BAGIAN 5

781 35 0
                                    

Rangga melangkah pelan menyusuri jalan setapak yang membelah lereng Bukit Growong. Sudah dua hari ini Mintarsih tidak kelihatan lagi. Seorang gadis penuh misteri, yang kini lenyap dibawa dua orang laki-laki dari rumah penginapan. Sebenarnya Rangga tidak ingin memikirkan gadis itu. Tapi kalau mengingat cerita Ki Rampat, Pendekar Rajawali Sakti itu jadi penasaran juga. Apalagi sudah dua kali Mintarsih dihadang tiga orang laki-laki. Dan Rangga menduga kalau mereka tidak sekedar bermaksud buruk, tapi lebih dari itu yang tidak diketahuinya. Dan itulah yang membuat Rangga jadi semakin tertarik, ditambah lagi dengan cerita Ki Rampat. Benak Pendekar Rajawali Sakti itu terus berputar, mencoba mencari jawaban atas semua pertanyaan yang berkecamuk menghantuinya. Namun semua tak ada yang terjawab pasti. Pertanyaan-pertanyaan besar masih saja menguntitnya.
“Itu, dia orangnya, Nini Ayu...!”
Tiba-tiba Rangga dikejutkan suara keras dari arah samping kanan. Pendekar Rajawali Sakti itu menoleh. Keningnya langsung berkerut begitu melihat tiga orang laki-laki yang pernah ditemuinya saat mereka berniat mengganggu Mintarsih sebanyak dua kali. Dan mereka kini ditemani seorang perempuan cantik berbaju merah menyala. Wanita itulah yang dilihat Rangga kemarin.
“Hm..., tampan juga. Tapi sayang, dia mencari perkara denganku,” gumam wanita cantik itu mendesah.
Rangga hanya diam saja. Dirayapi wanita berbaju merah yang didampingi tiga laki-laki berwajah kasar. Sama sekali Rangga tidak mengerti kata-kata gumaman itu, tapi tidak ingin memperpanjang. Dia tidak kenal wanita itu. Hanya saja, ada satu pikiran terlintas di benaknya. Apakah wanita ini ada sangkut pautnya dengan Mintarsih?
“Kisanak, di mana kau sembunyikan Mintarsih?” tanya wanita itu langsung tanpa basa-basi lagi.
“Hm...,” Rangga mengerutkan keningnya kembali. Dugaan Pendekar Rajawali Sakti itu benar. Wanita ini mencari Mintarsih. Tapi memang belum bisa ditebak, untuk apa wanita itu mencari Mintarsih? Rangga merayapi ketiga laki-laki yang berada di belakang wanita cantik berbaju merah itu. Tak ada senjata yang dibawa. Perhatiannya kembali tertuju pada wanita cantik itu. Dari pakaiannya yang ringkas, Rangga sudah bisa menebak kalau wanita itu pasti berkepandaian tinggi.
“Aku tahu kau bersama Mintarsih beberapa hari ini. Di mana dia sekarang?” tanya wanita itu lagi.
“Nisanak, siapa kau ini? Dan mengapa mencari Mintarsih?” Rangga balik bertanya.
“Phuah! Jawab saja pertanyaanku, Kisanak!” sentak wanita itu mendelik.
“Maaf! Aku tidak bisa menjawab sebelum tahu siapa dirimu dan apa tujuanmu mencari Mintarsih,” tegas nada suara Rangga.
“Sombong!” rungut wanita itu.
“Dia memang keras kepala, Nini Ayu. Hajar saja biar kapok!” salah seorang laki-laki brewok itu memanasi.
“Benar, Nini. Hajar saja,” sambung yang lain.
Sedangkan Rangga hanya diam saja sambil memandangi mereka. Agak kesal juga Pendekar Rajawali Sakti itu mendengar mereka memanas-manasi, tapi hal itu masih bisa diredam. Sedangkan wanita cantik berbaju merah itu sudah menggeser kakinya ke samping, lalu melangkah tiga tindak ke depan. Sorot matanya begitu   tajam menusuk, dan bibirnya terkatup rapat. Gurat-gurat ketegangan terlihat jelas pada wajahnya.
Rangga tahu kalau wanita ini akan menggunakan kekerasan, dan dia sudah siap menyambutnya. Pendekar Rajawali Sakti begitu yakin kalau wanita ini mencari Mintarsih tentu dengan maksud buruk. Apalagi jika menghubungkan perbuatan ketiga laki-laki kasar itu dengan Mintarsih. Sepertinya mereka sudah bersekongkol dengan wanita ini.
“Sebenarnya aku tidak ingin berlaku keras padamu, Kisanak. Tapi rupanya kau menghendaki lain,” dingin sekali nada suara wanita itu.
“Mungkin bisa dihindari jika kau bersedia mengatakan untuk apa mencari Mintarsih,” sambut Rangga kalem.
“Itu bukan urusanmu!”
“Mungkin tidak, mungkin juga iya. Karena Mintarsih sudah minta perlindungan padaku. Dan dia harus kulindungi,” tegas Rangga tetap tenang.
“Phuih! Anak setan itu rupanya menggunakan kecantikannya untuk menjeratmu, Kisanak!”
Merah padam wajah Rangga mendengar kata-kata itu. Meskipun diucapkan datar, tapi sudah menyinggung   perasaannya. Mintarsih memang cantik, tapi tak sedikit pun terlintas di benaknya untuk mengharapkan lebih dari gadis itu. Rangga memang paling tidak suka dikatakan demikian.
“Kata-katamu sudah keterlaluan, Nisanak...!” desis Rangga menahan geram.
“Heh! Mana ada laki-laki suci di dunia ini...? Anak buahku saja menginginkannya. Dan itulah mengapa mereka jadi tolol sepertimu!” ketus nada suara wanita itu.
“Tutup mulutmu, Nisanak!” bentak Rangga gusar.
“Kau marah, Kisanak? Dan itu berarti kau memang suka pa....”
“Bedebah...!” gertak Rangga memutuskan ucapan wanita itu.
Pendekar Rajawali Sakti marah bukan main mendengar kata-kata yang tidak sedap didengar itu. Walaupun banyak mengenal gadis-gadis, tapi dia belum pernah menaruh hati pada seorang gadis selain Pandan Wangi. Tak ada nama lain di hatinya, tak ada gadis lain yang bisa meruntuhkan tembok benteng hatinya. Dan Rangga paling tidak suka jika ada orang yang mengatakan kalau hatinya mudah terpikat pada kecantikan seorang gadis. Darahnya langsung mendidih, amarahnya terbangun menggolak bagai gunung berapi hendak memuntahkan lahar panas mendidih.
“Ha ha ha...!” wanita cantik itu malah tertawa melihat wajah Rangga memerah bagai bara.
“Huh!” Rangga mendengus keras.
Ingin sekali mulut wanita itu ditamparnya. Tapi tindakan demikian akan meruntuhkan nama besarnya. Daripada menghadapi manusia-manusia seperti ini, Rangga lebih baik meninggalkannya. Sambil mendengus keras, Pendekar Rajawali Sakti itu berbalik dan langsung melangkah cepat meninggalkan mereka.
“Hei...!” seru wanita cantik itu mencoba mencegah kepergian Rangga.
Tapi Rangga tidak lagi peduli, dan terus saja melangkah dengan ayunan kaki cepat. Pendekar Rajawali Sakti itu memang tidak mempergunakan ilmu meringankan tubuh. Dan belum jauh berjalan, mendadak saja wanita berbaju merah itu mengibaskan tangannya ke depan.
Sebuah benda merah meluncur deras dari telapak tangan wanita itu, langsung meluruk ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Desiran angin benda itu membuat ayunan langkahnya terhenti seketika. Dan bagai kilat Pendekar Rajawali Sakti itu melentingkan tubuhnya ke udara.
“Hap!”
Wusss!
Benda merah itu melesat lewat di bawah kaki Pendekar Rajawali Sakti, lalu menancap dalam di sebuah batang pohon yang cukup besar dan berdaun rimbun. Sungguh luar biasa! Daun-daun pohon itu langsung kering dan berguguran. Kemudian batang pohon itu juga jadi kering bagai kekurangan air di musim kemarau. Sesaat kemudian pohon itu roboh menimbulkan suara gemuruh, membuat bumi bergetar bagai diguncang gempa.
Rangga agak terpana menyaksikan kejadian itu, dan langsung memutar tubuhnya begitu menjejak tanah. Sedangkan wanita cantik berbaju merah itu bertolak pinggang sambil mengulas senyum tipis. Ketiga laki-laki di belakangnya terkekeh-kekeh, bersikap mengejek Pendekar Rajawali Sakti.

39. Pendekar Rajawali Sakti : Dendam Rara AntingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang