Hmm, sepertinya aku tidak ingat ada sebuah tiang putih tinggi menjulang disana? (Gumamku dalam hati)
Apa aku sedang berhalusinasi? Cahaya temaram mungkin telah membuatku jadi gila!_________________________________
Derai hujan mengayun landai malam itu, sembari diterpa dinginnya angin malam mebuat malam itu terasa berbeda dari malam-malam lainnya.
Ramadhan, 2013. Saat itu usiaku masih sekitar 10 tahun. Dari penjuru beranda rumahku, terdengar suara samar-samar memanggil nama ku dikala waktu menjelang malam itu. Ku buka pintu rumahku dan ku lihat anak sepantaran diriku sudah rapih dengan baju kokonya, tak perlu dijelaskan lagi kan kami akan pergi kemana?
Sembari menerjang rintik-rintik hujan. Kami berlari kecil dengan harapan saat sampai di masjid, kami tidak akan terlalu basah akibat air hujan yang menerpa. Di pertengahan jalan aku baru sadar. Oh sial! aku lupa menggulung celanaku, bisa basah nanti jika tidak digulung!
Di serambi sebuah ladang pisang yang gelap, aku berhenti sejenak untuk menggulung celanaku. Dengan posisi menggulung yang mirip seperti orang sedang melakukan gerakan rukuk, aku dapat melihat jelas apa yang terjadi di belakang badanku, dan malangnya aku sedang membelakangi kebun pisang yang gelap itu.
Dibalik rumpunan pohon pisang yang berjajar, sayup-sayup kulihat tampak sebuah tiang putih berdiri tegak dengan tingginya menjulang ke atas. Lantas ku perhatikan dengan seksama tiang tersebut, ku sipitkan mataku untuk memperjelas apa yang kulihat. Hah? Untuk apa tiang diselimuti kain putih kotor, dan tiang apa itu? Tiang lampu? Mana mungkin, tak ada cahaya sedikit pun!
Seusai-nya ku gumamkan tentang tiang lampu yang mati itu, tiba-tiba terlihat 2 titik yang sejajar mulai berpijar. Warna merah menyala!
Loh? Lampu jalanan yang bersinar merah? Hmm unik, aku pun tertawa kecil dalam kedaan menunduk seperti orang sedang rukuk.Wushhhhh....
Wushhh.....
Fyiuhhh... fuhh....
Angin dingin mendera, membuat menggigil ku makin menjadi-jadi akibat dinginnya hujan. Terdengar suara bisikan-bisikan daun serta pelepah pisang yang saling bergesekan akibat angin. Dibalik gelap malam kebun pisang itu, aku merasa seperti ada yang hilir-mudik tanpa arah di hadapan punggungku, lalu perlahan-lahan mendekat!
Semakin dekat, semakin aku bisa rasakan kedatangannya.
Semakin dekat, nafasnya beratnya mulai terdengar mendera.
Bulu kudukku mulai berdiri, merinding rasanya. Ingin rasanya berteriak minta bantuan pada temanku, tapi apa daya kurasa teman ku sudah jauh didepan. Karena tak lagi ku dengar derap langkahnya, sedangkan aku masih dalam posisi menundukku.
Perlahan, mulai kupercepat gerakan menggulungku. Tapi tanganku sudah bergetar, aku tak bisa secepat itu!
Ku mulai melakukan gulungan pada kaki yang lain, untungnya suasana tiba-tiba hening.
Sunyi...
Tik..tik...tik...
Tik..Hanya suara hujan rintik-rintik yang dapat menggetarkan gendang telingaku, tanpa ada suara hembusan angin.
Tiba-tiba, sebuah suara pelan mengagetkan ku.
Hrrrrggggggg.... suara auman kecil terdengar dari arah depan ku. Memecah kehingan yang baru singgah sebentar.
Secara singkat, pacu jantungku mulai terpompa terengah-engah.
Oh sial, apa lagi ini.
Deg.
Deg.
Deg.
Hawa panas neraka mulai menyerbak, dan tanpa diselingi alasan yang jelas tiba-tiba perutku membual tak enak. Mual sekali rasanya, ingin ku keluarkan saja isi perut ini!
Keringat dingin mulai mengucur halus, tanganku semakin gemetar. Dingin, tanganku dingin bagaikan balok air beku.
Kurasakan sesuatu dihadapanku, berdiri. Persaanku mulai berimajinasi macam-macam. Tak dapat dipungkiri, keringat dingin semakin membanjiri seluruh epidermis ini.
Jantungku serasa berhenti berdetak. Antrium serta ventrtikel seperti terasa tersumbat, sial! Situasi ini seakan membuat katup bikuspidalis dan trikuspidalis seakan malfungsi.
Kulihat seperti kain putih kotor dan lapuk menjuntai didepan kaki ku. Aroma melati, bau anyir dan bau busuk mulai nyerbak ugh... kaki ku mulai lemas, ku coba memanggil nama temanku, tapi apa daya daging bibirku tiba-tiba seperti terkunci.
Kuberanikan diri untuk menegakkan badanku, kalau tidak mungkin aku akan terjebak basah oleh embun langit disini. Kupejamkan mataku, perlahan tapi pasti kuangkat kepala ku ke atas.
Tanpa ada sebab yang pasti, tubuhku seperti menjadi berat sekali.
Oh tuhan? Kenapa ini?
Aku seperti merasa,
hmmm,
merasa..
Ada sesuatu yang menunggangi punggung kecil ku.
Dengan sisa tenaga kecil yang ku punya, aku berusaha untuk menegakkan badanku keatas.
"Ahhh... berat sekali..."
Perlahan tapi pasti badan ku mulai terangkat sedikit demi sedikit.
Tanpa sadar aku pun sudah dalam posisi berdiri tegak, perlahan tapi pasti, aku mulai membuka mataku. Sedikit-sedikit gelapnya malam mulai terlihat. Perlahannnnn.... dan dengan gerakan kejutan ku buka mataku lebar lebar.
Deg...Tak ada apa-apa, hanya gelap malam biasa yang kulihat, hmmm mungkin aku sedang berhalusinasi. Ku lanjutkan perjalananku menuju surau dengan setengah berlari dan bergegas mengejar temanku yang sudah jauh dari pandangan. Setelah berhasil mengejarnya, lantas ku serukan kata padanya "hey kenapa kamu cepat banget larinya?" Hanya dengan sebuah simpul senyum ia mengumpan balik pertanyaanku, tak ada sepatah katapun yang keluar. Mungkin ia ketakukan juga, pikirku saat itu.
Sesampainya di surau, solat sudah dimulai dan kondisi penuh karena saat itu masih awal Ramadhan. Aku langsung bergegas ambil air wudhu lalu bergegas menyusul jalannya solat tanpa menghiraukan temanku tadi. Setelah selesai salam, sambil ku mengadahkan tangan untuk memanjatkan doa, lantas kuperhatikan sekitar.
Deg, jantungku seperti berhenti berdetak.
Eh? Aku mulai kebingungan. Mata ku terbelalak melihat temanku ada di shaf paling depan duduk bersama ayahnya, dan dia lalu melihatku lantas melambaikan tangan kepadaku sembari memberikan kode, "hey sini, sampingku saja". Jarak 6 shaf diantara kami membuatku sedikit segan menghampirinya, aku pun memberi kode "iya nanti aku kesana" . T-t-tapi... 6 shaf??!.. d-d-dan... dalam kondisi surau yang sesak??!..
Hujan mulai reda, dan lambat laun berhenti menyisakan riak-riaknya di kerak bumi.
Kembali pulang kerumah, membuat ku terngiang kembali akan kejadian yang baru saja menerpa diriku. Hingga akhirnya aku melewati kembali kebun pisang yang tadi sempat ku singgahi.
Dengan setengah hati, perlahan-lahan sedikit kuintip ladang pisang untuk memastikan tak ada hal aneh yang ada disana.
Alhamdulillah.. (gumamku dalam hati)
Syukur lah. Memang tak ada hal aneh yang terpampang disana, hanya ada ladang pisang gelap kedapatan bercumbu mesra dengan muson malam yang berhembus, membuat antar daunnya berbisik.
Apapun yang dapat kulihat hanya gelap dan pelepah pisang, dan.. ya.... gelap. Tak ada penerangan sedikit pun, tiang lampu pun tak ada, apalagi lampu merah redup untuk penerangan. Haha.. mungkin yang tadi hanya?
Hahahaha..
Haha..
Ha.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Precipitation
HororHmm, sepertinya aku tidak ingat ada sebuah tiang putih tinggi menjulang disana? (Gumamku dalam hati) Apa aku sedang berhalusinasi? Cahaya temaram mungkin telah membuatku jadi gila! **** Ramdhan 2013, usiaku masih 10 tahun saat itu...