☀️

166 21 41
                                    

Hidup mandiri itu sulit.

Hinata menyadari hal itu sejak awal ia pergi dari rumah dua bulan lalu.

Mengatur waktu antara sekolah dan belajar pun sama sulitnya. Maka dari itu ia sering kedapatan tertidur saat pelajaran dan sering ditegur oleh guru.

Beruntung sang ayah masih membiayai pendidikannya, jika tidak mungkin ia akan putus sekolah. Karena meski tempat kerjanya memberi gaji lebih dari cukup, uangnya hanya cukup untuk membayar sewa flat kecil yang ditinggalinya dan beberapa kali uang naik bis. Kehidupan sehari-harinya harus serba irit.

Ia merasa sangat beruntung, saat kakak sulungnya dan kedua sepupu Uchiha sering memberi bantuan. Baik Itachi serta Neji yang sering menambahkan uang jajan di awal bulan, atau Sasuke yang sering mengantarnya pulang dan membayarkan uang naik kereta. Sisa uangnya bisa dipakai untuk jajan crepe atau cinnamon roll.

Keluarga Uchiha sejak mendengar bahwa ia minggat selalu menawarkan tempat tinggal untuknya. Terlebih mami Mikoto juga sepupunya Itachi dan Sasuke mengkhawatirkan dirinya.

Maklum, nyonya Uchiha ingin punya anak perempuan, tapi yang lahir jantan semua. Makanya keluarga Uchiha sangat menyayangi Hinata.

Tapi gadis itu tetap keras kepala. Ia akan teguh pada pendiriannya sampai sang ayah mengurungkan niatnya untuk menjodohkannya dengan orang yang belum ia kenal.

Apalagi jika pria itu sembilan tahun lebih tua darinya. Bisa-bisanya ayahnya menjodohkannya dengan om-om. Walaupun Hinata belum melihat calon tunangannya dengan mata kepalanya sendiri.

Keluarganya kan tidak se-miskin itu. Cukup berada, malah. Kenapa ayahnya begitu tega.

"Oi! Hinata!"

Lamunan Hinata terhenti saat mendengar suara cempreng nan membahana itu..

"Naruto!? Kok kamu disini!?"

"Ah, dokumen milik sepupuku tertinggal di rumah. Jadi aku bawakan kemari sebelum menjemput Sakura-chan untuk kencan. Kamu sendiri ngapain!?"

Hinata nyengir sambil mengangkat kain lap dan sapu di masing-masing tangannya. "Aku kerja sambilan."

"Hah!? Memang keluargamu kekurangan uang!?" Tanya Naruto heran. Keluarga Hyuuga kan bukan termasuk kalangan kurang mampu. Sebelas dua belas dengan keluarganya yang kelas menengah, lah.

"A..aku hanya ingin belajar mandiri. Hehe" ujar Hinata ngeles.

"Hmm, mau kubantu gak!?"

Hinata menggeleng cepat. "Tidak usah, Naruto-kun. Terimakasih tawarannya."

"Beneran, nih!? Tapi nanti kalau gak bantuin kamu, bisa-bisa ntar dia malah ngomel.."

"Dia...siapa Naruto-kun!?"

Naruto terbelalak. Lalu sambil nyengir gugup ia melihat pergelangan tangannya yang dihiasi wristband, bukannya jam tangan.

"A..ahaha. Sudah dulu ya, Hinata-chan. Aku bisa telat jemput Sakura-chan. Jaa!"

Hinata mengernyit bingung. Siapa 'dia' yang Naruto maksud!?
.
.
.

Selain dijuluki 'tukang tidur', Hinata mendapat julukan lain. Yaitu si 'kurir surat cinta'. Panggilan itu melekat padanya sejak awal masuk SMA.

Awalnya hanya karena membantu Sawako-chan teman sekelasnya yang pemalu menyerahkan surat cinta kepada sepupunya Sasuke.

Dan Sasuke yang terlalu senang kehilangan jiwa kulkasnya saat menerima surat dari gadis yang disukainya, tertawa lepas sambil memeluk Hinata erat-erat hingga gadis itu hampir kehabisan nafas.

Surat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang