one

15 2 0
                                    




"mager banget si nunggu gini." keluh nami seraya menengadahkan telapak tangannya sambil menahan dagu yang telah dikerutkan sedari tadi.

"iya ni, lagian kenapa kelas kita bisa dipake orang coba. kan schedule kelas kita udah jelas dipajang sini." retta berjalan kecil kesamping pintu kelas untuk menunjuk schedule penggunaan kelas yang rapi terpajang berlapis kaca.

seperti biasa, aku hanya diam dan tersenyum simpul mendengar celoteh-celoteh kedua sahabatku. terkadang muncul pertanyaan kepada diriku, kenapa mereka mau berteman denganku yang super boring ini dan mereka yang teramat bubbly dan talkative. aku yang tak banyak bicara dan mereka yang selalu membuka suasana.

terkadang memang begitu hidup seharusnya menggoreskan cerita bukan?

"calm the freaking down man, kalian duduk aja sini, lagian ribet amat hidup santai aja kali. tar juga temen-temen kelas pada dateng terus yang didalem pada cabut." omelku.

retta dan nami pun memilih untuk duduk pertanda setuju dengan perkataanku. kami bercakap singkat mengenai hasil presentasi kelompok dikelas kami minggu lalu yang, jujur, research question yang mereka bawa kurang tepat dengan topik presentasi yang diberikan oleh sir albert.

iya, aku, retta dan nami adalah mahasiswi reguler yang bisa dikategorikan cukup ambis.

kugarisbawahi cukup ya.

kami suka membahas segala hal mulai dari a hingga z. politik, ekonomi, hukum, hingga kenapa mengurangi konsumsi daging merah bisa membantu menyelamatkan iklim bumi, semua kami lahap habis. seperti yang terjadi saat ini.

".... iya gue pengen banget nyoba jadi vegan tapi i can't resist the pleasure of eating wagyu man!" seru retta disela-sela perdebatan ringan tentang keambiguitas pilihan hidupnya antara menjadi vegan dan menjadi orang normal.

yang lagi-lagi kugarisbawahi maksud orang normal dari perspektif retta itu masih menjadi pertanyaan hingga saat ini.

"but you can do it steps by steps rett, you know small things do matter."  arguku.

"i know right. lo bisa puasa daging senin kamis terus selasa, rabu and weekend makan daging sepuasnya." setuju nami.

"bener juga lo nam, tumben bijak. I'll think about that deh." canda retta.

"dih rese banget si bego, gue tu emang bijak cuma ketutupan aja." sanggah nami.

"ketutupan apaan? ketutupan poni korea lo?" balasku.

retta tersentak dan langsung tertawa keras. nami langsung berekasi dengan mengacungkan jari tengahnya kedepan hidungku yang dilanjutkan dengan tawa kecilnya.

tawa kami perlahan menghilang setelah gerombolan kating 16 yang super famous melewati tempat duduk kami.

hanya beberapa nama dan wajah familiar yang aku tahu didalam gerombolan itu. ada deva, bima, edo, sam dan yang terakhir, yang dicap cool satu kampus...

the one and only, akasa.

beberapa sisa temannya yang tidak kusebutkan hanya sebatas  figuran untukku. seperti layaknya slow motion difilm-film, mereka berjalan seraya tertawa kecil dan berlagak keren dikoridor antar kelas, tempat dimana biasanya orang-orang duduk berdiskusi, makan siang takeaway atau menunggu kelas selanjutnya, seperti yang sedang kami lakukan.

akasa.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang