3. Penyesalan

49 19 11
                                    

1 jam telah berlalu, tiba-tiba terdengar jeritan seorang siswi dari toilet perempuan. Semua temanku yang sedang berada di dalam kelas terperanjat kaget mendengar suara tersebut. Akhirnya mereka berbondong-bondong keluar dari kelas mendatangi suara tersebut.

Aku pun ikut berlari keluar bersama mereka. Pada saat sampai toilet mereka sangat terkejut dengan pemandangan yang mereka lihat. Mereka melihat gadis yang terbujur kaku bersimbah darah di lantai kamar mandi.

Sebagian dari mereka ada yang tidak kuat melihatnya dan langsung keluar dari toilet dengan wajah yang pucat. Sebagian lagi ada yang muntah-muntah akibat tidak kuat menahan aroma anyir yang ditimbulkan dari darah mayat tersebut.

Gadis yang teriak tadi pun pingsan di tempat. Sepertinya ia memang belum pernah melihat pemandangan yang mengerikan ini. Siswa-siswi yang lain pun bergegas memanggil guru mereka untuk melaporkan kejadian ini.

Sedangkan aku. Aku hanya berdiri dengan tenang saat melihat mayat tersebut. Entah kenapa tiba-tiba aku merasakan kebahagiaan tersendiri. Bibirku secara tidak sengaja mengulum senyuman ketika melihat gadis itu terbujur kaku di lantai.

Tidak lama kemudian, guru-guru pun datang ke tempat kejadian. Mereka benar-benar shock melihat peristiwa yang mengerikan ini. Sebelumnya, tidak pernah ada kejadian mengerikan yang menimpa murid-muridnya selama ini.

Terdengar sirine dari kejauhan yang sangat mengganggu telingaku. Ternyata, Ambulans telah datang untuk membawa mayat gadis tersebut ke rumah sakit. Mereka akan melakukan otopsi. Bersamaan dengan itu, polisi pun datang untuk menyelidiki TKP guna untuk mengetahui siapakah pembunuh gadis tersebut.

Para siswa-siswi pun diminta menjauh dari TKP guna untuk memudahkan penyelidikan. Polisi menduga kuat bahwa tindakan ini merupakan pembunuhan. Akan tetapi, mereka tidak mendapatkan barang bukti apapun. Bahkan sidik jari pun tidak ditemukan. Mereka menduga bahwa pelaku memakai sarung tangan saat melakukan aksinya.

Aku hanya bisa mengukir senyuman puas dari kejauhan.

***

- Sudut pandang Reyna -

Sudah seminggu ini dia tidak masuk sekolah. Kabar terakhir yang aku tahu bahwa Papanya telah meninggal dunia. Aku tahu, pasti sakit rasanya kehilangan seseorang yang kita sayangi. Terlebih orang tersebut sangat jarang bisa bertemu dengan kita.

Aku tahu, Clara pasti sedang menangis di rumah. Ia pasti sangat tertekan dengan keadaan ini. Terlebih lagi aku mengetahui bahwa Clara sangat kurang mendapatkan kasih sayang dari Ibunya. Ibunya adalah wanita karier. Ia selalu memikirkan pekerjaan yang tak kunjung usai. Ia sampai lupa dengan urusan anaknya.

Clara selalu menceritakan perilaku ibunya kepadaku. Terkadang aku ikut merasakan apa yang dia rasakan. Memang sangat sulit berada di posisi dia.

Selama seminggu ini, aku selalu menelpon Clara untuk menanyakan keadaannya. Akan tetapi, telponku tidak pernah ia angkat. Bahkan setelah aku menelpon beberapa kali, nomornya malah tidak dapat dihubungi lagi.

Aku pun pernah berkunjung ke rumah dia. Di depan rumah yang megah itu terpasang pagar yang dikunci dengan gembok yang kuat. Aku tidak dapat memasukinya. Keadaan rumah itu sangat sepi. Aku jadi khawatir dengan keadaannya.

*

Kulihat Clara dari kejauhan, hari ini ia sudah masuk sekolah. Aku ingin sekali bertemu dan memeluknya dengan erat. Tetapi, wajah ia sangat murung dan penampilannya benar-benar sangat kacau. Apakah ini waktu yang tepat bagiku untuk menemuinya? Atau apakah aku harus memberikan waktu untuk dirinya sendiri? Aku dilema diantara pilihan ini.

Akhirnya aku memutuskan akan memberikan waktu untuk ia menenangkan pikirannya terlebih dahulu. Setelah itu, aku bisa menemuinya.

*

Sehabis meminjam buku dari perpustakaan, aku bergegas kembali menuju ruang kelasku. Tetapi dari kejauhan, secara tidak sengaja mataku melihat seseorang mengenakan jubah hitam dan sarung tangan serta menutupi wajahnya dengan masker. Keadaan saat itu benar-benar sepi karena memang kegiatan belajar mengajar belum selesai.

Karena penasaran, aku mengikuti orang tersebut. Aku mengendap-endap di balik tembok sambil memerhatikan apa yang akan dilakukan orang tersebut.

Orang tersebut mengikuti gadis muda yang baru saja memasuki toilet perempuan. Lalu, pintu toilet itu tertutup rapat. Aku tidak bisa melihat keadaan di dalam sana. Akhirnya aku menguping dari balik pintu toilet.

"Toloooonggg!!"

Itu kata pertama yang aku dengar dari perempuan yang ada di dalam toilet. Selanjutnya, aku mendengar ia merintih kesakitan meminta pengampunan agar ia dilepaskan dari siksaan yang menimpanya.

Aku ingin sekali menolong dia, tapi aku terlalu takut menghadapi orang yang sedang menyiksanya. Perlahan suara perempuan itu hilang bagaikan dimakan angin. Aku mulai was-was dan kembali bersembunyi di balik tembok.

Seseorang yang mengenakan jubah hitam pun keluar dari toilet dan berjalan dengan santai menuju ke arah halaman belakang sekolah. Dengan nyali yang besar aku tetap mengikuti orang tersebut.

Di balik pohon besar aku melihat orang itu sedang mengganti pakaiannya. Dan yang pertama kali aku lihat adalah bagian kepalanya. Ia melepaskan maskernya dan menaruhnya diatas rerumputan.

Aku dapat melihat rambutnya. Ia memiliki rambut hitam yang panjang. Aku seperti tak asing dengan rambut hitam tersebut. Selanjutnya, ia melepaskan jubah dan sarung tangannya. Aku benar-benar terkejut ternyata dia adalah seorang perempuan. Kemudian ia memasukkan semua peralatannya ke dalam tas yang cukup besar.

Oh tidak!! Aku melihat darah di pisau miliknya. Seketika nyaliku ciut hanya karena melihat pisau itu berlumuran darah. Lalu tiba-tiba ia berbalik melihat ke arahku. Astaga! jantungku dibuat berdegup kencang olehnya. Sepertinya ia mengetahui keberadaanku.

Kemudian ia berjalan mendekat kearahku. Seketika aku merasakan malaikat kematian akan menjemputku. Aku benar-benar di buat takut olehnya. Kurasakan udara dingin menyerang tubuhku. Dia semakin mendekat dan mendekat sambil memainkan pisau lipat yang ia pegang...

Tiba-tiba...

Teng-teng-teng...

Bel pulang pun berbunyi. Ia pun bergegas lari entah kemana. Aku masih deg-degan dibuatnya. Andaikan aku salah melangkah, pasti malaikat kematian sudah pasti menjemputku.

Dan pada akhirnya aku tahu siapa yang menyakiti gadis di toilet perempuan tadi. Dan aku sangat menyesal mengetahuinya.

Ya, dia adalah Clara Sahabatku...

Beautiful PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang