Rangga mengangkat tubuh Pandan Wangi yang masih tergeletak dan matanya terpejam rapat. Dengan lembut ditepuk-tepuknya pipi gadis itu. Sebentar kemudian Pandan mulai mengeluh, dan kepalanya bergerak menggeleng pelahan. Dan kini kelopak matanya mulai terbuka sedikit demi sedikit.
“Pandan...,” panggil Rangga.
“Ohhh...,” lemah sekali suara Pandan Wangi.
Sebentar gadis itu memejamkan matanya kembali. Dipegangi kepalanya, kemudian dibuka matanya. Begitu melihat Rangga memeluk tubuhnya, gadis itu langsung menggerinjang bangun sambil mendorong Pendekar Rajawali Sakti. Hampir saja Rangga tersuruk jatuh kalau saja tidak cepat-cepat menahan dengan tangannya. Bergegas pemuda itu berdiri dan menghampiri Pandan Wangi yang tengah mengedarkan pandangannya ke sekeliling seperti orang kebingungan.
“Pandan...,” panggil Rangga lembut.
“Oh! Apa yang terjadi, Kakang?” tanya Pandan Wangi terkejut. Kembali diedarkan pandangannya ke sekeliling.
“Justru itu yang hendak kutanyakan padamu,” sahut Rangga.
“Siapa mereka, Kakang?” tanya Pandan Wangi.
“Aku tidak tahu.”
Pandan Wangi memandangi Rangga, seperti tidak percaya atas jawaban Pendekar Rajawali Sakti barusan. Pandangan gadis itu kembali tertuju pada gadis-gadis muda yang mulai siuman. Mereka mulai bangun, dan tampak kebingungan. Hampir bersamaan mereka terpekik begitu menyadari hanya mengenakan cawat, dan tubuh hampir seluruhnya terbuka. Mereka jadi kelabakan, terlebih lagi di situ juga ada seorang pemuda yang jadi risih sendiri.
“Siapa kalian? Kenapa berada di sini?” tanya seorang gadis yang dikenal Rangga bernama Lara Pandini.
“Kau yang menjawab, Pandan,” kata Rangga setengah berbisik.
“Aku...? Aku sendiri tidak tahu,” Pandan Wangi juga kebingungan.
“Hhh.... Kenapa jadi begini...?” keluh Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti itu belum bisa menjelaskan, karena tiba-tiba saja gadis-gadis cantik bercawat itu jadi ribut melihat puri hancur berantakan tak berbentuk lagi. Gadis-gadis itu memandangi bangunan puri yang hancur, kemudian berpaling pada Rangga, seakan-akan meminta penjelasan. Lara Pandini mendekati Pendekar Rajawali Sakti itu.
“Aku minta, tolong jelaskan semua ini, Kisanak,” ujar Lara Pandini, agak tertekan suaranya.
Rangga mengangkat bahunya. Tanpa diminta dua kali, dijelaskanlah semua yang terjadi di puri ini. Tak ada yang membuka mulut, semua mendengarkan penuh perhatian. Rangga menjelaskan sampai pada hal-hal yang terkecil.
Keheningan menyelimuti sekitar tempat itu. Masih belum ada yang membuka suara, meskipun Pendekar Rajawali Sakti telah selesai menceritakan semua kejadiannya. Tampak wajah gadis-gadis cantik itu seperti mendung. Tanpa berkata apa-apa lagi, mereka melangkah menghampiri puri yang berantakan. Hanya Lara Pandini masih berada di tempatnya, di depan Pendekar Rajawali Sakti yang berdiri di samping Pandan Wangi.
“Di mana sekarang Dewa Iblis itu?” tanya Lara Pandini, agak tertahan nada suaranya.
“Entahlah. Dia berhasil kabur dan mengorbankan orang-orangnya,” sahut Rangga.
Lara Pandini menoleh dan menyaksikan dua sosok mayat yang tergeletak mengerikan. Darah masih mengucur dari tubuh mayat itu. Sedangkan gadis-gadis lainnya mulai memberesi puri yang berantakan. Mereka menyusun kembali batu-batu yang masih bisa ditata. Satu pekerjaan berat. Dan Rangga sendiri tidak tahu, siapa gadis-gadis yang kelihatannya begitu berduka melihat kehancuran puri itu.
“Kisanak, sebetulnya puri ini terlarang bagi laki-laki. Kami semua sangat mensucikan puri ini. Kami adalah orang-orang yang terbuang dan ternoda akibat perbuatan laki-laki. Itu sebabnya mengapa aku selalu keras terhadap setiap laki-laki yang mencoba memasuki daerah ini,” jelas Lara Pandini setelah lama terdiam.
“Aku mengerti, dan secepatnya akan pergi dari sini. Maaf, kalau aku telah membuat tempat sucimu jadi kotor dan berantakan begini,” ujar Rangga sopan.
“Tidak, Kisanak. Justru aku yang minta maaf karena telah mencurigaimu. Terus terang, semula aku telah berprasangka buruk padamu. Dan ternyata kaulah yang membebaskan kami dari jerat manusia iblis yang menguasai kami dengan ilmunya. Mereka membuat kami tidak sadar dan patuh pada perintah dan keinginannya selama bertahun-tahun,” ada nada penyesalan pada suara Lara Pandini. Tapi sinar matanya memancarkan dendam membara. Rangga hanya tersenyum saja. Diliriknya Pandan Wangi yang berada di sampingnya. Gadis itu tersenyum juga dan menganggukkan kepalanya sedikit, hampir tidak terlihat gerakan kepala itu.
“Maaf. Aku tidak bisa lama-lama berada di sini, karena harus mengejar si Dewa Iblis,” ucap Rangga berpamitan.
“Kisanak, maukah kau membawakan kepalanya untukku?” pinta Lara Pandini.
“Kepalanya...?! Untuk apa?” Rangga terkejut.
“Untuk peringatan bagiku dan saudara-saudaraku yang lain, agar tidak terpedaya rayuan manis laki-laki,” sahut Lara Pandini.
Rangga tidak bisa memastikan. Diliriknya Pandan Wangi sekali lagi. Yang dilirik hanya mengangkat bahunya saja, tidak bisa memberikan keputusan apa pun.
“Aku mohon padamu, Kisanak,” ucap Lara Pandini lagi.
“Hhh..., baiklah,” sahut Rangga mendesah setelah berpikir beberapa saat lamanya.
“Terima kasih,” ucap Lara Pandini berseri-seri.
Rangga kemudian mohon diri, dan segera mengajak Pandan Wangi meninggalkan tempat ini sebelum Lara Pandini meminta yang macam-macam lagi. Mereka segera berjalan cepat mempergunakan ilmu meringankan tubuh, sehingga dalam waktu sebentar saja sudah jauh meninggalkan halaman puri di Puncak Gunung Jaran ini. Lara Pandini masih berdiri memandangi, sampai kedua pendekar muda itu lenyap dari pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
38. Pendekar Rajawali Sakti : Dewa Iblis
AçãoSerial ke 38. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.