☁️

110 14 23
                                    

Athanascius menghela nafas sambil meregangkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Sudah 2 bulan ini pekerjaan di perusahaan yang seharusnya dilakukan sang adik malah dilimpahkan padanya.

Meja kerjanya yang penuh dengan kertas berisi deretan angka dan huruf ditinggalkannya demi secangkir kopi buatan Diana, istri tercinta.

"Terima kasih, sayang." Ucapnya sambil mengecup bibir Diana.

"My pleasure, darling." Balas Diana sambil balas mengecup bibir Athan.

Suara lembaran kertas menyadarkan keduanya, bahwa Claude sedang memeriksa pekerjaan murid-muridnya di meja di tempat yang sama.

"Kalau kau ingin memata-matai calon tunanganmu, harusnya kau minta bantuan Naruto saja. Dia kan sekelas dengan Hinata. Kenapa malah menyamar sebagai guru segala!? Sampai mengajak istriku dan anak buahmu segala, pula."

"Hn."

Claude mendelik ke arah kakaknya yang baru saja melempar sendal rumah yang dipakainya tepat di kepalanya.

"Jangan cuma 'hn', otouto!. Kau berhutang banyak padaku. Jika dalam waktu sebulan kau tak kembali ke perusahaan, akan kuadukan ke ayah-ibu agar bagianmu jadi milikku."

Claude berdecak kesal. "Aku tahu."

"Sudahlah, sayang. Lagipula jadi guru menyenangkan, kok." Ujar Diana sambil memeluk lengannya.

"Tapi waktu kita berkumpul bersama jadi berkurang, sayang. Jangan membela adik iparmu terus." Tukasnya sambil melembutkan nada bicaranya pada sang istri.

Diana tersenyum geli. "Claude-kun, tolong jaga Athy di akhir pekan ya. Kami mau berkencan. Bayi besar ini perlu dimanjakan." Guraunya

Claude mendengus lalu berdecak melihat kemesraan kakak dengan istrinya. "Iya, iya."

Anastasius adalah pria kalem. Tapi jika ia sudah mulai jenuh pria itu akan mengomel, terlebih lagi jika istri tercinta dibawa-bawa.

Sepertinya Claude harus gerak cepat.

Tapi sebelum itu...

"Terima kasih atas bantuannya, kakak ipar. Sepertinya di masa lalu kau adalah istriku yang paling kusayang."

"Apa kau bilang!?"

"Sayang, Claude hanya bercanda."

Sebelum kakaknya mengamuk, Claude sudah angkat kaki lebih dulu ke kamarnya.
.
.
.
.
Sebelum mengajar, Claude singgah terlebih dulu ke rumah calon ayah mertua. Dia disambut oleh bibi Chiyo, lalu diantarkan ke ruang tamu.

Pria itu membuka jendela dan selonjoran di teras samping rumah sembari menunggu ayah mertua.

"Bagaimana keadaan Hinata di sekolah!?"

"Selain sering mengantuk di kelas, prestasinya di akademik tidak berubah, Otou-sama."

"Baguslah."

Claude menyesap teh hijaunya dengan tenang.

Meski berwajah datar dan seakan tak berperasaan, ia tahu calon mertuanya sangat menyayangi anaknya. Apalagi Hinata mirip dengan mendiang calon ibu mertuanya.

Hiashi menghela nafas. "Apa aku harus membatalkan rencana pertunangan kalian!?"

"Tidak harus begitu, Otou-sama."

Pria paruh baya itu tersenyum tipis. "Kau sungguh menyukai anakku rupanya."

"Sejak dulu dia tipe yang mudah untuk saya cintai. Meski dulu sikapnya manja dan suka memaksa." Ujar Claude jujur. "Lagipula dia yang lebih dulu seenaknya mengaku-ngaku sebagai tunangan saya."

Surat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang