prolog

6.6K 722 63
                                    

Apa yang sebenarnya kita harapkan dari sebuah hubungan romantis antara laki-laki dan perempuan?




Dari pertanyaan sederhana itu, tiap-tiap orang pasti memiliki 1001 jawaban berbeda di dalam kepala, yang kesemuanya saya yakini akan menuju pada satu muara bernama bahagia.

Tapi, akhir-akhir ini saya jadi lebih banyak merenung, menelaah kembali tentang apakah kebahagiaan yang kita pikir bersumber dari hubungan itu benar-benar datang dari sosok 'dia', atau hanya datang dari persepsi kita semata?

Sampai saat ini, saya masih belum menemukan jawabannya. Malah, yang justru hadir di kepala adalah potongan-potongan asumsi lain yang entah bagaimana cara memvalidasinya, bahwa jika yang terjadi adalah situasi yang pertama, maka sebuah hubungan romantis tidaklah lebih dari sebuah petaka, sebab tidak ada yang benar-benar bisa menetap selamanya dan suatu saat dia akan pergi—entah dengan cara baik-baik atau tidak—dan meninggalkan diri dalam keadaan hampa. Namun jika yang terjadi adalah situasi yang kedua, maka eksistensi sebuah status tidak lagi menjadi hal yang krusial sebab segala sesuatunya akan kembali ke bagaimana cara kita menginterpretasi tiap momentum yang terjadi.

Untuk semua pertanyaan absurd nan tidak penting yang entah apa manfaatnya jika suatu saat saya bisa menemukan jawabannya itu, hanya ada satu nama yang paling bertanggung jawab—sekaligus paling bersalah—atas waktu dan tenaga saya—dan juga kalian, kalau kalian ikut memikirkan—yang terbuang percuma. Nama itu adalah Hananta. Lengkapnya Hananta Aditya Mahardika. Tapi dia lebih suka dipanggil Hanan karena katanya Hananta terlalu panjang dan hanya dosen serta guru-gurunya semasa sekolah yang biasa memanggilnya selengkap itu.

Dulu, dia meminta saya memenggal namanya di tiga huruf pertama nama panggilannya, sedangkan teman-temannya yang lain dia suruh memenggal namanya di tiga huruf terakhir namanya. Alasannya akan saya ceritakan nanti, ketika kita sampai pada saat di mana saya dan dia sudah menjadi 'kami'. Kalau sekarang, saya harus membalas pesannya dulu, pesan yang sudah masuk sejak nyaris dua jam yang lalu.



Hananta Mahardika
Wa, kita mesti bicara

Salwa Candramaya ST
Nanti
Kalau aku sama kamu udah sama-sama jernih



Kalau kalian bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang terjadi antara saya dan dia, jawabannya adalah, selesai.


He was once the most perfect man I've ever met

Now he is nothing more than someone who makes my eyes wet



piezas || HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang