Prologue

11 1 0
                                    

Seorang perempuan menunggu di depan pintu gerbang rumahnya. Ia menggenggam handphone, mengetik sesuatu di pesan WhatsApp. Terlihat nama kontaknya adalah Anggie. Wajah perempuan tersebut terlihat bingung dan panik.

Sintia:
Aduh Anggie gua gatau harus gmn lg

Sintia:
Gimana dong :(

Anggie:
Sans sin, santai aja udah. Terserah lu yang penting ikut dulu ya :)

Anggie:
Tapi lu suka kan??

Sintia tidak menjawab pesan terakhir temannya itu. Ia menatap langit senja, bersandar di gerbang rumahnya, ia menghembuskan nafas dan memegang dadanya. Jantung sudah berdegup kencang dan tangannya menjadi dingin.

Dari rumah lain yang berdekatan seorang cowok mengeluarkan sepeda motor, memakai helm hitam. Lampu sorot sepeda motor itu membuat Sintia menoleh ke arahnya. Si cowok mengendarai sepeda motor itu dan berhenti di depan Sintia.

"Sin kamu nunggu lama ya?" Cowok itu mengangkat kaca helm yang ia pakai. "Maaf ya nyari kunci motor tadi."

"Iya.. ga papa Ri," Sintia mengangguk pelan. Ia mengambil helm putih Andrian, cowok itu, lalu memakainya.

Sintia menaiki motornya Andrian, dia hanya berpegangan pada jaket Andrian. Diperjalanan keduanya tidak berbicara banyak sehingga sepi. Mata Sintia melihat banyaknya mobil-mobil dan motor-motor yang lalu-lalang. Untuk saat ini dadanya tidak begitu berdebar-debar. Untuk saat ini.

Dari kaca spion Andrian melirik Sintia, ia terlihat sangat cantik pikirnya. Sudut bibirnya terangkat sedikit saat mengalihkan perhatian kembali ke jalanan. Namun kini senyuman di bibirnya hilang, ia terlihat cukup khawatir. Sejak tadi ia sudah coba untuk mulai mengobrol dengan perempuan yang diboncengnya. Namun ia tidak bisa berbicara. Mengeluarkan kata-kata saja sepertinya sulit.

Sintia melirik Andrian dari spion yang sama. Ia melihatnya khawatir. Tidak enak rasanya melihat temannya seperti itu. Ia harus tetap menjaga perasaannya tapi bagaimana? Dia sendiri tidak tahu harus bagaimana nantinya, bagaimana cara menjawab pertanyaan temannya nanti. Dia tidak mau tiba-tiba pertemanan mereka kandas di tengah jalan.

Lamunannya terhenti saat motor yang mereka kendarai menjadi pelan. Andrian meminggirkan motornya, melihat ke roda belakang. Sintia melihat ke roda belakang juga, alisnya menekuk. Roda belakang motor menjadi datar.

"Yaah, kok kempes gitu?" tanya Sintia. Ia turun dari motor dan mengecek lagi bannya. "Gimana dong? Nanti telat ke cinemanya."

"Ada tambal ban ga ya?" Andrian menoleh ke kanan dan kiri. "Ah iya, itu ada bengkel."

Tepat di seratus meter dari tempat mereka berhenti ada bengkel ban. Andrian turun dari motornya dan mulai mendorong. Sintia menghela nafasnya, lalu membantu Andrian mendorong motornya.

"Kok bisa kebetulan banget ada bengkel?" gerutu Sintia. Ia melihat ada tiga motor yang antri. "Kena paku juga itu kayaknya."

"Ya namanya juga orang cari duit," kata Andrian, ia pun sama kesalahannya dengan Sintia.

Sintia & AndrianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang