Dalam waktu sebentar saja Rangga sudah kembali melihat bayangan merah itu yang masih terus membuntuti Ki Rampat. Pendekar Rajawali Sakti itu juga agak heran karena Ki Rampat justru memutari kaki Bukit Growong. Padahal di sekitar kaki bukit ini tidak ada desa lain. Bahkan sebuah rumah pun tidak ada.
Namun belum juga Pendekar Rajawali Sakti itu bisa berpikir lebih jauh lagi, mendadak saja terdengar siulan nyaring melengking. Pendekar Rajawali Sakti itu sempat terkejut. Namun belum juga hilang keterkejutannya, mendadak saja dia dihujani ratusan anak panah dari segala penjuru.
“Hiyaaa..!”
Terpaksa Rangga berjumpalitan di udara menghindari serbuan anak panah itu. Luar biasa! Tak ada sebatang anak panah pun yang bisa menjamah kulit tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Gerakan Rangga memang luar biasa cepatnya. Berjumpalitan di udara tanpa menyentuh tanah sedikit pun.
Mendadak hujan anak panah itu berhenti, tapi sesaat kemudian terdengar teriakan-teriakan keras membahana. Sebentar kemudian bermunculanlah orang- orang bersenjata berbagai macam. Mereka langsung menyerang Pendekar Rajawali Sakti sambil berteriak-teriak keras.
“Tahan...!” seru Rangga keras menggelegar.
Tapi seruan Pendekar Rajawali Sakti itu tidak didengar sama sekali. Puluhan orang bersenjata itu terus merangsek melancarkan serangan gencar. Rangga tak punya pilihan lain lagi. Begitu menjejakkan kakinya di tanah, langsung direntangkan tangannya ke samping. Maka seketika itu juga dihentakkan tangannya ke depan, lalu ditarik ke depan dada dengan telapak tangan tertutup merapat.
“Aji ‘Bayu Bajra’...! Hiyaaa...!” teriak Rangga keras.
Begitu suara Pendekar Rajawali Sakti itu lenyap, seketika terdengar suara angin menggemuruh. Lalu entah dari mana datangnya, tiba-tiba saja di sekitar tempat itu terjadi badai topan amat dahsyat. Orang-orang yang mengeroyok Rangga langsung menjerit-jerit, dengan tubuh berpelantingan. Mereka terhempas tak mampu menahan hembusan angin yang begitu kuat.
Orang-orang itu berhamburan, beterbangan bagai daun-daun kering berguguran. Jerit dan pekik melengking kesakitan terdengar meningkahi deru angin dahsyat. Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak sambil merentangkan kaki lebar-lebar dan tangan menyatu di depan dada.
“Hiyaaa...! Hap!”
Mendadak Rangga menghentakkan tangannya ke samping. Seketika itu juga badai berhenti. Sekitar tempat itu jadi porak-poranda bagai baru saja diamuk ratusan babi hutan. Tubuh-tubuh bergelimpangan tertindih batu dan pepohonan tumbang. Suasana jadi sunyi sepi. Rangga mengedarkan pandangannya ke sekeliling, dan matanya kemudian tertumbuk pada sosok tubuh berjubah hitam agak bungkuk yang berdiri di atas sebatang pohon tumbang.
Sosok tubuh berjubah hitam itu seorang perempuan tua keriput, dan rambutnya sudah memutih semua. Tangannya menggenggam sebatang tongkat berwarna merah yang bagian atasnya berbentuk segitiga berujung runcing. Rangga menggeser kakinya ke samping saat perempuan tua berjubah hitam itu melompat turun dari pohon yang tumbang. Dia melangkah beberapa tindak, lalu berhenti setelah jaraknya sekitar lima langkah lagi di depan Rangga.
“Hebat...! Ternyata kau memiliki kepandaian yang tinggi juga, bocah!” kering dan datar suara wanita tua itu.
“Nisanak, siapa kau? Kenapa menghadang perjalananku?” tanya Rangga tegas.
“Hik hik hik..., orang-orang biasa memanggilku Dewi Maut. Kedatanganku ke sini karena permintaan muridku yang merasa terganggu dengan adanya kau di sini, bocah,” sahut perempuan tua itu yang memperkenalkan dirinya sebagai Dewi Maut.
“Aku tidak kenal siapa muridmu, dan juga tidak kenal denganmu, Dewi Maut,” ujar Rangga dingin.
“Aku tidak peduli kau kenal atau tidak! Tapi adanya kau di sini telah membuat muridku jadi tidak tenang. Dan kau telah merusak hampir semua rencananya!” agak keras suara Dewi Maut.
“Aku semakin tidak bisa memahami kata-katamu, Dewi Maut,” desis Rangga agak bergumam.
“Aku tidak peduli! Aku hanya minta, tinggalkan daerah ini, dan jangan kembali lagi! Mengerti?!”
“Aneh...?! Kenapa aku harus pergi? Aku bebas ke mana saja aku suka. Dan aku akan pergi dari sini juga sesuka hatiku. Kau tidak perlu memerintahku, Dewi Maut,” dingin sambutan Rangga.
“Beludak! Aku peringatkan sekali lagi padamu, bocah! Pergi dengan selamat, atau hanya nyawamu yang pergi!” ancam Dewi Maut.
“Kau sudah main ancaman segala, Dewi Maut.”
“Aku tidak main-main, bocah!”
“Aku juga tidak main-main. Aku akan pergi kapan saja aku suka. Tapi saat ini aku belum akan pergi!”
“Monyet..! Rupanya kau memilih mampus!” geram Dewi maut.
“Hidup dan matiku bukan kau yang menentukan. Dan aku tidak akan bisa mati olehmu!” dingin suara Rangga.
“Setan...! Hiyaaa...!”
Dewi Maut tidak bisa menahan amarahnya lagi mendapat tantangan terbuka seperti itu. Dengan satu gerakan cepat luar biasa, dia melompat menerjang sambil mengibaskan tongkatnya beberapa kali. Rangga bergegas melompat ke belakang, lalu meliuk-liukkan tubuhnya menghindari setiap tebasan tongkat berwarna merah itu.
Pertarungan pun tidak dapat dihindari lagi. Serangan-serangan Dewi Maut sungguh luar biasa dan sangat berbahaya. Hanya sebentar saja Rangga menggunakan jurus ‘Sembilan Langkah Ajaib’, karena Dewi Maut seperti mengetahui jurusnya. Hal ini membuat Rangga cepat-cepat merubah jurusnya. Semula Rangga ingin mengukur dulu, sampai di mana tingkat kepandaian Dewi Maut. Tapi belum juga maksudnya terlaksana, Dewi Maut sudah menghujaninya dengan serangan berbahaya dari jurus-jurus tingkat tinggi. Hal ini membuat Rangga kewalahan. Sehingga....
“Hiyaaa...!” Des! “Akh...!”
Satu pukulan keras bertenaga dalam tinggi tak dapat dihindari lagi. Pendekar Rajawali Sakti terpekik keras, dan tubuhnya terlontar ke belakang. Dadanya seketika terasa sesak terkena pukulan Dewi Maut. Pendekar Rajawali Sakti jatuh bergulingan di tanah. Dan belum sempat berdiri, Dewi Maut sudah melompat menerjang sambil memukulkan kepala tongkatnya ke arah tubuh pemuda itu.
Terpaksa Rangga bergulingan menghindari hantaman tongkat yang bertubi-tubi itu. Setiap tongkat itu menghantam tanah, maka tanah itu bergetar dan berlubang cukup besar. Sambil menahan rasa sakit dan sesak pada dadanya, Rangga bergegas melompat bangkit berdiri begitu berhasil mengelakkan satu pukulan tongkat berbentuk segitiga pada ujungnya itu.
“Hih!”
Rangga segera mengempos hawa murni untuk mengusir rasa sakit dan sesak pada dadanya. Untung saja Dewi Maut hanya mengerahkan tenaga dalam saja pada pukulannya, sehingga Pendekar Rajawali Sakti hanya merasakan nyeri dan sesak pada dadanya. Tapi hanya dengan menyalurkan hawa murni, semua itu bisa cepat dihilangkan. Dan Rangga kembali bersiap menerima serangan berikut dan kali ini tidak ingin main-main lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
39. Pendekar Rajawali Sakti : Dendam Rara Anting
ActionSerial ke 39. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.