

🐇🐇🐇

"Astaghfirullahaladzim." Kaget Fatimah melihat sosok berpakaian putih berdiri di hadapannya. Penampakan pertama begitu ia membuka pintu kamar bernuansa pink itu.

"Aileen." Mendesah lega, Fatimah mengelus dadanya. "Ngapain pake mukena. Yang putih semua lagi. Bikin kaget aja."

"Kan bentar lagi azan," jawab Aileen datar. "Bukankah lebih baik kita menunggu waktu sholat dibanding waktu sholat yang menunggu kita?" lanjutnya.

"Iya. Aileen bener," sahut Fatimah seraya menutup pintu. "Tapi gak harus menunggu di depan pintu dong, kecuali kalau Aileen mau pergi ke Masjid."

"Enggak sih."

"Aileen sejak kapan ada di sini?" Fatimah berjalan mendekati rak sepatu.

"Sejak Mbak Mala datang ke rumahku dan nanyain kamu ada di mana."

Sambil melepaskan sepatu, Fatimah bertanya, "Jadi Mbak Mala nyari aku ke rumah Aileen? Terus Aileen jawab apa? Aileen bilang kalau Fatimah nemui Dylan?"

Aileen menarik napas panjang dan mengembuskannya kuat. Ia beranjak dari tempat dan duduk di tepi ranjang. "Aku gak bilang gitu kok. Tapi aku terpaksa bohong waktu Mbak Mala nanya kamu belajarnya sama cewek apa cowok. Aku bilang aja cewek."

Bukan FatimahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang