-"Siapa kau sebenar nya?"-
.
.
.
.
.B
agi Jim hari ini masih sama, tidak ada yang spesial. Bangun di pagi hari bersiap untuk memulai aktifitas seperti biasa. Dari mandi, sarapan lalu berangkat ke kampus. Mengikuti berbagai macam kegiatan yang sebenar nya terlalu membuang waktu dan masa nya. Untuk apa kuliah jika pada ujung nya Jim akan mewarisi perusahaan milik ayah nya. Begitu juga yang selalu terbayang di lamunan nya.
"Jim, are you oke?". Momo yang mendadak datang menghambur pikiran Jim. Jim hanya mengerjap, menyisir rambut depan nya dengan jari-jari nya. Itu kebiasaan nya sejak dulu.
"Aku baik, aku pulang duluan. Kelas ku kosong".
"Jim, kau.... ".
Momo terdiam sejenak melihat bagaimana Jim pergi berlalu dengan cepat. Ia menghela nafas nya pelan, sulit memang dapat berbicara dengan Jim dalam durasi yang lama. Hanya satu kalimat pertanyaan yang di jawab dengan satu kalimat pula. Lalu atensi nya akan pergi begitu saja tanpa ada hal yang perlu di katakan lagi. Momo belum menyerah.
Selang dua puluh menit, Jim telah sampai dan memarkirkan mobil nya di bagasi rumah. Hari ini terlalu cepat bagi nya untuk pulang. Walaupun ia bisa saja pergi ke suatu tempat untuk menghabiskan banyak waktu, seperti club atau coffeshop. Tapi Jim rasa hari ini ia sedang malas untuk pergi. Satu hal yang ia butuhkan hanya bersantai di kamar nya tanpa ada siapapun yang mengganggu.
Jim berjalan menaiki tangga rumah nya menuju kamar nya yang berada di lantai dua. Baru saja ia memegang gagang pintu kamar, sosok gadis itu muncul begitu saja di samping nya. Ralat, kamar Jim dan Somi ternyata bersebelahan. Somi menatap nya sejenak dengan wajah sedikit tersentak. Seperti nya gadis itu terkejut mendapati Jim berada beberapa jarak dari nya. Jim masih datar tanpa mengatakan apapun juga.
"Aa-anyeong". Somi mencoba berdamai dengan suasana. Ia membuka percakapan walau sekedar menyapa.
Jim mengangguk sekali, lalu beralih begitu saja memasuki kamar tanpa mengatakan apapun. Sedangkan Somi terdiam mematung. Dalam hitungan tiga detik ia memegang dada nya yang sudah lolos karena sebelum nya ia sempat tegang.
Somi berjalan beberapa langkah mendekati pintu kamar Jim. Menatap pintu itu lekat, memiringkan kepala nya seperti sedang memikirkan sesuatu. Bagi nya, Jim memang aneh. Sifat nya terbilang terlalu pendiam. Seacuh nya orang, tidak ada yang seperti Jim.
Ceklek!!!
Jim membuka pintu dengan sudah mengganti pakaian. Wajah nya terkejut melihat Somi masih berdiri di depan kamar nya. Begitupun dengan Somi yanh juga tak kalah terkejut nya. Pipi nya memerah nampak malu seperti maling yang tertangkap basah. Gerak nya menjadi gugup dan gelisah. "Ma-maaf".Hanya kata itu yang terlontar. Somi berlalu menunduk meninggalkan Jim yang kebingungan. Padahal Jim juga tak berniat memarahi nya. Tapi, gadis itu seperti nya tak enak hati dan takut. Saat menuruni tangga pun, Jim tau gadis itu masih sempat menoleh kearah nya sekejap. Kemudian atensi nya hilang dari mata nya.
Jim berjalan gontai dengan kedua tangan di saku menuju ruang makan. Ia tau Ibu nya pasti ada di dapur. Ibu nya memang hobi memasak atau sekedar membuat cemilan. Jim meloloskan tubuh nya di kursi meja makan. Tangan nya sibuk membuka toples berisikan kue, ia mengambil dua potong kue kering dan memakan nya. Mata nya menatap Ibu nya yang tengah sibuk pada kompor. Sekarang sudah sore, pasti Ibu nya akan memasak makanan untuk malam nanti.
"Hai Jim, kau pulang lebih awal hari ini".
"Emm.. Tidak ada dosen bu".
Ibu nya melirik sedikit Jim yang tengah duduk santai memakan kue. Sangat jarang memang Jim pulang awal, karena kegiatan kampus Jim terbilang padat. Ibu nya hanya tersenyum sekilas, Jim melihat nya dan ikut tersenyum juga.
"Besok Somi sudah mulai sekolah, tidak apa jika kau yang mengantar nya?".
Jim mengulum bibir nya sejenak, alis nya terangkat. Ia berpikir sebelum akhir nya mengatakan iya. "Iya bu, akan ku antar".
Ibu nya tau Jim tidak akan menolak apapun permintaan nya. Anak laki-laki tidak suka berbelit-belit. Jika suatu hal itu mudah di lakukan dan selagi tidak menguras tenaga dan waktu, Jim akan langsung setuju."Baiklah. Ibu harap kau juga senang dengan keberadaan adik tiri mu di sini. Setidak nya ajak dia berbicara sedikit, apa kau bisa?".
Jim hanya mengangguk pelan dengan senyum tipis. Walau rasa nya itu sangat sulit, tapi menolak juga bukan hal yang tepat. Membuat Ibu nya kecewa bukan bagian dari skenario hidup nya. Setidak nya melihat Sang Ibu bisa senang itu sudah cukup membuat nya lega.
Malam ini makan malam terasa berbeda. Biasa nya Jim duduk berdua bersama sang ibu, berceloteh aneh hingga tertawa. Kali ini, mereka tidak berdua lagi, tapi ada seorang gadis yang ikut serta di dalam nya. Siapa lagi kalau bukan adik tiri nya, Somi. Mungkin bagi Jim sedikit aneh untuk bersenda gurau saat ada orang lain di sana. Jadi Jim memilih diam dan sibuk dengan makanan nya. Ibu nya paham betul.
"Somi, besok sekolah nya di antar Jim ya?". Tangan halus itu mengusap lembut tangan gadis di sebelah nya. Jim menoleh pelan lalu kembali pada sendok dan garpu di tangan nya.
"Iya bu". Jawab Somi pelan. Entah lah Somi selalu merasa canggung. Berada di keluarga baru bukan hal yang mudah untuk bisa langsung berbaur. Terlebih kakak tiri nya adalah orang yang pendiam. Padahal Somi merupakan anak yang banyak tingkah, yang cerewet dan manja nya kelewatan. Tapi baru kali ini ia merasa kikuk.
"Saat pertama kali ibu melihat mu, kau adalah gadis periang. Kau sangat manja dan banyak tingkah. Tapi kenapa sekarang kau jadi pendiam? Apa kau baik-baik saja? Atau kau merasa kurang nyaman?".
Jleb. Somi menoleh seketika saat Ibu nya menagatakan hal itu dengan wajah yang sedikit khawatir. Ia menggeleng tegas. "Ah ibu, bukan seperti itu. Aku sangat senang ibu mengadopsi ku. Aku hanya tidak mau bertingkah seenak nya".
Jim kembali melihat ibu nya. Bukan karena melihat sang ibu yang mendadak khawatir, tapi pertanyaan ibu nya yang terbilang aneh. Dari awal melihat Somi, yang terlintas di pikiran nya adalah gadis itu sama pendiam seperti dirinya. Bahkan snagat pemalu.
"Syukurlah kalau begitu. Katakan jika terjadi sesuatu ya".
Somi hanya tersenyum mengangguk. Entah kenapa pandangan nya jadi beralih ke arah Jim. Jim sedang melihat nya juga. Tatapan nya bukan lagi tatapan acuh, melainkan seperti penuh pertanyaan. Somi yang merasa lain, mengalihkan pandangan nya dan melanjutkan kembali makan nya. Ujung mata itu masih terasa jika seseorang di hadapan nya belum berhenti menatap nya.
Satu hal yang membuat Jim mempekerjakan mesin otak nya. Siapa Somi sebenarnya?
.
.
.
.
.(Jangan lupa VOTE ya gesss)
KAMU SEDANG MEMBACA
FEELING
RomansaDia hanya gadis ingusan yang notabene adalah adik tiri ku. Sifat nya manja dan menyebalkan. Tapi, satu hal yang berbeda. Kecantikan nya nampak berbeda dari arti cantik pada umum nya. Apa hanya perasaan ku saja?