#keputusan

511 33 1
                                    

"Sudah ku bilang kan, May? Wanita kayak kita, mau pakai gamis pun pasti tetap di cap buruk" Wanita berpakaian minim berbicara.

Humaira shofia putri atau umay yang sedang duduk di salah satu meja caffe hanya tersenyum getir. Melihat jus alpukat di dalam gelas berkaki yang ia genggam.

Benar, apapun yang ia pakai itu tak akan berubah apapun.

Keyla azzila yang akrab di sapa kekey terkekeh. Memiringkan kepala, melihat umay yang sudah lima tahun ini menjadi sahabat dunianya yang kelam.

"Walau kita berkata ingin berhijrah, semua orang tetap akan menganggap kita hijrah palsu! Hij-rah Pal-su." Tekan kekey bersedekap menyandarkan tubuhnya di kursi.

"Sampai sekarang aku masih heran. Saat aku ingin berubah, semua orang malah mencibir. Berkata ini itu yang cukup membuat telingaku sakit. Hijrah palsu lah! Munafik lah! Kritik ini itu tanpa memberi solusi. Ku pikir mereka akan mendukung, ternyata tidak sama sekali."

Siapa yang suka dikritik pedas? Umay pikir semua orang tak suka di peringati secara kasar. Telinganya masih normal untuk mendengarkan nasihat baik-baik dari semua orang. Pernah sekali umay berbicara dengan temannya yang memang terkenal baik di kampung. Namanya habibah fitri humaira az zahra, dia teman sekelas humaira dulu.

Jujur di antara semua orang, hanya zahra yang menasihatinya dengan cara baik-baik. Zahra berucap,

"Hijrah membutuhkan proses. Semua tak semudah membalikan telapak tangan.

Melakukan 1000 kebaikan terkadang akan terlupakan hanya dengan 1 keburukan. Tapi saat kita melakukan 1000 keburukan, lalu kita melakukan 1 kebaikan terkadang mereka akan tetap melihatnya buruk.

Percayalah, bila kita hanya bertujuan mengejar pandangan baik dari orang, sampai kapanpun kau tak akan mendapatkannya. Berhijrahlah hanya karena Allah semata, bukan untuk orang lain. Allah maha pengampun, mengampuni dosa setiap hambanya yang bertaubat"

Kata-katanya amat bermakna. Allah maha pengampun, mengampuni setiap dosa hambanya yang benar-benar bertaubat. Seringkali humaira merasa miris melihat dirinya sendiri yang bahkan seharusnya malu dengan apa yang sudah ia perbuat. Apa Allah mau mengampuni dosa yang sudah ia lakukan?.

"Sebenarnya aku sudah lelah terus seperti ini. Bagaimana kalau besok aku meninggal? Atau besoknya lagi atau bahkan satu jam lagi?. Sedangkan aku belum melakukan amal kebaikan. "Umay berucap, memandang langit, tak ada bintang disana hanya terlihat kegelapan.

"Sudahlah, urusan akhirat nanti saja dipikirkan. Lagian keluarga juga tak melarang"

Melarang.

Sampai saat ini umay heran dengan kedua orang tuanya. Mereka bahkan tak pernah melarang ia keluar malam. Mungkin memang mereka akan berbicara jangan pulang lebih dari jam delapan malam, walau pada akhirnya umay sering melanggarnya dengan pulang jam 10 malam.

Apa mereka marah? Tidak.

Orang tuanya bersikap biasa saja, tak memarahinya seperti orang tua kebanyakan. Kalau saja adik kecilnya yang keluar malam, pasti dia akan dimarahi. Tapi kalau umay? Ia rasa orang tuanya memang sudah lelah memperingatinya atau memang mereka tak lagi perduli.

"Orang tuaku tak pernah memarahiku, jika aku keluar malam. Mereka seperti menganggap hal itu biasa, tak pernah menanyakan 'kau dari mana? Kenapa pulang malam? Dengan siapa pulang?' Atau bertanya banyak hal karena khawatir dengan pergaulan anak-anak mereka." Jelas umay mengingat kedua orang tua yang selalu bersikap acuh tak acuh.

"Bukannya bagus. Orang tuaku tiap hari memarahiku, karena aku keseringan pulang malam. Mereka terlalu mengekang hingga aku jengah. Akhirnya aku jadi anak pembangkang" kekey mengangkat kedua bahu, memperlihat ekspresi biasa, seakan mengatakan itu sering terjadi.

hijrahku palsu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang