1. Awal Semuanya

169 67 44
                                    

Ia meronta-ronta kesakitan akibat tusukan di mata dan perutnya. Ia berteriak dengan sekuat tenaga meminta pertolongan dan berharap ada seseorang yang akan mendengarnya. Lama-kelamaan, teriakan itu sirna akibat darah yang mengalir tanpa henti. Dan ruangan pun menjadi sunyi, pada saat itulah aku tertawa.

***

Namaku Clara Stevani. Aku lahir dari keluarga yang sangat berkecukupan. Ayahku bekerja di luar negeri, ia biasanya pulang setiap 1 tahun sekali. Setiap ia tiba di rumah, aku selalu memeluknya dengan erat dan melepaskan semua rasa rinduku kepadanya. Wajar saja, aku hanya bisa bertemunya sekali dalam setahun. Sedangkan Ibuku ia memiliki berbagai Perusahaan Swasta ternama di Indonesia.

Ibuku selalu pulang larut malam, aku hanya bisa melihat ibuku ketika ia sedang menyiapkan sarapan untukku. Selebihnya, aku hanya ditemani oleh pembantu di rumahku namanya Bi Inem, ia selalu merawatku dengan penuh kasih sayang dan selalu membantu aku pada saat aku kesulitan. Terkadang aku merasa bahwa sebenarnya Ibu kandungku adalah Bi Inem, entahlah aku tidak tahu lagi bagaimana membedakannya.

***

Pagi hari ini, matahari muncul di ufuk timur melihatkan guratan senyumannya kepadaku. Aku tersenyum kembali menyambut ia yang sedang memberikan rasa hangat kepada seluruh makhluk yang ada di bumi ini.

Hari ini adalah hari senin, hari dimana seluruh orang sangat malas untuk melakukan aktivitas atau kesibukan lainnya yang akan mereka hadapi. Berbeda denganku, bagiku semua hari dapat memberikan keceriaan tersendiri. Aku ini merupakan tipikal gadis yang ceria, aku selalu menyapa orang-orang yang lewat di sekitarku.

***

Hari ini, aku ada mata pelajaran olahraga dan materinya adalah permainan bola basket. Dan seperti biasa, siswi dipersilakan untuk bermain terlebih dahulu setelah itu siswanya. Setelah aku selesai bermain, aku langsung duduk di pinggir lapangan bersama teman-temanku yang lain melihat para siswa bermain.

Aku selalu memperhatikan dia yang sedang bermain basket. Ya! namanya Kevin Anggara. Ia sangat dikagumi oleh banyak gadis di sekolahku. Ia tampan, pintar, baik, ramah dan sangat pandai bermain basket. Aku memandangi ia dari pinggir lapangan dengan lekat. Tiba-tiba, bola basket datang ke arahku dengan sangat keras dan langsung mengenai kepalaku. Pandanganku menjadi buram, tidak lama setelahnya aku pun tidak sadarkan diri.

***

Aku terbangun dari tidurku, aku bingung mengapa aku ada di dalam ruangan berwarna putih ini. Dan pada saat aku menoleh ke samping, aku melihat sosok laki-laki tinggi, putih, berwajah tampan yang sedang melihatku dengan lekat.

Apakah aku sedang berada di negeri dongeng? Apakah aku sedang bermimpi? Tiba-tiba suara yang sangat keras terdengar dari samping telingaku.

"WOY!! Dah bangun lo!! Nyenyak amat ya tidurnya" ia tertawa dengan keras.

"Loh? Ini gue ada dimana? Kok gw bisa disini?" Tanyaku pada orang tersebut.

"Yeu nih orang malah amnesia dadakan. Noh, liat napa ada tempat tidur buat orang sakit, ada lemari obat ama peralatan kesehatan. Berarti lo lagi ada di?" Tanyanya menggantung.

"UKS?" jawabku.

"Ya! Seratus buat Clara yang paling cantik" katanya.

"Kok gue bisa disini?"

"Clara yang cantik, baik hati dan tidak sombong, kan tadi lu abis ketimpa jerigen minyak eh maksud gue bola basket, terus tiba-tiba lu pingsan deh"
Cetusnya.

Ya! Reyna Sahabatku ini memang tipe-tipe orang yang berisiknya minta ampun. Ia juga terkadang suka ceplas-ceplos dengan teman terdekatnya. Aku tiba-tiba teringat kejadian yang menimpaku tadi.

"Terus, siapa yang bawa gw kesini Rey?" Tanyaku.

"Ya gue lah! Emangnya siapa lagi menurut lo?".

"Tapi kan lu kurus gitu, masa iya bisa ngangkat gue sampai ke UKS yang jaraknya lumayan jauh dari lapangan?".

"Kan gue punya tenaga super, makanya gue bisa bawa lo sampai kesini. Untuk mengisi ulang tenaga gue yang sudah terkuras, lo harus traktir gue bakso di kantinnya Mbok Darmi, Oke!!". Cetusnya.

"Yeuuu, itumah maunya elu Rey". Kataku. Setelah itu ia pun tertawa dengan puas.

***

"Mbok Darmi, baksonya 2 porsi ya, tambahin pangsitnya jangan lupa!".

"Clara! Lu gak mau pesan makanan yang lain?" Tanya Reyna.

"Siap tidak" jawabku.

Kami pun memilih duduk di bangku yang berdekatan dengan kantinnya Mbok Darmi. Tiba-tiba ada seorang laki-laki dengan tubuh tinggi, putih dan berwajah tampan itu lewat di depan kami. Ia benar-benar terlihat berwibawa, sama persis dengan seseorang yang aku mimpikan tadi. Ya dia adalah Kevin. Pria yang aku sukai selama ini.

"Tuh, cowok yang tadi bawa lu ke UKS" sambil menunjuk ke arah Kevin.

"Hah? Seriusan lo Rey? Katanya tadi lu yang bawa gue ke UKS!". Protesku.

"Yakali gue bawa lu ke UKS, lu kan berat hahaha". Ia tertawa puas sambil mengejekku.

Kurang ajar memang sahabatku yang satu ini. Entah mengapa hatiku sangat berbunga-bunga ketika mengetahui bahwa Kevin lah yang telah membawaku ke UKS tadi.

***

Malam ini, aku sedang sendiri berada di kamarku. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku raih ponsel itu dan melihat siapa gerangan yang menelponku malam-malam begini. Dilayar tertera nama bahwa Papa lah yang menelponku.

Hatiku sangat senang sekali karena sudah lama aku tidak berbincang dengannya lewat telepon. Saat kuangkat, tiba-tiba terdengar suara laki-laki lain disana, ia seperti bukan suara Papaku, suara itu sangatlah berat. Ia memberitahuku sebuah kabar tentang Papa.

Ketika aku mendengarnya dengan seksama, perlahan air mataku turun. Tangisanku pun pecah di keheningan malam, aku menjerit sekuat tenaga, aku meluapkan segala kesedihan yang aku rasakan. Rasanya benar-benar sakit seperti di sayat pisau berkali-kali. Aku tidak dapat menerima sebuah kenyataan.

Ya! Papaku telah meninggal...










Beautiful PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang