14. Babi Terbang

124 35 0
                                    

Kembali ke Plaza, Jeongyeon menarikku menepi. "Apa yang ditunjukkan Prometheus kepadamu?" Dengan enggan, kuberi tahu dia tentang penampakan berupa rumah May Lee.

Jeongyeon menggosok-gosok pahanya seolah dia teringat luka lama. "Itu malam yang nggak menyenangkan," dia mengakui. "Seulgi masih kecil sekali, menurutku dia nggak betul-betul memahami apa yang dilihatnya. Dia hanya tahu bahwa Taemin kesal."

Aku melihat ke luar jendela hotel, ke arah Central Park. Kebakaran kecil masih menyala-nyala di utara, tapi selain itu kota tampak damai tak wajar. "Apa kautahu apa yang terjadi pada May Lee? Maksudku—"

"Aku tahu yang kaumaksud," kata Jeongyeon.

"Aku tidak pernah melihatnya saat sedang, eh, kumat, tapi Taemin memberitahuku tentang mata yang menyalanyala, hal-hal aneh yang dikatakannya. Taemin menyuruhku berjanji agar tidak memberi tahu siapa-siapa. Apa yang menyebabkannya, aku nggak tahu. Kalaupun Taemin tahu, dia nggak pernah memberitahuku."

"Hermes tahu," kataku. "Sesuatu menyebabkan May melihat sebagian masa depan Taemin, dan Hermes mengerti apa yang akan terjadi—betapa Taemin akan berubah jadi Kronos."

Jeongyeon mengerutkan kening. "Kau nggak bisa yakin soal itu. Ingatlah bahwa Prometheus memanipulasi apa yang kaulihat, Jimin, menunjukimu apa yang terjadi dengan seburuk mungkin. Hermes sungguh menyayangi Taemin. Aku bisa tahu hanya dengan melihat wajahnya. Dan Hermes ada di sana malam itu karena dia sedang mengecek May, mengurusnya. Dia nggak seburuk itu."

"Tetap saja itu nggak benar," aku berkeras. "Taemin cuma anak kecil. Hermes nggak pernah membantunya, nggak pernah menghentikannya supaya nggak kabur."

Jeongyeon menyandangkan busurnya ke bahu. Lagi-lagi aku tersadar betapa dia kelihatan lebih kuat sekarang setelah dia berhenti menua. Kau hampir bisa melihat pendar keperakan di sekelilingnya—restu Artemis. "Jimin," kata Jeongyeon, "kau nggak boleh mulai merasa kasihan pada Taemin. Kita semua punya hal berat yang harus dihadapi. Semua blasteran begitu. Orangtua kita nyaris tidak pernah hadir. Tapi Taemin membuat pilihan buruk. Nggak ada yang memaksanya berbuat begitu. Malahan—" Dia melirik ke lorong untuk memastikan bahwa kami sendirian. "Aku mengkhawatirkan Seulgi. Seandainya dia harus menghadapi Taemin dalam pertempuran, aku nggak tahu apakah dia bisa melakukannya. Dari dulu Seulgi mengaguminya."

Darah mengalir deras ke wajahku. "Seulgi akan bertempur dengan baik."

"Entahlah. Setelah malam itu, setelah kami meninggalkan rumah ibu Taemin? Taemin nggak pernah sama lagi. Dia jadi ceroboh dan gampang marah, seolah dia harus membuktikan sesuatu. Pada saat Grover menemukan kami dan mencoba membawa kami ke perkemahan ... yah, sebagian alasan mengapa kami mendapat begitu banyak masalah adalah karena Taemin nggak mau berhati-hati. Dia ingin berkelahi dengan setiap monster yang bersimpang jalan dengan kami. Seulgi nggak memandangnya sebagai masalah. Taemin adalah pahlawannya. Seulgi hanya mengerti bahwa orangtua Taemin telah membuatnya sedih, dan Seulgi jadi sangat membelanya. Seulgi masih membelanya sampai sekarang. Maksudku hanya ... jangan sampai kau jatuh ke dalam perangkap yang sama. Taemin telah memberikan dirinya kepada Kronos sekarang. Kita nggak boleh bersikap lunak padanya."

Aku memandangi kebakaran di Harlem, bertanya-tanya berapa banyak manusia fana yang tertidur sedang dalam bahaya sekarang gara-gara pilihan buruk Taemin. "Kau benar," kataku.

Jeongyeon menepuk pundakku. "Aku akan mengecek para Pemburu, lalu tidur sebelum malam tiba. Kau sebaiknya tidur juga."

"Hal terakhir yang kubutuhkan adalah mimpi lagi."

"Aku tahu, percayalah padaku." Ekspresinya yang suram membuatku bertanya-tanya apa yang diimpikannya. Ini adalah masalah lazim blasteran: semakin berbahaya situasi kami, semakin sering kami bermimpi dan semakin buruk.

Adventures of Demigod #5 (k-idol) (Last)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang