Bab 1

4 0 0
                                    

2018 pada tahun ini juga kini angkatan ke-30 pelajar SMAN Triayu 08 Jakarta Timur sudah memasuki tahun ke dua, yaitu kelas sebelas. Dan setelah libur panjang yang mulai dari bulan Mei hingga Juni 2018 akhirnya para pelajar dan guru pun harus masuk kembali ke sekolah.

Tentu banyak keluhan dari para pelajar yang masih kurang 'liburnya', Hal biasa dikeluhkan setelah liburan sekolah yang panjang. Tak hanya itu, apel pembukaan dan pencarian kelas-kelas yang akan ditempati selanjutnya juga sudah pasti harus mereka lakukan. Termasuk juga Sintia.

Sehabis apel ia harus rela berdesak-desakan dengan yang lainnya demi melihat apakah di daftar nama pelajar kelas yang di tempel di pintu kelas tersebut ada namanya. Namun sudah tiga kelas yang ia datangi, Kelas XI IPS A, IPS E, dan IPS C, tetap tidak ada namanya juga yang terpampang. Malah ia menemukan nama teman-teman yang lain.

"Yah kita beda kelas," ujar Sintia sedih. "Padahal gua udah ngarep banget kita barengan."

"Ga seru nih," kata Vany, mengangguk. "Masa kita harus terpisah sih."

"Iyaa nanti siapa yang bantuin PR guaa?!" Ujar Indah dan memeluk Sintia. "Gua butuh lo Sin."

"Hiiihh sialan," Sintia mendorong temannya itu menjauh. "Baik ada maunya doang lu mah."

"Hehehe.." Indah terkekeh kecil sambil nyengir lebar. Sintia memutar bola matanya malas.

"Mana si Anggie?" tanya Sintia.

"Anggie IPS D, dia ga di sini," jawab Vany. "Padahal gua juga mau dia di sini juga."

"Yaudah lah, gua mau liat-liat kelas lagi," ujar Sintia. Ia pun harus pergi mencari kelasnya. Tinggal kelas IPS A,  IPS D, dan  IPS B yang harus dia lihat.

Jika nasib Sintia seperti itu, kesulitan dalam mencari kelasnya, maka Andrian bisa dibilang cukup beruntung. Di kelas XI IPS B ia bisa langsung menemukan namanya yang berada di nomor absen delapan. Melihat lagi ia juga dapat menemukan nama teman-temannya tak lain adalah Angga, Ilham, Jusuf, Ridho, dan Arian. Tak hanya itu ia juga melihat adanya nama Sintia Nur Dzakiah di urutan absen tiga puluh.

Senyuman lebar tak terhindari bagi Andrian. Ia begitu senang dengan hal tersebut, padahal hanya masalah tentang sekelas atau tidak. Ia pun mengambil handphone miliknya dari sakunya lalu memotret nama Sintia. Melalui WA ia mengirimkan foto tersebut.

"Wiihh ada Rian juga!" Sahut Ridho saat temannya masuk ke kelas.

"Sini bosku, sini," kata Jusuf sambil menyiapkan kursi kosong untuk temannya itu. "Dah lengkap banget kita."

"Kebetulan banget ini," kata Andrian, sambil duduk. "Ada Sintia juga, ah seneng banget gua."

"Move on lah, dah tiga kali ditolak," kata Angga, menepuk pundak temannya itu. "Kasian gua sama lu."

"Mana motor gua dipake sampe malem banget lagi," kata Jusuf dan menggeleng. "Taunya ga jadi, haduuhh.."

"Namanya juga usaha atuh," kata Andrian lalu meninggikan bahunya.

Kembali ke Sintia, kini posisinya sedang duduk di bangku sambil meminum air dari botol minumnya. Ia pun juga sedang membaca pesan-pesan WA dari Tasya yang sedih mereka tidak sekelas dan juga Arian yang ngespam cuman karena dia iseng saja. Lalu kemudian pesan masuk dari Andrian.

Karena pesan tersebut Sintia jadi bingung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karena pesan tersebut Sintia jadi bingung. Andrian mengirim namanya namun tidak ada kelasnya. Ia kemudian menjawab pesannya.

Setelah menjawab pesannya Sinta pergi ke kelas XI IPS B  Kelas tersebut berada di dekat tangga ke lantai satu dan tiga dan mengarah tepat ke lapangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah menjawab pesannya Sinta pergi ke kelas XI IPS B  Kelas tersebut berada di dekat tangga ke lantai satu dan tiga dan mengarah tepat ke lapangan. Untuk kali ini tidak ada pelajar yang di depan pintu kelas. Di saat mengecek nama memang benar adanya nama Sintia namun juga ada nama Andrian dan sederet nama teman-temannya.

Kalau Andrian itu senang Sintia malah tak tahu harus bagaiman. Ia bingung, dan bisa dibilang sedikit takut untuk bertemu dengan Andrian. Semenjak ia menolak Andrian ia tidak sempat lagi bertemu dengannya. Keluarganya pulang kampung ke Bandung. Jadi selama liburan Sintia menetap di kampungnya, sinyal pun sudah didapatkan. Ia tidak ingin Andrian merasa mereka tiba-tiba hilang kontak.

Dari pintu kelas Angga keluar. Ia mendapati Sintia sedang melamun sendiri. Angga menggeleng, itu pasti karena Andrian pikirnya. Ia mendekati Sintia, menepuk pundaknya. Perempuan itu tersentak kaget, memegang dadanya yang berdebar.

"Eh masuk gece," Angga muncul di depan pintu kelas, menarik lengan perempuan itu masuk ke dalam kelas.

"Gua ga mau di belakang, depan aja biar keliatan," kata Sintia kepada Angga.

Sintia dan memilih barisan ke tiga nomor empat sebagai tempat duduknya. Sayang sekali masih banyak siswa yang tidak mau duduk di urutan bangku terdepan. Entah apa yang menjadi alasannya yang pasti tidak mau bila ditanya. Sintia duduk sendiri, tak ada nama ataupun wajah yang ia kenal selain cowok-cowok yang di belakang dan pojokan.

Dari belakang Andrian hanya bisa menatap punggung Sintia. Di sebelahnya Jusuf sibuk memakan cemilan kripik kentang milik Andrian. Andrian tidak sadar kalau kripik kentang miliknya sudah habis. Jadi tangan yang merogoh bungkus kripik itu tidak dapat menemukan apapun kecuali remah-remah. Jusuf malah sibuk menjilati jari-jarinya.

Bingung, Andrian melihat cemilannya. Karena baru sadar ia langsung melihat kedalam bungkus cemilan itu.

"Kok abis?!" Andrian menatap Jusuf, matanya melebar. "Ih lu yang makan semua ya?! Woi gua ga kedapatan, sialan!"

Jusuf tertawa  seperti orang meledek. Cengirannya tampak melebar dari ujung sampai ujung. "Lagian lu kerjaannya cuman liatin Sintia doang," katanya, terkekeh-kekeh.

Di depan Sintia merasakan semua orang menatapnya. Wajahnya hampir menjadi merah karena malu. Beberapa perempuan mulai berbisik tentang dirinya dan Andrian. Ada yang sepertinya tidak suka dengan dirinya, menatap dengan sinis.

Bukan hal baru, banyak yang ngegebet Andrian. Mereka yang ingin menjadi pacar cowok itu sering menganggap Sintia sebagai saingan berat. Entah bagaimana caranya dia tidak boleh membuat dirinya sebagai sasaran utama hujatan. Kabar dirinya menolak Andrian pasti sudah membuat para fans panas dan ingin membela cowok itu.

"Oh jadi itu cewek yang nolak Rian?" Kata seorang perempuan yang duduk di pojok kelas. Rambutnya pendek dengan bando merah. Ia bersama dua teman-temannya.

"Sok banget dia, masa cowok baik kayak Rian ditolak mentah-mentah," kata salah satu temannya. Ia memberikan ekspresi sinis dan menggeleng. "Tiga kali lagi."

"Hmm.. liat aja, gua pasti bisa dapetin Rian," kata perempuan berambut pendek itu, bibirnya terangkat menjadi seringai. "Apa yang ga bisa bagi Monica Evangelista, Sintia ga ada apa-apanya dibandingkan gua."

---------------

A/N:

Thank you yang sudah baca :). Maaf kalau tidak jelas banget ini cerita. Aku baru pertama kali published, belom di edit jadi yaa gitu deh

❤❤❤

Sintia & AndrianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang