"Nii-san tampan, sepelti pangelan."
"Nii-san kan tunangannya aku!"
Kata-kata Hinata sewaktu masih kecil itulah yang membuat Claude kesal setengah mati di masa SMAnya.
Namun saat kembali ke Jepang setelah sekian tahun, gadis itu malah melupakannya.
'...
Athanasius mengelus-elus puncak kepala Hinata. "Tak perlu se-formal itu, adik kecil."
Meski sungkan dengan cara bos besar mengelus puncak kepalanya, Hinata merasa tak asing dengan sikapnya. "Ta..tapi anda kan bos..."
"Mau ku beritahu rahasia!?" Athan tersenyum misterius
"He?"
"Begini, adik kecil. Yang memiliki perusahaan ini bukan hanya aku, tapi juga adikku."
"S.. sensei..juga!?"
Pria itu mengangguk sambil tersenyum. "Adikku itu sedang memata-matai tunangannya. Gadis itu kehilangan ingatan saat dia masih kecil."
'Saya sudah bertunangan dan kalian bukan level saya.'
Ah, tunangan ya.
Kenapa Hinata lupa akan perkataan itu?
Kenapa juga ia harus diingatkan.
Kan hatinya jadi tercubit-cubit.
"...Yah, karena itu juga adikku yang (tak pernah mau mengakui tapi benar-benar) cinta mati padanya menyamar menjadi guru dan... lho? Hinata-chan?! Ceritanya belum selesai, lho."
_____
Hinata menghindar.
Claude bukannya tidak tahu, tapi lingkungan sekolah yang menentang hubungan antara guru dan murid membuatnya harus profesional, walau sebenarnya ia hanya pengajar gadungan yang ternyata cukup meyakinkan sampai mengirim murid berprestasi mengikuti ajang pidato berbahasa Inggris antar kota.
Tapi tetap saja pria dewasa dengan kadar kesabaran minim sepertinya sangat terganggu.
Padahal hubungan mereka sudah mulai ada perkembangan.
Maka dengan kekuasaan sebagai seorang guru, pria itu kini 'menyandera' Hinata di ruang kelas setelah pulang sekolah.
"Nilai bahasa Inggrismu yang payah itu perlu perbaikan." Begitulah titahnya.
Padahal nilainya cukup bagus di ulangan bulan lalu.
70 gitu lho. Masih lebih bagus daripada Naruto yang mendapatkan kursi terbalik berdampingan dengan bebek berenang di pinggir kertas ulangannya.
Kenapa hanya Hinata saja yang mendapat anugerah diberi pelajaran tambahan!?
Anugerah ya...
Plak!
Hinata menampar pipinya kuat-kuat, menyadarkan dirinya sendiri bahwa orang yang disukainya sudah bertunangan.
"Jangan melamun, Hyuuga!"
"Eh!?"
Sejak kapan dia ada di ruang guru dan duduk manis di sebelah Claude-sensei? Bukannya tadi dia ada di koridor sekolah dengan Sawako-chan dan Sasuke-kun?
"Penyakit bengong mu itu kadang membahayakan, Hyuuga."
Wajar jika Claude berkata begitu. Gadis itu bahkan tidak sadar saat Claude menggenggam tangannya dan menyeretnya begitu saja ke ruang guru yang sepi di jam istirahat.
Hinata menunduk malu. "Ma.. maafkan saya."
Claude bertopang dagu sambil menatap Hinata dengan perasaan bersalah. "Mungkin kebiasaanmu ini karena salahku juga..."
"S..sensei salah apa..!?"
Claude mengambil sedikit rambut Hinata dan menciumnya. Membuat si empunya rambut sedang memerah tak karuan wajahnya.
--- Masih teringat jelas di ingatan Claude saat Hinata kecil yang menangis sambil mengejar mobil yang ditumpanginya beserta keluarga menuju bandara.
Ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak berbalik dan berpura-pura cuek.
Hingga setelah dua hari berada di kampung halaman mereka di Inggris, Hiashi Hyuuga setelah didesak ayahnya dengan ragu mengabarkan kalau Hinata mengalami kecelakaan cukup parah saat mengejar mobil mereka.
Butuh waktu lima hari kemudian hingga Claude bisa ke Jepang ditemani kakaknya. Tapi hatinya merasa tercubit melihat Hinata dengan perban melilit kepalanya, memilih bersembunyi di balik punggung perawat perempuan daripada memeluknya.
"Ka..kata ayah, jangan deket-deket sama orang yang gak dikenal."
Claude cukup terguncang mendengarnya. Namun Hiashi mengajaknya bicara.
"Hinata sedikit mengalami amnesia. Kemarin dia malah tidak mengingatku dan Neji. Semua butuh waktu, nak." Ujar pria baya itu sambil menepuk pundaknya.
Claude remaja menatap Hinata yang terlihat melamun. "Dia..lebih sering melamun!?"
"Yah, karena benturan di kepalanya cukup parah, sifatnya jadi cukup..berbeda."
"Ini...salahku kan, jiisan."
"Sudahlah. Salah kami juga yang membiarkan Hinata mengejar mobil kalian sampai seperti ini." Hiashi mencoba membesarkan hati Claude, meski percuma.
Meski terkesan dingin dan tak pedulian, remaja yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri itu punya hati yang penyayang.
"Jiisan.."
"Hm!?"
"Tunangkan aku dan Hinata saat ia besar nanti. Aku akan bertanggung jawab atas dirinya di masa depan."
Hiashi takjub dengan remaja yang sedang berlutut di hadapannya.
Sepertinya bualan Hinata tentang pertunangan bukan hanya jadi khayalannya semata. _____
"Ji..jika sensei me.. menyeretku ke sini hanya untuk menyentuh rambutku, aku pergi saja."
Baru saja Hinata akan berdiri dari duduknya, Claude menahannya agar tetap diam.
"Kalau kau suka padaku, kenapa malah ingin lekas pergi, hm!?"
Hinata sampai kapanpun sepertinya tidak akan kuat menatap mata Claude. Hingga akhirnya ia sendiri yang terisak kecil.
"Aku... suka sensei. Tapi...sensei kan sudah.. bertunangan~"
Claude mengulum senyum dan ingin tertawa melihat wajah Hinata. "Memangnya kenapa? Toh tunanganku tidak tahu." Godanya
"H..he!?"
"Kita backstreet saja, bagaimana adik kecil!?"
Hinata menatap Claude dengan kesal. Disingkirkannya lengan Claude dari kursinya dan pergi sambil berteriak "SENSEI AHO BAKA!!!" Sambil membanting pintu.
Claude tertawa sambil menyugar rambutnya. Ya ampun, tunangannya satu ini sangat menggemaskan untuk digoda.
"OMG! Claude sensei tertawa!!" Guy sensei berteriak heboh saat membuka pintu.
Mendengar teriakan heboh rekannya, Claude pun kembali ke setelan pabrik.
"...atau salah lihat kali, ya!?" Ujar Guy sensei sambil mengucek matanya.
-----
Kadang orang yang pernah kecelakaan di kepala kelakuannya suka aneh-aneh. Kadang bengong tanpa alasan, kadang juga bicara ngelantur kek tante saya.