I

2.5K 154 17
                                    

Helloooow~
Ok.
Ga banyak cuap².
Cuss baca aja.
Tapi mohon maaf atas keabal²an cerita ini hoho

***

"Tidurlah. Kau pasti lelah," Singto melepaskan dasi dan kemeja yang ia kenakan. Tuxedo hitam yang menjadi saksi pernikahannya dengan seseorang yang ia sukai sudah mendarat dengan sempurna di keranjang pakaian kotor.

"Aku tidak akan melakukan apapun. Aku sudah berjanji padamu dan kedua orang tuamu kan?" Singto tau apa yang Krist pikirkan, untuk itulah ia meyakinkan Krist, seseorang yang dinikahinya hari ini, bahwa Singto akan tetap menepati janjinya.

Krist yang sedari tadi hanya berdiam diri dipinggir ranjang mengangguk pelan. Ia sudah sangat lelah hari ini. Dan menenggelamkan dirinya di kasur sudah menjadi impiannya sejak acara dimulai.

- flashback -

"Hanya sampai keuangan kita kembali normal Kit. Setelah itu, jika kau ingin bercerai dengannya, ibu yang akan mengurus semuanya," Nyonya Sangpotirat tak menyerah sedikitpun untuk meyakinkan putra keduanya itu.

"Kenapa harus aku, ibu? Ibu bahkan mempunyai seorang anak perempuan yang bisa ibu nikahkan dengannya. Kenapa harus lelaki sepertiku?" Krist meremas surai hitam miliknya. Frustasi.

Ia tau jika keuangan perusahaan keluarganya sedang berada dibawah, tapi ia tidak tau jika ia yang harus 'dipaksa membereskan' masalah yang menimpa keluarganya.

"Karena dia menyukaimu, Kit. Jika ibu bisa, ibu juga ingin adikmu lah yang menikah dengannya. Tapi ibu tidak bisa," Nyonya Sangpotirat menghembuskan nafasnya pelan.

"Dan kau tau pasti, hanya keluarga Ruangroj yang bisa membantu kita," Nyonya Sangpotirat meraih tangan Krist. Mengenggamnya erat. Berharap bahwa putra keduanya bisa membantunya.

Krist menatap kedua tangan dan wajah ibunya bergantian. Ia bisa melihat wajah penuh pengharapan dari wanita yang ia cintai dengan sangat jelas. Krist semakin tersiksa.

Perasaannya campur aduk. Di satu sisi ia ingin membantu keluarganya, tapi di sisi lain ia ingin menolak perjodohan dengan putra keluarga Ruangroj. Jika saja ia dijodohkan dengan seorang perempuan, ia tak akan sebingung ini. Tapi ini?

Krist menarik nafas dalam, dan menghembuskannya perlahan.

"Baiklah, tapi dengan satu syarat."

- end of flashback -

Singto baru saja keluar dari kamar mandi. Ia mengenakan handuk yang melilit dipinggangnya, dan sebuah handuk yang melingkar di lehernya. Ia berjalan ke arah ranjang. Mendekati Krist yang sudah tertidur pulas dengan pakaian pengantin yang masih melekat ditubuhnya.

Singto menggelengkan kepalanya. Bagaimana dia bisa tidur pulas dengan pakaian seperti itu? Batinnya.

Ia meraih lengan Krist pelan.

"Krist, ganti pakaianmu terlebih dahulu," titahnya lembut.

"Nghh...."

Krist meregangkan tubuhnya. Melemaskan otot-otot tubuhnya yang kaku karena tidur.

Perlahan, Krist membuka matanya, dan sontak menjauhkan tubuhnya saat ia melihat Singto yang hanya mengenakan handuk. Kantuk yang menyelimutinya itupun menguap entah kemana.

"A- aa.. Apa yang kau lakukan?" Krist mundur selangkah. Memastikan tubuhnya menjauh dari jangkauan Singto.

Singto tertawa melihat tingkah Krist.

"Ganti pakaianmu, mandi, dan setelah itu kau bisa beristirahat sepuasmu," Singto tersenyum lagi. Ia lalu membalikkan tubuhnya, berjalan ke arah lemari miliknya.

Partner in Life [ Krist x Singto ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang