01

18 3 0
                                    


Gadis bergaun biru tengah meringkuk di sudut ruangan dengan memeluk lututnya. Tubuhnya bergetar dan sesekali terdengar suara isakan. Luka lebam dan goresan terlihat jelas ditubuhnya yang putih.

Bukk...

"Hei bangun, jangan cengeng."

Seorang wanita paruh baya menendang kaki gadis itu yang sudah banyak luka.

Plakk...

"Aku bilang bangun, jangan cengeng Ara."

Wanita paruh baya itu meninggikan suaranya dan menampar gadis yang dipanggil Ara. Tamparannya sangat keras sehingga membuat Ara tersungkur di lantai.

Tangisan Ara semakin pecah, sudut bibirnya perih dan terasa ada bau amis di mulutnya. Belum lama Ara menenangkan sakit bibir dan pipinya, wanita itu menarik rambut Ara yang tergerai.

"Bangun sialan."

"A-ampun bu, m-maafkan Ara"

Plakk...

Plakk...

Plakk...

Tiga tamparan mendarat sempurna di pipi mulus Ara, sudut kedua bibirnya sobek dan darah menetes di keramik lantai. Begitu kontras keramik yang putih dengan darah Ara yang merah.

"Itu hukuman buatmu yang tidak becus bekerja."

"T-tapi badan Ara s-sungguh s-sakit bu."

"Halahh alasan."

Bughh...

Darah mengucur dari pelipis Ara. Wanita paruh baya itu membenturkan kepala Ara dengan keras ke dinding hingga kesadaran Ara mulai melemah dan gelap.

"Maafkan Ara, ibu."

------.......

Kak....

Kaka....

KAKAKK......

"Hahh....."

"Apa kakak sakit? Tadi Ana denger kakak teriak."

"Ah Ana, kakak gak apa-apa."

Ana menyipitkan matanya dan menatap lekat kakak kesayangannya.

"Apa kakak mimpi buruk lagi?"

"Apakah kamu sekolah hari ini Ana?" Tanyanya mengalihkan pembicaraan.

"Iya kak, Ana hari ini sekolah" Jawab Ana antusias dan riang, melupakan pertanyaannya sendiri.

"Ruby, kamu sudah bangun sayang?" Wanita paruh baya menghampiri mereka, senyumannya selalu terbit di wajahnya. Dia terlihat sangat cantik walaupun usianya sudah menginjak setengah abad.

"Sudah Mah, si tikus yang bangunin"

Ruby membalas senyuman ibunya dan melirik Ana yang cemberut.

"Ana bukan tikus kakak"

Ana keluar menghentakkan kakinya dan memanyunkan bibirnya yang terlihat begitu lucu dan menggemaskan.

Ruby hanya tersenyum melihat tingkah adiknya itu. Ini salah satu dia bisa melupakan beban hidupnya, walaupun hanya sementara.

"Ruby?"

"Iya Mah,"

Ruby menatap ibunya, sungguh beruntung ia di berikan keluarga yang harmonis dan sebaik ini. Namun mengapa beban hidupnya terasa amat berat?

"Kamu mimpi buruk lagi sayang?"

"Enggak kok mah, cuman kaget aja denger Ana teriak pas di muka aku."

"Sayang, kamu anak kuat dan hebat. Kamu harus bersabar ya!"

Ibunya menatap nanar Ruby, bagaimanapun ia menutupi segala beban kehidupannya, Ruby adalah anaknya dan ia tahu kalau Ruby hanya berpura-pura baik baik saja di depannya.

"Ah mamah, masih pagi kok jadi melow gini sih"

Mereka berdua sama-sama terkekeh.

"Ya sudah, kamu siap siap gih."

"Eh, memangnya kita mau pergi?"

"Ya ampun anak mamah ini, kan kamu sekolah sayang"

"Astaga mamah kok gak kasih tahu aku sih." Ruby terlonjak melihat jam dinding sudah pukul 07:15.

---***---

TBC

Sorry guys kalo ada typo atau kesalahan apapun itu, kasih tahu aja di coment oke


SyaqillaChan♀️

Second Life (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang