👩‍❤️‍👨

84 8 19
                                    

"Kenapa wajahmu kusut, adik kecil!?"

"Eh? Selamat malam pak, eh niisan!"

"Nah, begitu. Panggil niisan saja, seperti dulu. Lagipula aku belum setua itu." Ujar Athan sambil menepuk-nepuk puncak kepalanya.

"'Seperti dulu?' Kapan?" Hinata bertanya heran.

"Kita dulu bertetangga lho, adik kecil. Kau pasti lupa."

Hinata kaget. " Be..benarkah!?. Jika begitu, maafkan saya, niisan."

Athan memeluknya sekilas, lalu mengusap-usap kepalanya lagi. "Tidak apa-apa, adik kecil. Kami maklum, kok. Sekarang ngomongnya jangan kaku lagi, oke!?"

"Mana bisa begitu."

"Bisa lah. Kan aku aku bos-nya."

Hinata tertawa. "Niisan sombongnya gak berubah....eh?" Ia kaget dengan ucapannya sendiri. "Ma.. maaf niisan. Kata-kata itu keluar begitu saja."

"Tuh, kan. Kamu pasti mulai ingat."

Jika pria di hadapannya ini bertetangga dengannya saat masih kecil, berarti Claude-sensei juga...

Heh, mengingat kelakuan brengsek pria itu yang terang-terangan memintanya jadi selingkuhan, Hinata kembali cemberut.

"Kenapa wajahmu ditekuk begitu, adik kecil? Imouto-ku nakal padamu, ya?"

Hinata dengan kesal menceritakan tentang kelakuan Claude di sekolah hari ini. Sementara Athan hanya senyam senyum mendengarnya.

"Kok niisan malah senyum? Gak lucu, tau." Ujarnya sambil menggembungkan pipinya

"Dia hanya menggodamu, tau."

"Oh..." Hinata murung. Jadi dia hanya dipermainkan, begitu.

"Ah...hei. Bukan berarti dia mempermainkan mu, lho."

"Terus!?"

"Kau dan tunangannya itu sama, tahu. Eh?" Gawat, Athan malah membocorkan rahasia.

"Sama? Maksudnya kami mirip? Atau kembar, begitu!?"

Athan malah tertawa sambil mengacak-acak rambut Hinata.

"Ih, niisan. Kok malah ketawa."

"Sudah, ah. Nanti kebanyakan nge-spill imouto-ku bisa mengamuk padaku." Ujarnya sambil berlalu pergi.

Meninggalkan Hinata dengan pikirannya yang masih lemot.

--------
Besoknya, Hinata dikejutkan dengan sepucuk surat putih polos ada di atas susunan buku di dalam lokernya.

Tak ada nama pengirim. Hanya ada tulisan 'Bacalah setelah pulang sekolah'.

Hinata mengernyit bingung. Tapi tiba-tiba ia malah berpikir bahwa isi surat di tangannya adalah uang. Lalu kemudian ia senyum-senyum, berpikir bahwa isinya adalah surat cinta (mungkin).

Tapi pikiran itu ia buang jauh-jauh. Tidak mungkin murid tak populer sepertinya dapat surat cinta.

Hinata hanya tidak tahu, bahwa Claude sudah melobi Naruto agar menjauhkan para jantan yang ingin mendekati tunangannya.

Dengan iming-iming saham tambahan sebesar 3 persen, sepupu Uzumaki-nya tentu bersemangat menjalankan misi.

Sibuk dengan pikirannya sendiri, tahu-tahu bel sudah berbunyi.

Hinata tetap membiarkan surat itu berada dalam lokernya. Berjaga-jaga jika ada teman sekelas yang kepo membacanya.

Ia mengambil beberapa buku pelajaran seperlunya lalu mengganti sepatu dengan uwabaki.
-----

Surat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang